Gojek dan Grab Bersaing Ketat Sasar UMKM dan Warung saat Pandemi
Persaingan Gojek dan Grab semakin ketat di tengah pandemi corona ini. Kedua perusahaan penyedia layanan on-demand itu memperkuat bisnis solusi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), termasuk warung.
Gojek baru saja meluncurkan platform GoToko, dan menyediakan layanan model business to business (B2B). Decacorn Tanah Air itu menghadirkan solusi usaha dari hulu ke hilir bagi para pemilik warung kelontong.
Grab lebih dulu menyediakan layanan seperti itu melalui GrabKios. Decacorn asal Singapura ini mengakuisisi startup digitalisasi warung, Kudo pada 2017, yang berubah nama menjadi GrabKios pada September 2019.
CEO sekaligus Direktur Utama GoToko Gurnoor Singh Dhillon mengatakan, kehadiran GoToko memperkuat misi Gojek untuk menciptakan dampak sosial dan ekonomi bagi pemangku kepentingan. Berdasarkan riset CLSA pada September 2019, tiga juta warung kelontong berkontribusi hampir 80% terhadap pasar ritel Indonesia.
Namun 80% lebih atau sekitar 2,5 juta warung di antaranya masuk kategori underserved atau kurang terlayani. “Solusi teknologi Gojek yang inklusif dan komprehensif memperkuat posisi GoToko untuk menjadi platform terbaik bagi para pengusaha warung dalam memenuhi kebutuhan,” kata Gurnoor dikutip dari siaran pers, kemarin (10/9).
Melalui aplikasi GoToko, pemilik warung dapat memesan produk konsumsi kemasan dari sejumlah merek (brand). Gurnoor mengklaim, harga yang ditawarkan lebih kompetitif dan transparan.
GoToko juga membuka peluang kerja sama dengan para produsen. Gurnoor mengatakan, layanannya mendukung para produsen dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi penjualan, serta pemasaran produk baru.
Selain itu, membuka peluang dalam memanfaatkan saluran pemasaran dan kampanye digital, serta menjadi saluran riset pasar baru. Gurnoor mengklaim, layanannya dapat mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi dalam pengoperasian saluran general trade.
Hanya ia tidak memerinci produsen mana saja yang sudah diajak kerja sama melalui GoToko. Ia juga belum menjabarkan cakupan GoToko maupun jumlah pemilik warung yang sudah bergabung. Namun aplikasi ini sudah diunduh lebih dari 1.000 kali di Google Play Store.
Sedangkan pengiriman barang dari produsen ke toko dapat memanfaatkan layanan logistik Gojek. Head of Logistics Gojek Group Junaidi menyampaikan, perusahaan menyediakan solusi pengiriman middle mile, pergudangan, dan last mile.
Ia memastikan, produk akan sampai di warung kelontong maksimal satu hari berikutnya dengan pengiriman next day dan same day. Layanan ini juga didukung sistem pembayaran di tempat atau cash on delivery (COD).
Pemilik warung juga bisa menggunakan fitur pemantauan riwayat pesanan dan pelacakan pengiriman barang. Selain itu, tersedia fitur inventory management, akses data penjualan dan keuangan, serta rekomendasi produk yang sesuai dengan permintaan pasar.
Pada Agustus lalu, Gojek juga meluncurkan situs melajubersamagojek.com yang berfokus menyasar UMKM secara umum. Pelaku UMKMK dapat mengakses aplikasi papan ketik dan dasbor digital, Selly.
Aplikasi Selly memudahkan pelaku usaha mengirim tagihan, mengecek ongkos kirim hingga membuat notifikasi untuk konsumen. Platform ini juga terintegrasi dengan aplikasi percakapan dan media sosial seperti WhatsApp dan Line.
Lalu pelaku usaha mendapat akses solusi pembayaran dari MidTrans Payment Link. UMKM yang tergabung juga dapat menggunakan aplikasi manajemen usaha milik Gojek, GoBiz.
Layanan lain yang dapat diakses yakni aplikasi kasir online Moka, logistik GoSend dan GoBox, GoPay, GoFood, dan GoShop. Sebagaimana diketahui, Gojek juga mengakuisisi Moka pada awal tahun ini.
“Kami menghadirkan beragam solusi yang dapat digunakan oleh semua tipe UMKM, dari yang berskala mikro hingga besar,” ujar Co-CEO Gojek Andre Soelistyo saat konferensi pers virtual, bulan lalu (10/8).
Sedangkan Grab meluncurkan situs grabforgood.id pada September 2019, yang menyediakan artikel terkait bisnis. Startup ini juga meluncurkan GrabMerchant pada Juni lalu.
Mitra UMKM di GrabFood, GrabMart, logistik dan GrabKios dialihkan ke GrabMerchant, sehingga menjadi terintegrasi. Layanan ini beroperasi dengan model B2B, yang menyediakan beberapa fitur seperti pendaftaran mandiri, manajemen profil pemilik, pengelola toko, dan kasir untuk keamanan akun. Ada juga fitur grosir, fitur pemasaran, hingga laporan bisnis.
Melalui program #TerusUsaha, Grab menyediakan iklan gratis bagi UMKM pada laman utama aplikasi, media sosial dan saluran digital, serta influencer. Perusahaan juga menanggung biaya dan sumber daya untuk membuat materi pemasaran.
Sedangkan GrabKios menyediakan tiga inti layanan yakni produk digital, akses ke pemasok, dan layanan keuangan. Sama seperti GoToko, platform ini menghubungkan pemilik warung dengan produsen.
