UU Cipta Kerja Atur Pesangon Libatkan Negara, Bagaimana Bagi Porsinya?

Rizky Alika
6 Oktober 2020, 20:28
Sejumlah pekerja melakukan aksi teatrikal di Kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI.
Adi Maulana Ibrahim |Katadata
Sejumlah pekerja melakukan aksi teatrikal di Kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI.

Lima Pasal Hilang

Selain berkurangnya besaran uang yang akan diterima buruh saat terjadi PHK, UU Cipta Kerja juga menghilangkan beberapa ketentuan soal pesangon yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

“Undang-undang ini memberikan kekuatan kepada pengusaha untuk menghilangkan sejumlah pesangon yang sebelumnya wajib," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat.

Mirah mencatat ada lima ketentuan di RUU Ciptaker yang menghapus pasal pemberian pesangon yang sebelumnya ada di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pertama, pasal 51 UU Cipta Kerja menghapus ketentuan pasal 162 UU Ketenagakerjaan mengenai penggantian uang pesangon bagi pekerja yang mengundurkan diri. Syaratnya, pekerja mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis 30 hari sebelum keluar dari posisinya, tidak terikat dalam ikatan dinas, dan tetap melaksanakan kewajibannya.

Dalam pasal 162 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan pekerja atau buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri tetap berhak memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

Kedua, Pasal 52 UU Cipta Kerja menghapus Pasal 163 di UU Ketenagakerjaan yang mengatur pemberian uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak apabila terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan.

Ketiga, Pasal 53 UU Cipta Kerja menghapus Pasal 164 UU Ketenagakerjaan mengenai pemberian uang pesangon apabila perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun atau keadaan memaksa (force majeur).

Pada aturan lama, PHK dapat dilakukan hanya karena perusahaan tutup dan pekerja berhak atas pesangon.

Keempat, Pasal 54 UU Cipta Kerja menghapus Pasal 165 UU Ketenagakerjaan mengenai pemberian uang pesangon jika perusahaan pailit. Menurut aturan sebelumnya, PHK bisa dilakukan jika perusahaan pailit tapi harus tetap memberi pesangon.

Kelima, pasal 55 UU Cipta Kerja menghapus pasal 166 UU Ketenagakerjaan mengenai pemberian pesangon bila buruh meninggal dunia. Pesangon seharusnya tetap diberikan kepada ahli waris berhak mendapatkan sejumlah uang yang terdiri dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah  menyadari bahwa terdapat pro dan kontra terkait omnibus law UU Cipta Kerja. Hal itu dinilainya wajar dalam demokrasi.

Dialog dengan buruh terkait pembahasan RUU Cipta Kerja telah dilakukan sejak awal 2020 baik secara formal melalui lembaga tripartit, maupun secara informal. Menurutnya, banyak aspirasi buruh yang diakomodir dalam UU Cipta Kerja. Di antaranya, soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT), outsourcing, hingga syarat PHK. Namun, “Jika teman-teman ingin 100% diakomodir, itu tidak mungkin,” kata Ida.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...