Saling Silang Bisnis Memicu Persaingan Ketat Empat Unicorn
Pertarungan di antara unicorn dan decacorn bukan lagi di satu sektor seperti Gojek dan Grab maupun Tokopedia dan Bukalapak. Startup jumbo mulai merambah banyak lini bisnis yang beririsan, sehingga memperluas persaingan.
Gojek dan Grab misalnya, memperkuat layanan penjualan kebutuhan sehari-hari GoShop, GoMart, dan GrabMart selama pandemi corona. Keduanya juga gencar menggaet pedagang di pasar tradisional.
Grab telah menggaet 450 ribu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) selama pandemi Covid-19 per medio November. Jumlahnya melampaui target 400 ribu hingga akhir tahun.
Gojek juga menggandeng sekitar 400 ribu UMKM sejak awal tahun. Ini dengan perhitungan jumlahnya 500 ribu akhir tahun lalu, dan kini menjadi 900 ribu mitra penjual (merchant).
Grab | Gojek |
Hadir di 8 negara | Hadir di 4 negara |
9 juta mitra pengemudi hingga penjual | 2 juta mitra pengemudi |
900 ribu merchant | |
205 juta kali unduhan | 190 juta kali unduhan |
Sumber: Gojek, Grab
Dalam menyediakan layanan kebutuhan sehari-hari, Gojek dan Grab bersaing dengan startup e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee. Bukalapak bahkan menggaet HappyFresh untuk menyediakan fitur khusus bahan pokok.
Presiden Grab Ming Maa mengatakan, kompetisi merupakan hal yang sehat dan penting bagi ekosistem. “Ini memastikan bahwa pelanggan memiliki pilihan. Itu sangat penting agar pasar berkembang dengan cara yang benar,” kata dia dalam wawancara khusus dengan reporter DealStreetAsia Kristie Neo, dikutip Rabu lalu (25/11).
Maa pun mengungkapkan tiga rencana bisnis Grab pada tahun depan. Pertama, menambah jumlah mitra penjual makanan di GrabFood tiga kali lipat. Ini karena permintaan melonjak selama pandemi Covid-19.
“Faktanya, layanan pengiriman ini berkontribusi lebih dari 50% terhadap total pendapatan kami,” kata Maa. Berkat produk ini, penghasilan Grab pun mencapai 95% dari tingkat sebelum ada pagebluk virus corona.
Kedua, memungkinkan lebih banyak pengusaha rumahan untuk masuk ke ekosistem Grab. Decacorn Singapura ini pun sudah membuat 40 solusi digitalisasi UMKM melalui program kampanye #TerusUsaha.
Terakhir, berfokus mengembangkan layanan keuangan. Untuk asuransi, perusahaan telah menerbitkan lebih dari 20 juta polis sejak diluncurkan tahun lalu.
Startup jumbo itu juga meluncurkan produk investasi mikro, yang memungkinkan pengguna berinvestasi dan menabung mulai dari US$ 1. Selain itu, “kami melihat pertumbuhan 30% penggunaan pembayaran digital untuk pertama kali di seluruh wilayah. Bahkan, ini hanya untuk pengiriman makanan,” ujar Maa.
Di Indonesia, Grab bahkan sudah memperkuat cengkeramannya terhadap layanan keuangan. Decacorn ini menyuntikkan modal kepada perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran milik negara, LinkAja. Selain itu, memiliki saham di OVO.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), OVO memimpin dengan 20% pangsa pasar uang elektronik di Indonesia pada tahun lalu. Sedangkan GoPay milik Gojek dan Bank Mandiri masing-masing 19%.
2015 | 2019 | ||
Perusahaan | Pangsa pasar % | Perusahaan | Pangsa pasar % |
Bank Mandiri | 20 | OVO | 20 |
BCA | 19 | Bank Mandiri | 19 |
XL Axiata | 19 | GoPay | 19 |
BRI | 10 | DANA | 10 |
Telkomsel | 10 | BCA | 10 |
Bank Mega | 1,1 | BRI | 6,3 |
BNI | 1 | LinkAja | 5,8 |
Bank DKI | 0,8 | ShopeePay | 3,7 |
Indosat | 0,4 | BNI | 1,3 |
CIMB Niaga | 0,1 | Doku | 1,2 |
Sumber: BI
Akan tetapi, rencana bisnis Grab itu bukan tanpa halangan. Gojek juga akan memperkuat bisnis keuangannya, dan bahkan telah menyiapkan perubahan jajaran pimpinan alias chief level.