Setelah namanya berubah dari Kudo menjadi GrabKios, layanannya diperluas. Pelanggan dapat berinvestasi emas, mendapat layanan teknologi finansial (fintech), menabung untuk umrah, asuransi perlindungan ponsel hingga kirim uang melalui GrabKios.
Head of GrabKios Agung Nugroho sempat mengungkapkan bahwa pendapatan mitranya meningkat sejak bergabung. “Sekitar 30-40%,” kata dia, pada November tahun lalu (7/11).
Secara keseluruhan, Gojek dan Grab memanfaatkan ekosistemnya untuk menyediakan solusi bisnis dari hulu ke hilir bagi pelaku UMKM, termasuk warung. Aplikasi Gojek telah diunduh hampir 190 juta kali di Asia Tenggara, sementara Grab lebih dari 198 juta kali. Grab menggaet sembilan juta mitra pengemudi dan agen di lebih dari 394 kota di delapan negara.
Potensi Pasar UMKM saat Pandemi Covid-19
Gojek mengungkapkan rencananya memperkuat layanan bagi UMKM, saat memperoleh pendanaan dari PayPal dan Facebook pada awal tahun ini. Para ahli mengatakan, perusahaan teknologi global butuh pemahaman lokal yang mendalam terkait pasar, jika ingin berhasil di Asia Tenggara. Gojek dinilai menjadi jalan bagi Facebook dan PayPal untuk merambah pasar Indonesia.
“Pasar kami secara fundamental terdiri dari UKM,” kata CEO GoPay Aldi Haryopratomo saat wawancara dengan jurnalis CNBC Internasional Saheli Roy Choudhury, pada Juni lalu (11/6). “Apa yang ingin kami lakukan yakni membantu pedagang melewati masa krisis ini. Apakah itu dengan menyediakan layanan pesan-antar makanan, logistik, pembayaran, dan bahkan akses ke platform.”
Grab juga menyadari bahwa UMKM semakin masif beralih ke digital saat pandemi Covid-19. Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, berdasarkan informasi yang ia terima, sekitar 40% UMKM di Asia Tenggara sudah beralih ke layanan online.
"Di Indonesia hanya 13% yang sudah digital," kata Neneng kepada Katadata.co.id, Juni lalu (11/6). Sedangkan berdasarkan survei Grab, 76% mitra yang bermigrasi ke layanan digital masih membutuhkan visibilitas online, salah satunya pemasaran digital.
Senior Managing Director Grab Financial Group Reuben Lai mengatakan, UKM berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ASEAN. “Dua pertiga UKM menyebut pendanaan bisnis dan pembiayaan sebagai masalah terbesar mereka,” kata dia dikutip dari siaran resminya, Maret lalu.
Kedua decacorn itu pun terus mengeluarkan program dan layanan-layanan baru yang menyasar UMKM di tengah pandemi virus corona ini. Grab mencatat ada lebih dari 150 ribu mitra baru per pertengahan Agustus. Mereka bergabung melalui layanan GrabBike, GrabCar, dan GrabFood.
Selain itu, puluhan ribu pedagang pasar tradisional masuk ekosistem Grab melalui GrabMart dan GrabAssistent. Maka, totalnya lebih dari 32 ribu.
Sedangkan Gojek mencatat adanya 120 ribu UMKM yang bergabung dalam empat bulan terakhir.
Presiden Komisaris SEA Group Pandu Sjahrir juga sempat mengatakan, UMKM ibarat 'cawan suci' alias holy grail di berbagai sektor digital, baik fintech maupun e-commerce. "Semakin besar perkembangan UMKM, semakin besar perkembangan ekonomi Indonesia di luar Jakarta dan itu penting sekali," ujar Pandu dalam acata Bicara Data Virtual Series: Episode Baru Bisnis Startup Akibat Covid-19, Juni lalu (12/6).
Apalagi, pemerintah berfokus memberikan stimulus kepada UMKM untuk mendorong pemulihan ekonomi. Itu karena UMKM menyumbang hampir 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Hal ini tecermin pada Databoks di bawah ini:
Sedangkan jumlah UMKM di Indonesia dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Riset dari International Data Corporation (IDC) dan Cisco menunjukkan, digitalisasi UMKM dapat meningkatkan pendapatan negara. Setidaknya PDB bisa bertambah US$ 160 miliar-US$ 164 miliar (Rp 2.372,6 triliun-Rp 2.432 triliun) pada 2024.
Pemerintah pun menargetkan 10 juta UMKM untuk masuk ekosistem digital hingga akhir tahun ini. Regulator juga menggelontorkan sejumlah stimulus untuk UMKM, yang nilainya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Secara umum, besarnya ceruk di warung kelontong terungkap pada riset Euromonitor International. Pada tahun lalu mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina berbelanja di toko kelontong.
Dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar, sebanyak US$ 479,3 miliar atau 92 % di antaranya merupakan transaksi toko kelontong. Lihat bagan Databoks di bawah ini:
Sebelum ada pandemi corona, riset CLSA menunjukkan bahwa startup termasuk para unicorn bakal bertarung menggaet warung konvensional. Apalagi, pandemi mempercepat proses transformasi pola belanja masyarakat dari online ke offline (O2O).
Kini, perusahaan-perusahaan teknologi mempercepat proses menggaet UMKM, untuk menyediakan layanan O2O.