Mengenal SPAC, 'Kendaraan' Tokopedia untuk Tembus Bursa Saham AS
- Tokopedia dikabarkan mengkaji merger dengan perusahaan SPAC Bridgetown untuk bisa IPO di AS
- IPO skema SPAC yang populer di Amerika dan Eropa diprediksi ramai di Asia Tenggara dalam waktu dekat
- Pendiri Bridgetown disebut-sebut punya saham minoritas di Tokopedia
Kabar merger Tokopedia dengan Bridgetown Holdings Ltd diperkirakan merupakan bagian dari rencana penawaran saham perdana ke publik atau IPO startup e-commerce ini. Sedangkan aksi korporasi melalui kendaraan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC) yang tak umum di Indonesia.
Bridgetown Holdings Ltd merupakan SPAC milik miliarder Richard Li dan Peter Thiel. Perusahaan ini melantai di bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Oktober lalu dan menghasilkan US$ 550 juta.
Tokopedia tidak berkomentar mengenai kabar mengkaji merger dengan Bridgetown. Akan tetapi, “SPAC merupakan salah satu opsi yang potensial yang bisa kami pertimbangkan. Namun, belum ada yang kami putuskan untuk saat ini,” kata perwakilan Tokopedia kepada Katadata.co.id, Rabu lalu (16/12).
Unicorn Tanah Air itu memang berencana IPO. “Kami telah menunjuk Morgan Stanley dan Citi sebagai penasihat dalam hal ini. Saat ini, kami belum memutuskan pasar dan metode untuk ini,” ujar dia.
Sedangkan Presiden Tokopedia Patrick Cao pernah menyampaikan, perusahaan berencana IPO di dua bursa dalam tiga tahun ke depan, salah satunya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan opsi lainnya yakni AS.
“Saya pikir (bursa AS) memiliki kedalaman paling dalam terkait likuiditas, keahlian di bidang teknologi serta penelitian,” kata Patrick di sela-sela acara Nikkei Forum Innovative Asia dikutip dari Nikkei Asian Review, Januari lalu (17/1).
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani menilai, peluang startup Indonesia IPO lewat skema SPAC cukup menjanjikan. “Namun perlu diperhatikan sudut pandang sektor dan model bisnis yang menarik bagi potential investor di bursa terkait,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (18/12).
IPO merupakan salah satu bentuk dari exit strategy perusahaan rintisan. Cara lainnya yakni merger dan akuisisi. Exit strategy merupakan tujuan akhir perusahaan modal ventura untuk mendulang untung dari startup yang mereka danai.
Di Indonesia, BEI menyiapkan dua inisiatif untuk mendorong perusahaan dengan nilai aset skala kecil hingga menengah, termasuk startup, mau IPO. Pertama, membentuk papan akselerasi pada tahun lalu.
Saat ini, ada lima emiten yang menjadi konstituen papan akselerasi itu. Mereka di antaranya Tourindo Guide Indonesia, Prima Globalindo Logistik, Planet Properindo Jaya, Boston Furnitures Industries, dan Cashlez Worldwide Indonesia. Cashlez merupakan startup teknologi finansial (fintech).
Inisiatif kedua yakni mengembangkan ruang inkubasi, IDX incubator. Ada 62 startup binaan di Jakarta, 27 di Surabaya, dan 24 di Bandung.
Namun, berdasarkan riset Dealroom, Finch Capital dan MDI Ventures yang dirilis September lalu, lanskap exit strategy startup di Asia Tenggara sejak 2015 sebagian besar berupa merger dan akuisisi. Target utamanya yakni perusahaan di sektor pembayaran dan manajemen investasi.
Contoh di Indonesia yakni Gojek mengakuisisi Kartuku pada 2017 dan Moka pada April lalu. Decacorn Tanah Air ini juga mengambil alih Coins.Ph di Filipina pada 2019.
Kemudian OVO mengakuisisi Taralite dan menggaet Bareksa pada Maret-April tahun lalu. Sedangkan Grab mengambil alih Kudo pada 2017.
Dealroom, Finch Capital dan MDI Ventures memperkirakan, tren merger dan akuisisi meningkat pada 2020 hingga 2023. Namun fokusnya pada startup asuransi (insurtech) dan penyedia solusi bisnis tahun ini.
