MK akan Putuskan 7 Perkara Uji Materi UU IKN, Berikut Gugatannya

Aryo Widhy Wicaksono
30 Mei 2022, 12:14
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi anggota Arief Hidayat (kirI) dan Manahan MP Sitompul memimpin jalannya sidang perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara di kantor MK, Jaka
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi anggota Arief Hidayat (kirI) dan Manahan MP Sitompul memimpin jalannya sidang perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara di kantor MK, Jakarta, Selasa (5/4/2022).

Selanjutnya, untuk perkara Nomor 49/PUU-XX/2022, Pemohon S.M. Phiodias Marthias menilai UU IKN akan mengganggu hak konstitusionalnya terkait empat tugas pokok dan fungsi Pemerintah sebagaimana tercantum pada Pembukaan (Preambule) UUD 1945. "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Selanjutnya Nomor 53/PUU-XX/2022 yang diajukan seorang guru bernama Anah Mardianah.

Menurut Pemohon, representasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangatlah parsial dan tidak holistik. Padahal IKN merupakan perwujudan bersama ibukota negara Republik Indonesia yang seharusnya dapat lebih memperluas partisipasi dan pihak-pihak dari berbagai daerah, golongan, dan unsur kepentingan masyarakat lainya dalam pembahasannya.

Perkara lainnya adalah Nomor 54/PUU-XX/2022, dengan pemohon Muhammad Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, Dwi Putri Cahyawati, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara diwakili Rukka Simbolinggi, serta Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Melalui kuasa hukumnya, Rukka menyampaikan bahwa pembentukan undang-undang IKN tidak menerapkan meaningful participation. Artinya tidak menyertakan partisipasi publik dalam pembentukan sebuah peraturan atau kebijakan.

Akibatnya, UU IKN menciptakan terdapat konflik teritorial terkait penguasaan dan
kepemilikan wilayah adat dengan berbagai investasi yang sudah ada, karena tidak memperhatikan keberadaan masyarakat adat di wilayah yang direncanakan akan menjadi IKN.

Selanjutnya, untuk Perkara Nomor 39/PUU-XX/2022 yang diajukan seorang pensiunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sugeng.

Sugeng menilai pembahasan UU IKN terlalu singkat karena kurang dari 40 hari UU tersebut sudah disahkan.

Sedangkan untuk alasan pengujian materiil, Sugeng berpendapat kondisi negara sedang mengalami pandemi Covid-19 membutuhkan banyak biaya dibandingkan kepentingan perpindahan ibu kota. Bukan hanya itu, Sugeng menambahkan, sebaiknya anggaran negara yang ada digunakan untuk membayar hutang pemerintah, bencana alam, pembaruan alutsista TNI, pendidikan, dan Pemilu.

Selain itu, Sugeng mengatakan perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan akan beresiko merusak lingkungan hidup, rusaknya kehidupan fauna dan flora.

Terakhir, perkara Nomor 40/PUU-XX/2022 dengan pemohon Herifudin Daulay. Menurutnya perpindahan ibu kota merupakan pertaruhan yang tidak jelas, terhadap keuntungan signifikan yang akan diperoleh masyarakat dan negara.  Herifudin menilai, UU IKN bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945. Menurut Pemohon, pendanaan besar untuk perpindahan Ibukota Negara sebaiknya digunakan untuk mencetak kader-kader handal bangsa di bidang pendidikan dan ekonomi.

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...