Facebook Akan Ganti Nama dan Reorganisasi Perusahaan Seperti Google

Fahmi Ahmad Burhan
21 Oktober 2021, 11:19
facebook, instagram, whatsapp, google
123RF.com
Ilustrasi. Facebook tengah gencar bertransformasi untuk menjadi 'perusahaan metaverse' dalam lima tahun ke depan.

Pada Agustus lalu, raksasa teknologi asal AS itu meluncurkan aplikasi terkait metaverse bernama Horizon Workrooms. Berdasarkan pengujian, pengguna menggunakan headset Oculus Quest 2 untuk menggelar berbagai pertemuan virtual. Nantinya, peserta hadir dalam versi avatar.

Selain memperluas lini bisnis, dengan mengubah nama, Facebook juga ingin memperbaiki citra. Sebab, sebagai perusahaan media sosial, Facebook banyak menghadapi kritik.

"Saya pikir merek Facebook mungkin tidak akan lagi menjadi besar, mengingat semua peristiwa dalam tiga tahun terakhir atau lebih," kata James.

Profesor pemasaran di University of Leeds Shankha Basu juga mengatakan, nama baru sebagai induk perusahaan nantinya akan memberikan kesan yang lebih baik. "Memiliki merek induk yang berbeda akan menjaga agar asosiasi negatif ini tidak dialihkan ke merek baru, atau merek lain yang ada dalam portofolio," katanya.

Beberapa pekan terakhir, Facebook memang telah menghadapi kritik menyusul laporan dari Wall Street Journal berdasarkan dokumen internal yang diberikan oleh mantan karyawannya Frances Haugen. Laporan ini menunjukkan bahwa Instagram dapat memiliki efek negatif bagi kesehatan mental anak muda.

Haugen bersaksi di depan Kongres pada dua pekan lalu (5/10) mengenai laporan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa raksasa teknologi itu memanfaatkan algoritme untuk menghasilkan banyak konten ujaran kebencian yang disukai oleh pengguna.

Ia mengklaim, algoritme yang diluncurkan pada 2018 itu mengatur konten yang dilihat oleh pengguna pada platform yang dikelola Facebook. Algoritme akan mendesain sedemikian rupa guna mendorong keterlibatan orang di platform tersebut.

Berdasarkan analisis perusahaan, keterlibatan yang paling banyak terjadi yakni menanamkan rasa takut dan benci pada pengguna. Menurut Haugen, seiring waktu, algoritme yang berjalan di Facebook juga mengarah pada konten kemarahan dan kebencian.

Konten-konten yang banyak dibagikan oleh pengguna antara lain informasi yang salah, toksisitas, dan konten kekerasan.

Di depan publik, Facebook acap kali mengatakan akan menginvestasikan dana untuk menjaga konten dari ujaran kebencian. Namun, Haugen tidak meyakini pernyataan itu. "Facebook lebih memilih untuk mengoptimalkan kepentingan sendiri, seperti menghasilkan lebih banyak uang," katanya, dua pekan lalu (4/10).

Tidak hanya Haugen, mantan data scientist Facebook Sophie Zhang juga mengungkap kebobrokan Facebook. Zhang mengatakan Facebook memecat dirinya tahun lalu setelah tiga tahun bekerja. Zhang menyampaikan, ia dipecat karena masalah kinerja.

Ketika dipecat oleh Facebook, ia menulis memo dan memerinci apa yang dilakukan oleh perusahaan selama ini. Memo itu pertama kali dilaporkan tahun lalu oleh BuzzFeed News dan kemudian menjadi sumber serangkaian laporan The Guardian.

Menurut memo tersebut, Facebook tidak berbuat cukup dan terkesan membiarkan konten ujaran kebencian serta hoaks berseliweran di platform, terutama di negara berkembang.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...