Peluang Fintech Pertahankan Gelar 'Primadona' Investor pada 2021

Desy Setyowati
29 Desember 2020, 17:10
startup, fintech, investasi, pendanaan, pandemi corona, smartphone, virus corona, umkm, ojk, fintech lending
123RF.com/Daniil Peshkov
Ilustrasi. Fintech lending diramal masif merger dan akuisisi pada tahun depan karena adanya aturan baru OJK.
  • Fintech mendominasi pendanaan ke startup Indonesia sejak 2017
  • Fintech lending yang paling banyak mendapatkan investasi di sektor ini
  • Sektor ini dinilai tetap potensial pada tahun depan, tetapi OJK bakal meluncurkan aturan baru

Teknologi finansial (fintech) mendominasi pendanaan kepada startup Indonesia sejak 2017, termasuk saat pandemi corona. Beberapa modal ventura memperkirakan, perusahaan rintisan di sektor ini masih akan menguasai investasi pada 2021.

Berdasarkan catatan Katadata.co.id, setidaknya 107 startup memperoleh pendanaan selama tahun ini atau di tengah pagebluk virus corona. Sebanyak 19 di antaranya merupakan fintech.

Direktur Utama Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, layanan keuangan dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk retail hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh karena itu, “fintech diminati,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (29/12).

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks inklusi keuangan Indonesia hanya 76,19%. Sedangkan laporan Google sebagai berikut:

Selain itu, penjualan ponsel pintar (smartphone) di Indonesia mencapai 338 juta unit tahun ini atau melebihi jumlah penduduk. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:

Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara mencatat, porsi kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia baru 55%. “Potensinya kalau di negara lain bisa 70%,” kata dia dalam acara press briefing IFSoc secara virtual, Selasa (29/12).

Oleh karena itu, menurutnya peluang bisnis fintech di Indonesia cukup besar. “Potensi untuk bisnis pendanaan, kredit, pembayaran, investasi hingga robo advisor di Indonesia dalam jangka panjang sangat menarik,” ujar dia.

Sebelumnya, Partner and Leader, Bain and Company’s Southeast Asia Private Equity Practice Alessandro Cannarsi mengatakan bahwa layanan keuangan digital merupakan sektor yang ‘hot’ dalam ekonomi digital di Asia Tenggara. “Konsumen dan UKM masif mengadopsi layanan ini pada 2020. Peningkatan ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata dia dalam acara virtual pemaparan e-Conomy 2020, November lalu (24/11).

Peluang di Indonesia bahkan sangat besar, dengan 64 juta lebih UMKM. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:

Dengan segala pertimbangan itu, fintech terus mendominasi pendanaan ke startup di Indonesia. Rinciannya dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Tren pendanaan ke startup Indonesia sejak 2017
Tren pendanaan ke startup Indonesia sejak 2017 (DailySocial, DSResearch, CIMB: Fintech Report 2020)

Pada tahun ini, 19 dari 107 startup yang memperoleh pendanaan bergerak di sektor fintech. Pada kuartal IV, totalnya lima dari 26 perusahaan rintisan. Sedangkan selama kuartal I hingga III dapat dilihat pada Infografik di bawah ini:

Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi
Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi (Katadata)

Berdasarkan data DealRoom, Finch Capital, dan MDI Ventures, klaster fintech pembiayaan (lending) mendominasi investasi ke sektor ini. Angkanya tertera pada Bagan di bawah ini:

Porsi fintech lending terhadap total pendanaan di sektor fintech Indonesia
Porsi fintech lending terhadap total pendanaan di sektor fintech Indonesia (Dealroom, Finch Capital, dan MDI Ventures 2020)

Akan tetapi, OJK tengah mengkaji aturan baru terkait teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Salah satunya, otoritas berencana menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan izin dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.

Selain itu, fintech lending tertekan selama pandemi Covid-19 di saat klaster lain tumbuh. Angkanya tertera pada Bagan di bawah ini:

Pertumbuhan bisnis fintech Asia Tenggara per kategori
Pertumbuhan bisnis fintech Asia Tenggara per kategori (e-Conomy 2020)

Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani tidak memerinci apakah investor akan berfokus ke klaster fintech lain atau tidak.

Ia hanya menyampaikan bahwa lini bisnis yang bisa digarap oleh pelaku usaha fintech luas. “Fintech memerlukan ekosistem yang cukup luas seperti know your costumer (KYC), keamanan, invoice processing dan validasi, penilaian kredit, dan banyak aspek lainnya,” katanya kepada Katadata.co.id.

OJK pun mengklasifikasi fintech dalam 18 klaster. Secara rincinya dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Perkembangan jumlah pelaku usaha fintech berdasarkan klaster pada 2019 dan kuartal II 2020
Perkembangan jumlah pelaku usaha fintech berdasarkan klaster pada 2019 dan kuartal II 2020 (Aftech, 2020)

Namun, fintech lending diramal masif merger dan akuisisi pada tahun depan karena adanya aturan baru OJK. “Dengan bank atau lembaga pembiayaan, karena terkait kebutuhan dari sisi channeling pinjaman dan adopsi teknologi dari fintech, khususnya penilaian kredit (credit scoring),” kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira Adhinegara kepada Katadata.co.id, awal Desember lalu (8/12).

