Menilik Kisah Rasuna Said Memperjuangkan Hak Perempuan Indonesia

Annisa Fianni Sisma
14 September 2022, 17:45
Rasuna Said
Dok. Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Ilustrasi, Hajjah Rangkayo Rasuna Said

Rasuna Said pernah menulis kritik tajam terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda karena membuat Indonesia sengsara. Ia juga sempat kecewa dengan bubarnya Permi.

Karena semakin ketatnya pengawasan dari pemerintah kolonial terhadap setiap gerakan nasionalis di Padang. Akhirnya ia pun pergi ke Medan dan mendirikan sekolah perempuan dan mengedit Jurnal Menara Putri yang merupakan majalah mingguan tentang isu perempuan dan Islam.

Salah satu isu politik yang diajarkan di sekolah itu, adalah bahwa perempuan berperan penting dalam kegiatan nasionalis dan perempuan punya hak dan tanggung jawab untuk berkontribusi di berbagai bidang, tidak hanya menjalankan rumah tangga saja.

Sejak sebelum dipenjara Rasuna Said acap kali memberikan pidato. Namun, untuk pertama kalinya ia menyampaikan kegelisahannya dan muncul di hadapan publik. Kemunculannya ini didasari atas keluarnya Rancangan Undang-undang (RUU) Perkawinan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada Juni 1937.

RUU itu tersebut isinya membolehkan pasangan muslim mendaftarkan kontrak pernikahan yang melarang poligami dan mengizinkan perceraian hanya di hadapan Hakim Pengadilan Negeri. Ini dianggap bertentangan dengan Hukum Islam sebenarnya.

Oleh karena itulah, kebijakan ini memicu kemarahan kelompok Islam sehingga ditarik peredarannya sebelum diperkenalkan secara resmi.

Rasuna Said saat itu memberikan pidato pada pertemuan Komite Medan Agustus 1937 didepan 500 wanita. Ia membela hukum perkawinan Islam termasuk poligami dan perceraian. Ia juga mengakui ada permasalahan dalam pelaksanaannya di Indonesia.

Argumennya yakni bahwa meskipun ada banyak perceraian yang akhirnya para perempuan dan anak-anak ditinggalkan dan laki-laki menikah lagi tanpa berpikir mendalam tentang tindakan mereka, ini adalah masalah sosial, bukan masalah hukum pernikahan.

Islam baginya telah mengatur pernikahan dengan sempurna dan poligami diperlukan dalam beberapa kasus baginya.

Bagi Rasuna Said, perceraian adalah sebuah klausa dari pernikahan yang tidak bahagia. Ini diperlukan sebagai pertanggungjawaban kedua pihak agar mampu membuktikan mengapa perceraian diperlukan.

Isi pidato Rasuna pada pokoknya mengakui ada masalah tetapi tidak setuju dengan solusi yang diberikan. Ia lebih setuju adanya solusi berupa pendidikan bagi pejabat perkawinan islam yang mampu menerapkan hukum perkawinan Islam.

Tujuannya, agar mereka memberikan otonomi kepada masyarakat Islam untuk menikah, berdamai, dan bercerai sesuai ajaran Islam. Ia juga menegaskan pidato ini terlepas dari gerakan nasionalis, ini murni merupakan gerakan perempuan Islam.

Sejak saat itu, Rasuna Said sedikit melunak terhadap kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan sedikit memuji niat baik pemerintah kolonial dalam memperbaiki keadaan pernikahan di Indonesia, khususnya Hukum Pernikahan Islam.

Dalam beberapa hal, ia juga menyampaikan ketidaksetujuannya dengan sopan. Ia menyampaikan keyakinannya dengan cara hormat dan masuk akal. Nada bicara Rasuna Said berbeda dari sebelumnya. Pidatonya saat itu jauh dari pidato berapi-api yang sebelumnya ia lontarkan. 

Rasuna Said telah belajar banyak dari pengalamanya. Meskipun terdapat perubahan, tetapi pandangan yang diungkapkannya tentang Islam konsisten dengan identitas keislamannya yang kuat.

Penulis biografinya mengatakan Rasuna Said merupakan pembela yang kuat untuk hak-hak perempuan dan seorang muslim yang berkomitmen.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...