Jejak Bisnis Timah di Bangka Belitung, dari Era Kolonial hingga Kini

Image title
3 April 2024, 10:00
Timah
Dok. PT Timah Tbk
Ilustrasi, pekerja PT Timah Tbk menunjukkan hasil produksi berupa batangan logam timah.

Meski demikian, upaya tersebut tidak berhasil, karena perang terjadi dimana-mana. Dari Muntok sampai Pangkal Pinang, bergejolak dalam kronik perang revolusi mempertahankan kemerdekaan. Belanda pun akhirnya menyerah menguasai Indonesia, dan penambangan timah kemudian diserahkan ke pemerintah Indonesia pada 1953.

Pada periode 1952-1958, tiga perusahaan pertambangan timah peninggalan Hindia Belanda dinasionalisasi menjadi tiga perusahaan negara. Tin Winning Bedrijft menjadi PN Tambang Timah Bangka, Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton menjadi PN Tambang Timah Belitung, dan Singkep TIN Exploitatie Maatschappij menjadi PN Tambang Timah Singkep.

Untuk memperkuat pengawasan dan mengkoordinasikan kerja tiga PN tersebut, pemerintah membentuk Badan Pimpinan Umum atau BPU Timah. Pembentukannya dilakukan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 87 tahun 1961, yang disahkan pada 17 April 1961.

Pada 1968 BPU Timah dan tiga perusahaan negara di bidang pertambangan timah, serta Projek Peleburan Timah Muntok atau PELTIM dilebur menjadi satu perusahaan baru, bernama PN Tambang Timah.

Dasar hukum peleburannya, adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1968 tentang Pendirian Perusahaaan Negara Tambang Timah, yang disahkan pada 5 Juli 1968. Peleburan dilaksanakan dalam rangka mempertegas struktur dan prosedur kerja, memperlancar dan meningkatkan produksi.

Tugas dan fungsi perusahaan baru ini, meliputi bidang eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, peleburan, pemurnian, dan pemasaran bahan-bahan galian tambang timah. PN Tambang Timah dipimpin dan dikendalikan oleh direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama, yang dibantu oleh beberapa orang direktur.

PN Tambang Timah kemudian bertransformasi menjadi perseroan terbatas atau PT melalui Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1976 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara Tambang Timah. Beleid ini disahkan pada 24 Januari 1976. Sejak saat itu, berdirilah PT Timah (Persero) yang kemudian melepas saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 1995 dan menjadi PT Timah Tbk.

PT Timah Tbk yang merupakan perusahaan tambang timah terbesar di Indonesia, menghasilkan mayoritas produksi timah Indonesia. Pada 2019 misalnya, lebih dari 95% timah Indonesia dihasilkan oleh perusahaan ini.

Dalam kancah global, PT Timah Tbk merupakan satu dari tiga perusahaan produsen timah dunia pada kurun waktu 2013-2019. Bahkan, pada 2019, dengan total produksi mencapai 76.400 ton, perusahaan menjadi pemasok timah terbesar dunia. Dua perusahaan utama dunia lainnya, adalah Unnan Tin dari Cina dan Malaysia Smelting Corp.

PT Timah Tbk memiliki hak penambangan timah seluas 522.460 hektar dengan 114 kuasa pertambangan atau KP. Tambang timah tersebut, termasuk tambang di darat (onshore), maupun di laut (offshore).

Kantor pusat PT Timah Tbk, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung
Kantor pusat PT Timah Tbk, Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung (Dok. PT Timah Tbk)

Masuk Milenia Ketiga, Menjamurnya Pertambangan Ilegal

Selama masa pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, masyarakat tidak bisa menambang sembarangan. Sebab, semua hal yang berkaitan dengan penambangan timah di Bangka dikuasai penuh oleh PT Timah Tbk. Namun, semuanya berubah di masa Reformasi.

Memang, dua tahun pertama sejak Presideo Soeharto mengundurkan diri tidak ada perubahan yang berarti pada bisnis timah di Bangka dan Belitung. Namun, memasuki milenia ketiga atau mulai 2000, banyak tambang timah muncul, karena siapapun dapat menambang dengan bebas. Sehingga, muncul istilah tambang inkonvensional, alias tambang timah yang tidak dikelola negara.

Pada dekade 2000-an, kebun-kebun yang sebelumnya merupakan lahan pertanian dan perkebunan berganti fungsi menjadi pertambangan timah. Parahnya, banyak tambang inkonvensional tidak mengindahkan aturat ketat yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait limbah pembuangan timah dan reklamasi.

Membludaknya aktivitas penambangan timah oleh masyarakat, tidak diiringi dengan kesadaran pembuatan fasilitas pengolahan limbah. Akibatnya, limbah timah dibuang ke sungai-sungai, dan lahan-lahan bekas tambang yang sudah tidak berproduksi lagi pun dibiarkan begitu saja. Bahkan, lahan eks tambang PT Timah Tbk yang sudah direklamasi pun, dibuka kembali oleh para penambang illegal.

Keberadaan tambang ilegal inilah yang kemudian menjadi lahan korupsi, seperti yang terjadi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah, yang baru-baru ini menggegerkan publik.

Dari pemeriksaan Kejaksaan Agung, terungkap adanya jalinan rumit kasus pemufakatan jahat lewat modus pengakomodasian tambang ilegal di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. Dari total 170.363 hektare luas lahan yang berada di bawah naungan perusahaan, tercatat hanya 88.900 hektare yang memiliki IUP, sisanya ilegal.

Wisata Danau Kaolin Bangka Belitung
Bekas area tambang timah di Bangka Belitung (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/Spt)

Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Sinulingga mengatakan, Kementerian BUMN sebelumnya telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung selama beberapa bulan terakhir, untuk melakukan penyelidikan terhadap pencurian maupun pengambilan timah yang berada di IUP PT Timah Tbk.

Ia menjelaskan, IUP PT Timah Tbk merupakan yang terbesar di Bangka Belitung. Namun, banyak perusahaan yang wilayah tambangnya lebih kecil tetapi memiliki hasil produksi timah yang lebih besar.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi mengatakan, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai perpanjangan tangan untuk mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal.

Kuntadi menjelaskan, Harvey selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin, sekitar 2018-2019, menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, selaku Direktur Utama PT Timah Tbk, yang menjabat selama 2016 hingga 2021. Riza sendiri telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Komunikasi Harvey dan Riza dimaksudkan untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah Tbk untuk mendapat keuntungan. Keduanya akhirnya sepakat menjalin kerja sama dalam kegiatan pertambangan ilegal, yang dibungkus dengan sewa-menyewa peralatan pemrosesan timah.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...