Rapuhnya Ketahanan Energi RI yang Didominasi Bahan Bakar Fosil

Image title
29 Januari 2021, 17:34
ketahanan energi, energi, migas, skk migas, energi baru terbarukan, kementerian esdm
123rf
Ilustrasi. Ketahanan energi RI dinilai rapuh karena mayoritasi berasal dari bahan bakar fosil.

Karena itu, opsi terbaiknya adalah pemerintah menggenjot energi baru terbarukan atau EBT. Tidak perlu lagi perdebatan teknis soal ini karena energi bersih di beberapa negara sudah terbukti dapat dimanfaatkan sampai skala gigawatt. “Tinggal bagaimana pemerintah menyiapkan regulasi yang tepat,” katanya. 

Pengamat energi Universitas Gadjah Mada Fahmi Radi mengatakan ketersediaan bahan bakar fosil Indonesia saat ini telah terpenuhi. BBM dan elpiji mayoritas berasal dari impor. Untuk pasokan listrik, bahan bakar pembangkit saat ini berasal dari batu bara. Produksi domestik mampu mencukupinya. “PLN juga sudah mulai melakukan konversi ke energi ramah lingkungan,” kata Fahmi

Masalah utama yang dihadapi saat ini adalah pengembangan energi terbarukan. Harga keekonomiannya masih lebih mahal ketimbang bahan bakar fosil. Pemerintah perlu mengatasi masalah tersebut dengan memberikan berbagai insentif dan subsidi. 

HARGA BATU BARA ACUAN TURUN
Ilustrasi penambangan batu bara.  (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.)

Ketahanan Energi RI Dinilai Rapuh

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menilai ketahanan energi Indonesia cukup rapuh saat ini. Kebutuhannya sangat bergantung pada energi fosil yang jumlahnya terbatas. Sebagian besar energi primer tak mampu dipenuhi dari dalam negeri. Pemerintah terpaksa melakukan impor, seperti BBM dan elpiji. 

Hanya batu bara saja, energi fosil yang konsumsinya mampu terpenuhi dari domesik. Namun, komoditas ini tak ramah lingkungan. Sebagian besar dialokasikan untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU yang berkontribusi besar terhadap peningkatan emisi karbon. 

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah memakai energi terbarukan. Potensinya sangat besar di Indonesia tapi pemanfaatannya belum Sampai 10%.  

Dana untuk mengejar target bauran energi sebesar 29% di 2030 mencapai Rp 1.500 triliun. Sedangkan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN saja sekitar Rp 2 ribu triliun. “Bagaimana bisa terpenuhi sendiri? Peran swasta harus didorong,” kata Surya.

Target bauran energi terbarukan untuk tahun ini adalah 14,52%. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan angka itu cukup menantang. Pasalnya, target tahun-tahun sebelumnya belum tercapai.

Prioritas untuk 2021, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan memastikan operasional pembangkit energi terbarukan terlaksana. Beberapa pembangkit sempat tertunda pembangunannya karena pandemi Covid-19. “Bisa dilakukan percepatan dan ada yang memang sudah direncanakan beroperasi tahun ini,” ucap Dadan. 

Upaya jangka pendek lainnya adalah mempercepat implementasi komersial co-firing biomassa termasuk sampah kota pada pembangkit pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU. Pemerintah juga mendorong pembangkit listrik tenaga diesel alias PLTD milik PLN di daerah energi terbarukan. Target konversi ini sekitar 700 megawatt.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...