PPATK Berharap Indonesia Masuk Keanggotaan FATF pada Februari 2023

Aryo Widhy Wicaksono
18 April 2022, 13:29
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana
Humas PPATK
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana

Dalam hal pembuatan kebijakan, pengalaman Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme dapat menjadi kontribusi penting penyusunan kebijakan dan standar internasional terkait upaya APU PPT.

Secara internasional, keanggotaan juga menyatakan dukungan terhadap upaya dunia internasional menurunkan tingkat aliran dana terlarang, serat membangun kebijakan dan regulasi, termasuk efektivitas penerapan APU PPT, khususnya dalam mendeteksi dan memitigasi aliran dana terlarang.

Keanggotaan FATF juga akan meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata internasional. Posisi ini turut mempengaruhi potensi efektivitas kerja sama internasional melalui pemanfaatan komunikasi informal.

Pada kesempatan ini, Kepala PPATK juga menjelaskan bagaimana lembaga penelusur transaksi keuangan ini awal mulanya berdiri. Dimulai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU pada 17 April 2002. Hal ini seiring upaya Indonesia keluar dari daftar hitam negara atau kawasan yang tidak kooperatif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang. Daftar ini dikenal dengan Non-Cooperative Countries and Territories (NCCT) yang dikeluarkan FATF.

Selama 20 tahun berdiri PPATK juga turut berkontribusi pada bidang pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Menurutnya, PPATK telah menghasilkan 6.552 hasil analisis, 369 hasil analisis pendanaan terorisme, 3.533 informasi hasil analisis yang terdiri dari proaktif dan reaktif, serta 202 hasil pemeriksaan.

Selain itu, PPATK juga berbagi 2.661 informasi dengan Financial Inteligence Unit (FIU) di berbagai negara. Sebagai bukti komitmen, PPATK terus bersinergi dengan Kementerian Keuangan dalam meningkatkan penerimaan negara yang berasal dari sektor fiskal dengan total kontribusi pada penerimaan negara dalam kasus perpajakan mencapai Rp7,4 triliun hingga akhir 2021 .

Sementara dalam hal pencegahan, PPATK telah menerima 240 juta laporan yang terdiri dari laporan transaksi keuangan mencurigakan, laporan pembawaan uang tunai, laporan transaksi penyedia barang dan jasa, laporan transaksi keuangan transfer dana keluar negeri, laporan penundaan transaksi. Tak hanya itu, PPATK telah melaksanakan 1.466 audit pengawasan kepatuhan.

Rata-rata jumlah laporan yang diterima PPATK mencapai 45.000 transaksi per jam.

Halaman:
Reporter: Aryo Widhy Wicaksono
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...