Bisnis Kreatif Perlu Formula Insentif Tersendiri
"Masing-masing bidang usaha punya karakteristik sendiri dan butuh skema insentif yang berbeda. Idealnya tarif pajak UKM yang 0,5 persen pun tidak tunggal, karena harus membedakan skala mikro, kecil atau menengah," ucap Yustinus.
(Baca juga: Ditjen Pajak: Hanya 1,5 Juta dari 60 Juta Pelaku UMKM Bayar Pajak)
Sementara itu, Wakil Kepala Bekraf Ricky J. Pesik sempat mengutarakan bahwa untuk merumuskan kebijakan tepat bagi pelaku ekraf perlu mencari rujukan negara lain. Contoh yang disebut adalah Korea Selatan (Korsel) lantaran dinilai sukses mengakselerasi perkembangan sektor kreatifnya.
"Walau kalau dibandingkan Korsel, kita belum sebanding dalam memberi subsidi. Karena masalah jumlah anggaran dan berbagai ketentuan penyaluran APBN ke publik," tuturnya. (Baca juga: Subsidi untuk Industri Kreatif Nasional Belum Sebesar Korsel)
Yustinus sependapat bahwa Korsel layak menjadi rujukan pemerintah dalam mengembangkan ekraf nasional. Pasalnya, budaya Korean Pop (K-pop) terbukti sukses menyebar berbagai negara termasuk Indonesia khususnya melalui karya musik.
"Iya Korea Selatan. Negara ini cukup bagus untuk rujukan (benchmark) ekraf di Asia. Korsel termasuk yang paling maju," ujarnya. (Baca juga: Tiga Musisi Asing Konser Bulan Ini, Tiket Blackpink Termahal)
Korea Foundation sempat menyebutkan terdapat sekitar 35 juta penggemar K-pop tersebar di 86 negara per 2015. Demam kultur populer Korea ini tidak hanya menyebar melalui musik tetapi juga film, produk fesyen, dan kuliner.