Co-CEO yakni Kevin Aluwi dan Andre Soelistyo akan berbagi tugas. Kevin akan berfokus memimpin layanan Gojek, sementara Andre mengomando lini bisnis pembayaran digital dan finansial.
Penguatan fokus manajemen ini efektif per Januari 2021. “Kami akan melanjutkan peran sebagai Co-CEO Gojek Group, namun masing-masing memiliki ruang lingkup dan tanggung jawab yang lebih spesifik ke depan,” kata Kevin dan Andre dalam pernyataan resminya, pekan lalu (18/11).
Itu bertujuan meningkatkan fokus dan kecepatan perusahaan dalam mengembangkan produk. Apalagi, layanan inti Gojek sudah mencetak margin kontribusi (margin contribution) positif pada 2020.
Nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV) juga tumbuh 10% menjadi US$ 12 miliar atau Rp 170 triliun sejak awal tahun. Transaksi GoPay meningkat 2,7 kali lipat secara tahunan (year on year/yoy) per Oktober.
“Guna terus mendorong pertumbuhan ini, kami harus memiliki struktur yang tepat untuk memastikan kesiapan perusahaan dalam menyongsong masa yang akan datang,” kata keduanya. “Ini waktu yang tepat untuk melihat kembali bisnis dan memastikan Gojek dapat berjalan semakin optimal.”
Bisnis keuangan digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, memang menggiurkan. Data perusahaan investasi asal Singapura, Temasek menunjukkan bahwa hampir separuh dari penduduk regional atau sekitar 200 juta belum memiliki rekening bank, tetapi paham layanan digital.
Sedangkan jumlah penduduk unbanked di Indonesia pada 2019 dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Selain itu, banyaknya UMKM yang belum tersentuh layanan keuangan. Peluang di Indonesia bahkan sangat besar, dengan 64 juta lebih UMKM.
Hal itu juga yang mendorong Tokopedia merambah bisnis fintech pembiayaan (lending) melalui Dhanapala. Perusahaan afiliasi ini bahkan sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Agustus 2019.
Dhanapala menyediakan pinjaman konsumtif Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. Tenor pinjamannya, mulai dari tiga bulan sampai enam bulan dengan bunga 2,99% per bulan.
Pelaku usaha juga bisa mengajukan pinjaman modal usaha hingga Rp 200 juta.
“Ke depan, Dhanapala akan terus berkolaborasi dan berinovasi untuk mempermudah para pelaku usaha di Indonesia, khususnya UMKM lokal, mengembangkan bisnis,” ujar VP of Corporate Communications Tokopedia sekaligus Komisaris Dhanapala Nuraini Razak kepada Katadata.co.id, September lalu (1/9).
Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy 2020’, unicorn di hampir seluruh sektor merambah bisnis keuangan baik pembayaran, asuransi, remitansi, investasi maupun pembiayaan. Ini tergambar pada bagan di bawah ini:
Partner and Leader, Bain and Company’s Southeast Asia Private Equity Practice Alessandro Cannarsi mengatakan, layanan keuangan digital merupakan sektor yang ‘hot’ dalam ekonomi digital di Asia Tenggara. “Konsumen dan UKM masif mengadopsi layanan ini pada 2020. Peningkatan ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata dia dalam acara virtual pemaparan e-Conomy 2020, Selasa lalu (24/11).
Namun, persaingan di antara para unicorn Indonesia bukan hanya pada layanan keuangan dan penjualan kebutuhan pokok. Shopee menyaingi Gojek dan Grab dengan masuk ke jasa pesan-antar makanan melalui Shopee Food.
Induknya, Sea Group juga mengakuisisi Foody Corporation untuk menyediakan layanan pesan-antar makanan dengan nama Now di Vietnam.
Tak sampai di situ, Gojek dan Grab juga bersaing dengan para unicorn e-commerce di sektor digitalisasi UMKM. Grab mempunyai GrabKios, sementara Gojek meluncurkan GoToko September lalu.
Sedangkan Bukalapak lebih dulu merambah sektor ini, dan memiliki enam juta mitra warung dan agen. Unicorn bahkan didukung oleh Microsoft untuk mengadopsi teknologi komputasi awan (cloud).
Tokopedia juga merambah bisnis online to offline (O2O) tersebut, dengan jutaan mitra. Perusahaan mengklaim, pendapatan mitra meningkat dua kali lipat setelah bergabung.
Selain itu, Gojek dikabarkan bakal meluncurkan layanan baru melalui Moka yang diberi nama GoStore. Produk ini disebut-sebut bakal menghubungkan bisnis pelaku UMKM dengan media sosial, yang konsepnya mirip dengan social commerce.
