Tak Terapkan Co-firing, PLTU Tanjung Jati Terkendala Masalah Teknologi

Muhamad Fajar Riyandanu
4 Juli 2022, 18:00
pltu tanjung jati, co firing, bio mas
Katadata/Muhammad Fajar Riyandanu
PLTU Tanjung Jati belum mengimplementasikan co-firing biomassa dengan batu bara karena boiler yang tidak sesuai serta kendala pasokan biomassa.

"Kami tidak pasang target karena jika kami buat target akan menyusahkan mereka (PLTU Tanjung Jati B), karena sebagai perusahaan mereka pasti punya kebijakan sendiri. Tetapi kami juga memantau komitmen mereka," kata Sujarwanto.

Adapun pengawasan komitmen yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Tengah yakni menjalin komunikasi dengan pemerintah kapubaten dan kota untuk memasok bahan bakar biomassa ke PLTU.

Sujarwanto menambahkan, saat ini pihak Pemerintah Kabupaten Jepara sudah mengajukan perencanaan untuk mendirikan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) atau pencacahan dan pengeringan sampah domestik untuk menjadi bahan bakar. "Jepara sudah mencapai tahap menbuat perencanaan untuk pendirian RDF," ujarnya.

Kontribusi Co-firing Turunkan Emisi Karbon Minim

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Service Reform (IESR), Marlistya Citraningrum menyebut metode co-firing tak berpengaruh terhadap penurunan emisi karbon yang dihasilkan dari proses kerja PLTU.

Dia menilai, selain pengurangan emisi yang tak terlalu signifikan, metode co-firing harus memperhitungkan sisi suplai bahan baku yang belum cocok dengan spesifikasi mesin PLTU dan harga yang belum ekonomis.

Citra juga menyoroti pola pikir yang bertujuan membangun Hutan Tanam Energi untuk menjamin ketersediaan pasokan biomassa. "Ini mereka nanti tanam pohon di hutan lalu menggunduli hutan, jadi malah bertentangan dengan aspek land use emission-nya," kata Citra saat dihubungi pada Senin (4/7).

Dia menegaskan, satu-satunya cara untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU adalah melakukan pensiun dini PLTU.

"Ganti dengan energi terbarukan. Paksa PLTU yang seharusnya umurnya 40 tahun, kita paksa pensiun di umur 15 sampai 20 tahun. Langsung disetop operasinya, supaya energi terbarukan bisa langsung masuk mengganti," kata Citra.

Citra mengakui bahwa upaya pemensiunan dini membutuhkan dana yang besar dan akan menimbulkan resistensi dari sejumlah pihak. Akan tetapi, ujar Citra, lembaga keuangan seperti Asian Development Bank (ADB) dengan mekanisme energy transition mechanism (ETM).

Dilansir dari laman ADB, ETM adalah pendekatan transformatif dengan cara pembiayaan gabungan yang berupaya mempercepat waktu penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada, kemudian menggantikannya dengan kapasitas pembangkitan listrik yang bersih.

Mekanisme ini terdiri atas dua pembiayaan: Pembiayan pertama dikhususkan untuk penutupan lebih dini atau pengalihan fungsi pembangkit listrik tenaga batu bara dengan jadwal yang dipercepat.

Sedangkan pembiayaan kedua berfokus pada investasi pada pembangkitan, penyimpanan, dan peningkatan jaringan listrik untuk energi bersih yang baru. "Sebenarnya banyak yang berminat untuk membiayai pemensiunan dini PLTU ya, yang belum disepakati adalah berapa harganya," tukas Citra.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...