Rangkap Jabatan dan Gaji Komisaris BUMN yang Menabrak Sejumlah Aturan

Image title
29 Juni 2020, 14:14
=Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan). Rangkap jabatan dan gaji komisaris BUMN berpotensi melanggar UU ASN sampai UU Bebas KKN.
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan). Rangkap jabatan dan gaji komisaris BUMN berpotensi melanggar UU ASN sampai UU Bebas KKN.
Cover_Wajah pejabat bumn
Cover_Wajah pejabat bumn (Katadata)

Katadata.co.id mencatat sejumlah pengurus teras partai duduk di kursi empuk BUMN. Salah duanya adalah Wakil Ketua Umum Golkar Rizal Malarangeng dan Ketua DPW Nasdem Banten Wawan Iriawan. Keduanya menjabat sebagai komisaris PT Telkom.

Merujuk UU Administrasi Pemerintahan Pasal 42 dan 43, para komisaris yang merangkap jabatan tersebut tidak lagi boleh menetapkan keputusan dan melakukan tindakan karena seperti temuan Ombudsman RI berpotensi terjadi konflik kepentingan. Sementara yang dimaksud konflik kepentingan dalam beleid ini adalah apabila menerima gaji dari pihak yang terlibat.

Potensi konflik kepentingan juga melanggar UU ASN Pasal 5 ayat (2) huruf (h) tahun 2014 yang jelas menyatakan ASN wajib menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.

Terkait gaji dobel, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Ferry Amsari menyatakan memang tak ada aturan spesifik yang melarangnya. Namun, gaji dobel berpotensi melanggar UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Menurut Ferry, konflik kepentingan akibat menerima gaji dari institusi lain yang dijabat para komisaris tersebut bisa mengarah kepada pamrin untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Padahal Pasal 5 poin (6) beleid ini melarangnya.

“Kalau gaji dobel terus terjadi, maka jauh dari sisi profesional dan bertanggung jawab,” kata Ferry kepada Katadata.co.id, Senin (29/6).

Ferry pun menilai cukup masuk akal apabila Ombudsman RI menyatakan tak layak pejabat negara mendapat gaji dobel dari BUMN dan anak usahanya. Ia juga mendukung langkah Ombudsman RI untuk menyurati presiden dalam rangka pembenahan hal ini ke depannya.

(Baca: Dituding Melindungi Grup Bakrie, BPK Laporkan Benny Tjokro ke Bareskrim)

Apa yang Perlu Dibenahi?

Hal krusial yang perlu dibenahi agar praktik rangkap jabatan dan gaji tak terjadi, menurut Ferry, adalah peningkatan kesejahteraan para pejabat negara. Menurutnya, selama ini yang menjadi alasan utama mereka merangkap jabatan adalah karena gajinya kecil. Sebaliknya, komisaris BUMN yang notabene ditunjuk oleh kementerian justru gajinya lebih tinggi.

Dari catatan Katadata.co.id, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin merangkap sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina mendampingi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menjabat Komisaris Utama. Dari kedua jabatannya tersebut memang terjadi ketimpangan besaran gaji.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan minyak pelat merah pada 2018, total kompensasi untuk direksi dan komisaris sebanyak Rp 661 miliar. Saat itu ada 11 orang direksi dengan 6 komisaris. Dengan pembagian rata, maka per orang mendapat lebih kurang Rp 3,2 miliar per bulan. Sementara merujuk Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-06/MBU/06/2018 jabatan di tingkat wakil komisaris utama mendapatkan gaji sebesar 42,5% dari besaran honor yang direktur utama Pertamina.

(Baca: Selain Unilever, 4 Perusahaan Ini Juga Boikot Iklan di Facebook)

Sebaliknya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 176/PMK.02/2015 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya Bagi Wakil Menteri besaran gaji yang diterima wakil menteri sebesar 85% dari tunjangan jabatan menteri.

Sementara, berdasarkan Keppres Nomor 68 tahun 2001 tentang Tunjangan Pejabat Tertentu besar tunjangan menteri adalah Rp 13,61 juta per bulan. Artinya, wakil menteri mendapat gaji Rp 11,57 per bulan. Wakil menteri juga mendapat hak keuangan sebesar 135% dari tunjangan pejabat struktural eselon IA dengan peringkat jabatan tertinggi yang berlaku pada kementerian tempatnya bertugas.

Khusus Kementerian BUMN, Perpres Nomor 119 tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tunjangan tertinggi sebesar Rp 33,24 juta per bulan. Artinya, tunjangan yang diterima wakil menteri BUMN sebesar Rp 44,87 per bulan.

Jika ditotal seluruhnya, hak keuangan yang bisa diterima Budi sebagai Wakil Menteri BUMN masih lebih rendah dibandingkan penghasilannya di PT Pertamina.

“Kalau mereka tidak boleh rangkap jabatan, maka jangan sampai rangkap gaji. Jadi logika negara juga harus ditata agar tidak terjadi rangkap jabatan,” kata Ferry. “Tidak masuk akal kalau mereka tidak mendapatkan nilai dari profesionalitasnya,” imbuhnya.

Jawaban Kementerian BUMN

Menyoal hal ini Stafsus Menteri BUMN Arya Sinulingga menilai wajar perusahaan pelat merah diisi oleh ASN kementerian dan lembaga negara lain atau tak masalah rangkap jabatan. Dalihnya saham BUMN mayoritas dipegang oleh pemerintah sehingga wajar menempatkan perwakilannya di situ.

“Kalau bukan seperti itu, siapa yang mewakili pemerintah dalam perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah tersebut kalau bukan dari unsur pemerintah,” kata Arya kepada wartawan, Senin (29/6).

Arya pun menyatakan komisaris di luar unsur pemerintah disebut sebagai komisaris independen yang mewakili kepentingan pemegang saham non-negara. Lagi pula, menurutnya, komisaris bukan jabatan struktural atau fungsional, tapi hanya mengawai opeasional perusahaan dan kinerja direksi.

Terkait penghasilan yang diterima komisaris BUMN pun menurut Arya tak bisa disebut gaji, tapi honorarium. Sehingga tak bisa dikatakan para komisaris tersebut mendapatkan gaji dobel.

“Sangat biasa di pemerintahan kalau ada namanya ASN yang ditugaskan untuk tugas-tugas tertentu maka ada tambahan honorarium bagi pejabat-pejabat tersebut,” kata Arya.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...