Sedangkan dari sisi investasi di sektor fintech lending, ia memperkirakan masih akan tinggi pada tahun depan. “Mereka harus kreatif mencari investasi seri A, B, keatas. Ini tantangan,” ujarnya.

Konglomerat di Balik Fintech

Akan tetapi, Chief Investment Strategist Temasek Rohit Sipahimalani sempat mengatakan, investor global berhati-hati dalam memberikan pendanaan selama pagebluk virus corona. “Mereka akan terus agresif berinvestasi pada perusahaan dengan model bisnis dan jalur pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujar Rohit dalam acara pemaparan ‘e-Conomy 2020’ secara virtual, November lalu (24/11).

Dari dalam negeri, modal ventura juga tetap berinvestasi meski nilai dan jumlahnya menurun. “Ini lebih karena penundaan. Minat investor besar,” kata Wakil Ketua I Amvesindo William Gozali dalam acara media gathering virtual bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, November lalu (2/11).

Ia mengatakan, investor cenderung memberikan pendanaan kepada startup yang dinilai dibutuhkan selama pandemi atau potensial ke depannya. Sedangkan perusahaan rintisan yang dinilai potensial dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Proyeksi pertumbuhan sektor startup pada 2021
Proyeksi pertumbuhan sektor startup pada 2021 (Amvesindo)

Google, Temasek, dan Bain and Company memperkirakan bahwa startup fintech tetap akan kebanjiran pendanaan pada tahun depan. “Aktivitas kesepakatan bakal meningkat untuk sektor yang baru lahir, termasuk fintech, healthtech, dan edutech, serta software as a service (SaaS),” demikian dikutip dari laporan bertajuk ‘e-Conomy 2020’.

Selain modal ventura, fintech menarik di mata konglomerat hingga para unicorn dan decacorn. Di Asia Tenggara, startup jumbo merambah sektor ini, sebagaimana Bagan di bawah ini:

Startup di sektor lain di Asia Tenggara merambah bisnis fintech
Startup di sektor lain di Asia Tenggara merambah bisnis fintech (e-Conomy 2020)

Sedangkan konglomerat yang merambah sektor fintech seperti Grup Astra melalui Astra Welab Digital Arta atau AWDA meluncurkan Maucash pada Agustus 2018. Lalu, Grup Sinarmas dan Oriente mendirikan fintech Oriente Mas Sejahtera dengan platform Finmas pada Februari 2019.

Grup Djarum melalui unit usaha Bank Central Asia (BCA) yaitu Central Capital Ventura memiliki saham di fintech KlikACC. Selain itu, memiliki layanan pembayaran bernama Kaspay lewat GDP Venture.

Kemudian, Grup Mayapada mempunyai platform pinjam-meminjam Pohon Dana yang diluncurkan pada Agustus 2018.

Di sektor fintech pembayaran, Grup Lippo memiliki saham di OVO. Sedangkan Grup Emtek masuk melalui DOKU dan Espay Debit Indonesia Koe atau DANA.

Grup Salim juga merambah fintech melalui i.Saku. Konglomerat ini juga menyuntikkan modal kepada perusahaan pembayaran digital yang berbasis di Singapura, yakni Youtap Limited. Di Indonesia, platform Youtap digunakan oleh lebih dari 100 ribu mitra penjual, termasuk UMKM.

Google, Temasek dan Bain and Company memperkirakan, peluang fintech untuk tumbuh pada tahun depan masih terbuka lebar. Potensi dan tantangan per kategori dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:

Pembayarano    Riset Kantar menunjukkan, rata-rata jumlah transaksi tunai oleh konsumen menurun dari 48% sebelum Covid-19 menjadi 37%. Sedangkan dompet digital (e-wallet) naik dari 18% menjadi 25%o    UMKM masif menggunakan layanan ini saat pandemio    Nilai transaksi atau gross transaction value (GTV) sektor ini diprediksi tembus US$ 1,2 triliun pada 2025
Remitansio    Adopsi pengiriman uang secara online melonjak hampir 2 kali lipat saat pandemio    Nilai transaksinya diramal 40% dari total nilai pengiriman uang di Asia Tenggara pada 2025
Pembiayaano    Lonjakan rasio kredit macet (NPL) membuat sebagian pemberi pinjaman (lender) goyaho    Seiring berkembangnya basis pelanggan pinjaman online dan adopsi digital oleh pelaku UKM, sektor ini berpeluang tumbuh berkelanjutano    Ada perbaikan dari sisi inovasi dan infrastruktur
Asuransio    Permintaan layanan asuransi jiwa dan kesehatan secara online meningkato    Permintaan layanan asuransi umum melambat. Begitu juga dengan asuransi perjalanan dan kendaraano    Daya tarik asuransi mikro meningkato    Kemitraan antara perusahaan asuransi mapan dengan platform berbasis konsumen mendorong adanya produk inovatifo    Pemain mapan dipaksa untuk mendigitalisasikan bisniso    Produk baru disesuaikan dengan saluran distribusi (online atau offline)
InvestasiManajer investasi yang mapan memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan pasar online. Mereka dapat mengalihkan keterlibatan pengguna secara online (atau melalui omni-channel)

Sumber: e-Conomy 2020

Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...