Harga Batu Bara Melonjak 20%, Tren Sesaat atau Terus Berlanjut?

Safrezi Fitra
25 September 2020, 22:04
Pertambangan - Telaah
Kristaps Eberlins/123RF

Hingga kini pun BUMI masih tetap mempertahankan target yang sudah dipatok untuk tahun ini. "Tidak ada perubahan target produksi batu bara kami tahun ini 85 juta ton," ujarnya kepada Katadata.co.id.

Kinerja Emiten Batu Bara Lesu

BUMI membukukan rugi bersih pada semester I-2020 hingga US$ 86,17 juta. Berbanding terbalik dengan capaian periode yang sama tahun lalu dengan laba bersih US$ 80,7 juta. Kerugian ini sejalan dengan penurunan pendapatan hingga 13% menjadi US$ 1,97 miliar.

Volume penjualan BUMI pada paruh pertama masih stabil di angka 41,2 juta ton, sedangkan produksinya malah naik 5% menjadi 41 juta ton.

Dileep mengatakan penurunan kinerja keuangan ini disebabkan harga batubara yang mengalami penurunan tajam sebesar 12% pada paruh pertama tahun ini. “Karena  permintaan batubara yang tidak stabil dari China, India, dan sebagian besar Asia. Hal ini dipicu oleh Pandemi Covid-19 sebagai faktor penyebab utama,” tulis Dileep seperti dikutip dari keterangan resminya, Selasa (1/9).

Sepanjang semester I-2020 Adaro mencatatkan penurunan pendapatan 23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi US$ 1,36 miliar. Manajemen Adaro mengungkapkan hal ini terutama diakibatkan oleh penurunan harga jual rata-rata sebesar 18% serta penurunan volume penjualan.

Kebijakan lockdown yang diterapkan banyak negara pengimpor batu bara untuk mengatasi Covid-19 mengakibatkan penurunan terhadap permintaan listrik industri,yang disusul oleh penurunan permintaan batu bara. 

Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kinerja Adaro. Bahkan, perseroan memangkas target-target tahun ini. Target produksi dipangkas dari 54-58 juta ton menjadi 52-54 juta ton.

Sepanjang semester I tahun ini, produksi batu bara Adaro hanya 27,29 juta ton, turun 4% dari periode yang sama tahun lalu. Volume penjualan batu bara semester I pun turun 6% menjadi 27,13 juta ton.

Produksi PT Bayan Resources Tbk (BYAN) sepanjang semester I hanya 12,1 juta ton, turun 24,37% dari periode yang sama tahun lalu. Dampak pandemi dan anjloknya harga batu bara menjadi penyebabnya. Penurunan ini membuat perseroan memangkas target produksi tahun ini dari 33 juta ton menjadi 26 juta ton.

Anjloknya harga membuat pendapatan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 26,89% menjadi US$ 652,62 pada semester I-2020. Bahkan, laba bersihnya anjlok hingga 57,8% menjadi US$ 29,8 juta.

Pendapatan PT Indika Energy Tbk (INDY) juga turun 18,26% menjadi US$ 1,13 miliar. Indika juga mencatatkan rugi bersih US$ 21,91 juta, berbalik dari semester I tahun lalu yang mencatat laba bersih US$12,66 juta.

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menyangsikan kenaikan harga batu bara saat ini bisa bertahan lama hingga melampaui harga tahun lalu. Bahkan, tidak akan sampai kembali ke harga sebelum penurunan di April.

"Awal tahun ini, coal price berada pada level US$ 69,9 per ton sementara sekarang US$ 59,8 per ton, kami memperkirakan masih akan sulit untuk mengejar level awal tahun," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (25/9).

Samuel Sekuritas memperkirakan harga rata-rata batu bara tahun ini berada pada level US$ 60 per ton. Alasannya, peningkatan permintaan dari Tiongkok juga belum terlalu signifikan untuk mendorong harga batu bara kembali ke level awal tahun.

Dessy memperkirakan penjualan emiten batu bara tahun ini rata-rata akan turun 25%, sedangkan laba bersihnya bisa turun 35-45%.

Berdasarkan pantauan Katadata.co,id, kenaikan harga batu bara dalam dua pekan terakhir juga sepertinya tak mampu mendongkrak indeks petambangan. Pada 8 September, indeks saham pertambangan malah turun, dari 1.414,09 menjadi 1.309,15 pada 24 September 2020.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...