Omnibus Law UU Cipta Kerja Bawa Angin Segar ke Pasar Saham

Image title
6 Oktober 2020, 21:32
saham, ihsg, omnibus law, uu cipta kerja, uu ciptaker, investor, investor asing, pasar modal, bursa, bursa efek indonesia
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Bursa Efek Indonesia

Hal itu dinilai menguntungkan kontraktor BUMN dan operator jalan tol karena potensi stimulus permintaan dari proyek infrastruktur yang tinggi karena pembentukan SWF. "Memungkinkan peluncuran proyek lebih cepat, sehingga menguntungkan kontraktor dan bahan bangunan seperti pabrik semen," seperti dijelaskan analis Mandiri Sekuritas.

Beberapa kontraktor BUMN yang melantai di pasar saham seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Lalu, perusahaan pengelola jalan tol yaitu PT Jasa Marga Tbk (JSMR). Sementara perusahaan semen seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB).

Mandiri Sekuritas juga menyampaikan, sektor telekomunikasi juga mendapat angin segar dengan adanya omnibus law ini karena ada ada beberapa hal yang saat ini diatur. Seperti aturan penetapan formula tarif layanan telekomunikasi oleh pemerintah, infrastruktur telekomunikasi dan akses jaringan, dan penetapan spektrum.

Terkait dengan formula tarif, pemerintah memiliki kewenangan untuk menetapkan harga dasar dan pagu harga jasa telekomunikasi. Di bidang infrastruktur telekomunikasi dan akses jaringan, regulasi berfokus pada memastikan akses non-diskriminatif dan keterjangkauan ke infrastruktur telekomunikasi bagi para pelaku industri.

"Atas penugasan spektrum, pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut izin spektrum dan mengizinkan pemanfaatan bersama spektrum oleh operator telekomunikasi untuk implementasi teknologi baru," seperti ditulis tim analis Mandiri Sekuritas.

Beberapa emiten telekomunikasi yang ada di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta, di antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Sementara, saham terkait menara telekomunikasi seperti PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).

Undang-undang baru ini memang tidak mengatur tentang pembagian infrastruktur secara aktif atau tentang mekanisme pengambilalihan spektrum. Namun, undang-undang baru bisa membantu operator telekomunikasi kecil untuk mendapatkan akses yang adil atas jaringan infrastruktur telekomunikasi nasional.

Sejak Disahkan, Investor Asing Net Sell Rp 517,77 Miliar

Sejak disahkan UU Cipta Kerja pada Senin (5/10), investor asing di pasar saham malah mencatatkan penjualan pada portofolio sahamnya yang totalnya mencapai Rp 517,77 miliar. Saat UU tersebut disahkan, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 254,39 miliar. Sementara pada perdagangan di pasar saham pada hari ini, Selasa (6/10) masih tercatat melakukan penjualan portofolio saham senilai Rp 263,38 miliar.

Meski begitu, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai paket omnibus law ini merupakan sentimen positif bagi investor asing, baik yang melakukan investasi di pasar saham maupun yang melakukan investasi di sektor rill. Aturan ini bisa memberikan sebuah kepastian untuk investor melakukan investasi.

"Jadi, mau masuk dalam lembaga keuangan, maupun tidak masuk dalam lembaga keuangan, keduanya sama sebetulnya. Fokus utamanya adalah memberikan kepastian kepada investor asing dengan aturan main yang berlaku di Indonesia," kata Nico kepada Katadata.co.id, Selasa (6/10).

Beberapa investor global yang merupakan perusahaan investasi malah prihatin dengan adanya omnibus law cipta lapangan kerja ini. Sebanyak 35 perusahaan investasi dengan total dana kelolaan mencapai US$ 4,1 triliun di Indonesia tersebut pun menulis surat kepada pemerintah Indonesia untuk menyatakan keprihatinan.

Salah satu alasannya, dengan adanya undang-undang baru ini, bisa merusak lingkungan seperti hutan tropis di Indonesia. "Kami, para investor global menyatakan keprihatinan kami atas usulan deregulasi perlindungan lingkungan dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja," seperti dikutip dari surat yang diterima Katadata.co.id pada Selasa (6/10).

Secara khusus, mereka khawatir perubahan yang diusulkan pada kerangka perizinan, pemantauan kepatuhan lingkungan, konsultasi publik, dan sistem sanksi akan berdampak negatif terhadap beberapa hal. Seperti terhadap lingkungan, hak asasi manusia, dan ketenagakerjaan yang menimbulkan ketidakpastian dan mempengaruhi daya tarik pasar Indonesia.

"Kami mengakui kemajuan Indonesia dalam melindungi hutan tropis dalam beberapa tahun terakhir, namun undang-undang yang diusulkan dapat menghambat upaya ini," dikutip dari surat itu.

Dalam suratnya, para investor global ini khawatir deregulasi yang diatur dalam UU Cipta Kerja akan berdampak negatif bagi perusahaan dan portofolio mereka secara keseluruhan. Karena berpotensi meningkatkan risiko reputasi, operasional, regulasi, dan iklim yang ditimbulkan bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...