Akan tetapi berbeda dengan para unicorn dan decacorn Tanah Air. Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak menyatakan bersiap untuk IPO.
Gojek dikabarkan akan merger dengan Grab, baru kemudian IPO. Sedangkan Tokopedia disebut-sebut mengkaji merger dengan Bridgetown untuk melantai di bursa AS.
Edward menilai investor akan tertarik jika Tokopedia IPO melalui SPAC. “Ini karena sudah ada preseden sebelumnya yakni Sea Group,” ujar dia.
Induk Shopee tersebut terdaftar di bursa saham Singapura, Frankfurt, Jerman, dan New York, AS. “Model bisnisnya sama dengan Tokopedia. Posisi unicorn Indonesia juga tidak kalah dibandingkan Shopee,” kata dia.
Sedangkan angka kunjungan ke platform Shopee dan Tokopedia di Indonesia dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Saat ini, kapitalisasi pasar Sea Group hampir US$ 100 miliar. Sedangkan merger Tokopedia dan Bridgetown disebut-sebut akan menghasilkan valuasi US$ 8 hingga US$ 10 miliar. “Ini dianggap potensial oleh investor di sana (AS),” katanya.
Meski begitu, peran sponsor SPAC sangat penting untuk menunjang kredibilitas dan jaringan ke investor. “Ini sama dengan posisi emiten menunjuk penjamin emisi (underwriter) yang tepat,” kata dia.
SPAC Tren di AS dan Eropa, tapi Asing di Indonesia
Akan tetapi, IPO melalui SPAC masih asing di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. SPAC disebut perusahaan cek kosong karena tidak memiliki operasi apa pun. Perusahaan jenis ini merupakan sarana investasi yang dibuat khusus untuk mengumpulkan dana para orang kaya.
Selanjutnya, dana itu dipakai untuk membiayai peluang merger atau akuisisi dalam jangka waktu yang ditetapkan. Tapi, target perusahaan yang dimerger atau diakuisisi biasanya belum diidentifikasi.
SPAC dibentuk oleh sponsor, yang terdiri dari seseorang atau tim dengan pengalaman bisnis yang signifikan. Biasanya, sponsor diberi waktu dua tahun untuk mencari dan mengumumkan akuisisi. Jika tidak, SPAC akan dibubarkan dan pemegang saham mendapatkan uang mereka kembali.
Ketika sponsor menemukan perusahaan yang akan diakuisisi, mereka kemudian menegosiasikan persyaratan seperti harga pembelian atau penilaian. Setelah ada kesepakatan, proses ‘de-SPAC’ atau mengusulkan target akuisisi kepada pemegang saham dimulai.
Pemegang saham awal memiliki kesempatan untuk memberikan suara terkait akuisisi. Ini memberi mereka peluang lain, jika tidak menyukai perusahaan yang bakal diakuisisi. Mereka juga dapat menebus saham untuk mendapatkan uang kembali.
Sedangkan sponsor memperoleh 20% saham SPAC. Cara tersebut populer di Eropa dan AS belakangan ini. Padahal, sudah dikenal sejak 1990-an.
Secara global, jumlah IPO SPAC pada tahun ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan total setahun penuh 2019. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Edward menilai, startup dengan valuasi US$ 100 juta atau centaur dan unicorn Indonesia cukup berpotensi untuk IPO dengan skema SPAC. “Sudah sizeable dan rata-rata memiliki growth mindset,” kata dia. Hanya ia menyadari, aksi korporasi dengan cara ini belum populer di Tanah Air.
Direktur pelaksana di Goldman Sachs Andy Tai menilai, SPAC menjadi cara menjanjikan bagi startup Indonesia untuk IPO. “Ketika diakuisisi maka akan menjadi perusahaan publik di AS. Ada internal kontrol dan akuntabilitas yang sangat kuat,” kata dia saat wawancara melalui podcast dengan Pendiri Gizmo Advisors dan mitra Alpha JWC Ventures Alan Hellawell, Oktober lalu (9/10).