Pada situs Mokaposhelp.zendesk.com, GoStore merupakan etalase yang memungkinkan pedagang membuat toko online sendiri dan terhubung ke media sosial untuk menjangkau lebih banyak pengguna. Moka merupakan startup kasir digital (point of sale/POS) yang diakuisi Gojek pada April lalu.
Meski begitu, pada situs Moka dijelaskan bahwa GoStore memungkinkan pengguna untuk membayar dan menerima pesanan langsung dari media sosial. Platform ini akan didukung beragam layanan pembayaran seperti kartu debit dan kredit, serta dompet digital (e-wallet). Selain itu, difasilitasi jasa pengiriman instan.
Jika Gojek benar meluncurkan GoStore, maka layanannya yang berfokus mendukung UMKM semakin lengkap. Decacorn ini memiliki GoBiz, aplikasi untuk mengelola bisnis.
GoBiz menyediakan fitur sistem kasir atau POS, promosi, monitor penjualan melalui dasbor digital, pengiriman makanan via GoFood, dan pembayaran dari GoPay. Platform ini digunakan oleh 600 ribu lebih merchant.
Kemudian, Bukalapak menyediakan beragam layanan baru layaknya aplikasi super (superapp), seperti Gojek dan Grab. Produk anyar ini di antaranya agregator logistik, pencarian hunian, konsultasi hukum, fintech hingga Agen Penjual Reksa Dana (APERD).
Beda Superapp Indonesia dan Tiongkok
Founding Managing Partner Insignia Ventures Partners Yinglan Tan mengatakan, pengembangan superapp di Tiongkok dan Asia Tenggara berbeda. Di Negeri Panda, biaya pengembangan bisnisnya sangat mahal.
“Ini membutuhkan pengembangan aplikasi super sesuai selera lokal dari setiap pasar baru. Selain itu, membentuk tim lokal untuk mendorong distribusi dan operasi, sambil bersaing dengan pemain lokal untuk setiap layanan yang ditawarkan,” kata Tan dikutip dari Kr-Asia, September lalu (6/9).
Raksasa teknologi Tiongkok seperti WeChat dan Alipay menerapkan strategi program mini atau aplikasi kecil di dalam platform asli, yang dapat diakses sesuai permintaan untuk melakukan berbagai fungsi. Di regional, sebagian besar mengembangkan layanan sendiri (in-house) atau akuisisi.
Tan menilai, model ‘hiper-vertikal’ lebih cocok di Asia Tenggara. Alih-alih menangani banyak sektor dalam satu aplikasi, platform hiper-vertikal berfokus pada layanan yang berkaitan dengan produk utama.
"Ini cara bagi perusahaan teknologi di kawasan untuk mengukir kepemimpinan pasar dengan menelusuri apa yang mereka kuasai, daripada ‘menembak dalam kegelapan’," kata Tan, "Ini mengurangi kesulitan dan risiko di tengah usaha menantang dari ekspansi regional.”
Ia mencontohkan Tokopedia yang masuk ke bisnis fintech lending dan layanan percetakan, Tokopedia Print. “Mengembangkan aplikasi super adalah tentang menciptakan opsionalitas bisnis,” ujar Tan.
Peneliti Morgan Stanley Mark Goodridge memperkirakan, ukuran pasar superapp di Asia Tenggara sekitar US$ 4 miliar. Nilainya diprediksi meningkat hampir enam kali lipat menjadi US$ 23 miliar pada 2025.
Dia menilai, masa depan aplikasi super akan didorong oleh fintech, bank digital, dan e-commerce. Namun, berbagi tumpangan (ride-hailing) dan pesan-antar makanan tetap menjadi yang utama.
Meski begitu, para startup jumbo ini membutuhkan kucuran dana yang besar untuk mengembangkan bisnis. Lalu, apa keuntungan bagi investor? Morgan Stanley mencontohkan superapp Tiongkok. “Pengembalian investasinya diproyeksikan tumbuh 20% selama beberapa tahun ke depan,” demikian dikutip dari situs EDB Singapura, Juli lalu (20/7).
Untuk berbagi tumpangan, perusahaan diprediksi meraup untung rerata 10 tahun. Untuk pesan-antar makanan 11 tahun. Lalu, e-commerce sekitar lima sampai tujuh tahun.
“Tetapi poin utamanya yakni, karena pasar menjadi lebih rasional dan pemain terus mengembangkan skala yang lebih besar, profitabilitas dapat dicapai,” demikian dikutip.