Menelaah Dampak Quiet Quitting dan Cara Mencegahnya

Annisa Fianni Sisma
19 Oktober 2022, 23:34
Quiet Quitting
Freepik
Ilustrasi, sekelompok karyawan tengah berdiskusi.

Mendengarkan karyawan dan memvalidasi perasaan, serta pengalaman mereka, bisa sangat membantu mencegah anggota tim untuk melakukan quiet quitting.

Empati adalah alat yang ampuh dalam memerangi quiet quitting. Ketika karyawan merasa bahwa atasan tidak memahami mereka dan memikirkan kepentingan terbaik mereka, maka karyawan cenderung tidak mengambil tindakan sendiri dan menghilang dengan cara quiet quitting.

Pertemuan dan percakapan rutin dengan karyawan adalah awal yang baik untuk strategi ini, dan berlatih mendengarkan secara aktif akan membuat metode ini menjadi lebih efektif.

  • Menetapkan Batasan yang Jelas

Quiet quitting memungkinkan karyawan untuk menetapkan batasan, dan mencegah rekan kerja atau manajer untuk melangkahi dan mengganggu waktu pribadi. Sebelum karyawan menggunakan reaksi ekstrem ini, manajer dapat memperkuat batasan tersebut.

Beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain menekankan bahwa menjawab panggilan atau email setelah jam kerja adalah hal yang opsional, kecuali jika benar-benar mendesak. Hal ini diikuti dengan mengembangkan cara untuk menandai pesan sebagai mendesak, dan menentukan pedoman tentang apa yang merupakan keadaan darurat setelah jam kerja yang tepat.

Lalu, memberi reward kepada karyawan yang bersedia lembur, dengan mengizinkan mereka pulang lebih awal di hari lain. Selain itu, menciptakan sistem pengaduan yang aman, agar karyawan dapat berkeluh-kesah mengenai rekan kerja yang terlalu menekan.

  • Mengakui Kinerja Karyawan

Ketika pekerjaan tidak diperhatikan dan tidak dipuji, karyawan merasa mereka bisa berhenti tanpa kepemimpinan yang bijaksana atau peduli, dan mereka sering benar. Dengan kata lain, karyawan berpikir, "jika tidak ada yang peduli, mengapa mencoba?"

Dengan mengakui dan memberikan penghargaan kepada karyawan untuk pekerjaan yang menonjol, manajer menunjukkan kepada seluruh tim, bahwa apa yang mereka lakukan penting bagi organisasi. Selain itu, karyawan yang menerima visibilitas dan pengakuan cenderung tidak mengambil langkah quiet quitting.

  • Memantau Perubahan Suasana Hati dan Perilaku Karyawan

Seringkali orang yang mengambil sikap quiet quitting, umumnya bukanlah orang yang berkinerja buruk, tetapi orang yang berkinerja tinggi, namun kecewa.

Jika karyawan yang berdedikasi mulai menunjukkan sikap tidak antusias, maka ini patut diperhatikan. Penurunan produktivitas atau antusiasme yang tiba-tiba, dapat menjadi tanda bahaya bahwa masalah sedang terjadi.

Ketika karyawan yang sebelumnya aktif, tiba-tiba diam dalam rapat, dan kontributor utama tiba-tiba tidak dapat ditemukan, maka manajer harus menggali akar masalahnya.

Perilaku ini mungkin tidak menunjukkan sinyal quiet quitting, karena karyawan tersebut mungkin hanya perlu istirahat untuk memulihkan tenaga, atau mungkin menghadapi kesulitan pribadi. Terlepas dari itu, penting untuk menyadari keadaan karyawan dan mengawasi anggota tim yang bertindak di luar karakter.

2. Cara Mencegah Quiet Quitting dari Dalam Diri Karyawan

Alih-alih melakukan quiet quitting, jika sedang merasa frustasi terhadap beban kerja, serta kompensasi yang kurang, sebaiknya karyawan tetap berusaha bertanggung jawab dan bekerja dengan baik. Namun, apabila kondisi semakin buruk, maka terdapat cara sehat daripada menerapkan quiet quitting.

  • Bekerja Secara Efisien dan Efektif

Jika merasa jenuh dan ingin sekali melakukan quiet quitting, maka solusi baik yang dapat diterapkan adalah bekerja secara efisien. Maksimalkan waktu dengan bekerja seefektif dan sefisien mungkin sehingga karyawan tetap memiliki waktu tersisa untuk mengistirahatkan diri.

Dengan cara ini, karyawan pun bekerja secara optimal dan kejenuhan dapat berkurang. Selain itu, waktu untuk diri sendiri pun lebih banyak.

  • Lakukan Olahraga dan Meditasi

Melakukan relaksasi dan olahraga rutin dapat membantu mengurangi stress. Meditasi juga membantu pikiran agar lebih fokus, sehingga lebih tenang dalam menerima kondisi tertentu.

  • Ciptakan Rasa Kepemilikan dan Hubungan yang Baik

Perasaan awal munculnya quiet quitting, adalah tidak dihargai oleh orang lain dan terlalu banyak bekerja. Kondisi seperti itu tentu saja tidak diinginkan. Namun, jika karyawan melakukan quiet quitting, maka ia pun tidak akan mendapatkan penghargaan dari pihak lain.

Ketimbang melaksanakan quiet quitting, karyawan dapat menciptakan rasa memiliki dengan kantor dan pekerjaan. Caranya, dengan membangun hubungan baik dengan seluruh aspek pekerjaan, sembari mencari tahu alasan burn out sebenarnya.

  • Bicarakan dengan Atasan

Jika karyawan telah melakukan beberapa solusi di atas, tapi masih merasa jenuh dan terus menerus merasa kelelahan, mungkin ada baiknya membicarakan faktor quiet quitting dengan atasan. Dengan membicarakannya, karyawan mampu mengutarakan kondisi dan atasan memahami persoalan, sehingga keduanya pun dapat menemukan solusi.

Orang lain termasuk atasan tidak akan tahu permasalahan karyawan jika karyawan tidak membicarakannya. Oleh karena itu, ada baiknya menemukan solusi bersama. Pekerjaan pun dapat terlaksana dengan mudah dan semangat pekerja pun terjaga dengan baik.

  • Mengambil Cuti

Jika setelah berkomunikasi, pastinya akan muncul solusi dan titik temu. Namun jika tidak, mungkin ada baiknya mengambil waktu istirahat terlebih dahulu untuk menenangkan diri.

Tidak ada salahnya untuk mengambil waktu dan menyelami diri sendiri. Memahami diri sendiri juga penting agar benar-benar mengerti apa yang dibutuhkan oleh diri sendiri.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...