Di negara lain di Asia Tenggara, SPAC pun belum populer. Mitra Altara Ventures Dave Ng menilai, perusahaan di regional lebih memilih IPO konvensional, dengan roadshow untuk mengumpulkan dana. “Ini memproyeksikan citra atau merek positif,” kata dia dikutip dari e27, September lalu (25/9).
Meski begitu, SPAC menyajikan kecepatan untuk IPO. Ini karena korporasi yang diakuisisi otomatis menjadi perusahaan publik. Selain itu, dinilai sebagai cara yang bagus untuk memperkenalkan likuiditas bagi perusahaan teknologi.
“Oleh karena kelebihan ini, orang semakin beralih ke SPAC sebagai alternatif,” kata Dave.
Managing Partner Golden Gate Ventures Vinnie Lauria pun menilai, SPAC menawarkan lebih banyak jalan keluar dan likuiditas bagi perusahaan di Asia Tenggara (SEA). Ini juga merupakan validasi yang bagus dari potensi jangka panjang untuk ekonomi kawasan, para pendiri dan karyawan startup, serta investor.
Hal senada disampaikan oleh Senior Associate di White Star Capital Sanjay Zimmermann. “Setelah melihat lebih dari 100 SPAC muncul di Amerika Utara awal tahun ini, kami tidak terkejut jika ini fokus ke Asia Tenggara. Kami menyambut baik inisiatif ini, yang akan memberikan jalan alternatif menuju likuiditas dan akses ke pasar publik,” katanya.
Principal di Saison Capital yang berbasis di Singapura, Chia Jeng Yang pun menilai bahwa SPAC dapat menjadi cara terbaik untuk menyeimbangkan eksposur investor global ke regional. Selain itu, memungkinkan perusahaan teknologi untuk berfokus membangun masa depan.
Namun, Managing Partner Morphosis Capital Partners Sergei Filippov memperkirakan, SPAC tidak akan banyak masuk ke Asia Tenggara. Ini karena banyak perusahaan rintisan di kawasan ini yang masih pada tahap awal.
“Tapi masih terlalu dini untuk memperkirakan. Mari kita lihat bagaimana uang ini akan digunakan,” kata dia.
Kans Tokopedia Merger dengan Bridgetown
Salah satu startup Asia Tenggara yang dikabarkan bakal IPO lewat skema SPAC yakni Tokopedia. Pendiri Bridgetown Richard Li disebut-sebut memiliki saham minoritas di unicorn Tanah Air ini.
Berdasarkan penelusuran D-Insights atas prospektus Bridgetown kepada regulator bursa AS, Securities and Exchange Commission (SEC), Richard merupakan pemegang saham beberapa entitas raksasa.
Melalui perusahaan investasinya, Pacific Century Group, Richard masuk ke FWD Group Ltd dan Legendary Pictures. Ia juga tercatat sebagai investor awal Tencent. Selain itu, dikabarkan sudah lama tertarik dengan Tokopedia.
Taipan Hong Kong itu pun menunjuk CEO Pacific Century Daniel Wong sebagai anggota dewan direksi Tokopedia. Daniel mewakili Pacific Century memimpin pendanaan seri D untuk Tokopedia pada Juni 2013.
Sedangkan miliarder Peter Thiel merupakan pemilik Bridgetown, melalui perusahaan investasi Thiel Capital. Ia juga investor terkenal di Silicon Valley yang ikut mendirikan PayPal dan Palantir Technologies Inc.
Ia juga berinvestasi di Facebook Inc, LinkedIn, Yelp, Stripe, Brex, Trumid, SoFi, SpaceX, Spotify, Airbnb, dan Qoo10.
Fakta lainnya, IPO Bridgetown yang menghasilkan US$ 550 juta pada Oktober lalu, mengonfirmasi dugaan bahwa perusahaan ini dibentuk khusus untuk mengakuisisi Tokopedia. Dalam prospektus, perusahaan menyatakan fokus bisnisnya yakni sektor teknologi, jasa keuangan, atau media di Asia Tenggara.
Jika Bridgetown jadi merger, ambisi Tokopedia untuk mengumpulkan dana hingga US$ 1 miliar sebelum IPO pada 2023 akan terwujud. Merger juga memungkinkan IPO di dua bursa atau dual listing yakni di AS dan Indonesia.