Potret Emiten Rokok di Tengah Pandemi Covid-19 dan Kenaikan Cukai

Image title
19 November 2020, 15:59
rokok, sampoerna, gudang garam, bentoel, wismilak, ggrm, hmsp, rmba, wiim, cukai rokok, saham, kinerja industri rokok, produksi rokok, industri rokok, cukai, penjualan rokok, laba rokok
Donang Wahyu|KATADATA
Rokok

"Secara garis besar, penurunan laba bersih terjadi karena kenaikan cukai pada 2020 yang belum seluruhnya dapat diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga rokok," kata manajemen Gudang Garam dalam paparan publik pada 24 Agustus 2020 lalu.

Manajemen menahan kenaikan harga jual rokok yang terlalu tinggi, karena dapat mengurangi kemampuan beli masyarakat. Terlebih, daya beli sebagian masyarakat masih terganggu akibat pandemi Covid-19. Karena itu, Gudang Garam merasa harus terus mengamati kondisi pasar dan menyesuaikan harga jual dengan cermat.

Penurunan daya beli masyarakat akibat Covid-19 juga disampaikan oleh manajemen HM Sampoerna. Ditambah lagi kebijakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengharuskan masyarakat tetap di dalam rumah. Kebijakan ini telah menyebabkan perubahan prioritas belanja konsumen.

"Sehingga juga berdampak pada penurunan volume industri rokok dan perubahan preferensi rokok konsumen dewasa ke produk-produk yang lebih terjangkau di Indonesia," kata manajemen HM Sampoerna.

Wismilak Mampu Tumbuh

Ternyata, tidak semua perusahaan rokok mengalami tekanan di tengah pandemi Covid-19 dan kenaikan tarif cukai rokok 2020. Nyatanya, Wismilak mampu mencatatkan kinerja yang fantastis, baik dari segi penjualan, hingga ke laba bersih pada triwulan III 2020.

Meski beban pokok penjualan Wismilak yang menggerus profitabilitasnya naik 37,32% secara tahunan menjadi Rp 954,59 miliar, Wismilak mampu membukukan laba bersih senilai Rp 108,68 miliar. Memang nilainya tidak sebesar perusahaan rokok lainnya, pertumbuhaannya 605,62% secara tahunan.

Sekretaris Perusahaan Wismilak Surjanto Yasaputera mengatakan kenaikan tarif cukai tahun ini membawa angin segar untuk perusahaan. Tarif cukai lebih besar untuk perusahaan rokok yang masuk dalam golongan tier 1 seperti Gudang Garam dan HM Sampoerna, yang produksinya di atas 3 miliar batang.

Sedangkan Wismilak, masuk dalam kelompok produsen rokok tier 2 karena dalam setahun memproduksi kurang dari 3 miliar batang rokok. Sebagai perbandingan, pada 2020 cukai per batang rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) tier 1, tarifnya lebih tinggi 57,4% dibandingkan dengan tier 2-A.

"Peraturan cukai mengharuskan perusahaan rokok menaikkan harga yang cukup besar sehingga terjadi trading down. Jadi produk baru yang diluncurkan tahun lalu, yaitu Wismilak Satya dan Diplomat EVO diposisikan pada value for money, segmen tersebut yang cukup memberikan kontribusi pada Wismilak," kata Surjanto.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya menilai Wismilak memang bisa mengambil keuntungan dari tarif cukai ini. Apalagi, target produksi rokok pada 2021 di bawah 2 miliar per tahun. "Untuk mendapatkan keuntungan dari cukai, pajak, dan harga jual eceran yang lebih rendah," kata Christine dalam risetnya, 2 oktober 2020.

Menurutnya, rokok masih dianggap sebagai produk pokok oleh masyarakat Indonesia, meski volume penjualannya turun pada tahun ini karena pandemi Covid-19. Beberapa perokok mengalihkan konsumsi rokoknya dengan merek yang lebih murah.

Karena sebagian besar harga produk Wismilak hampir sama dengan harga jual eceran minimum pemerintah, perusahaan dapat menjual beberapa produknya lebih murah daripada produk dalam kategori tier-1. "Hal ini akhirnya menciptakan permintaan tambahan dari pelanggan yang melakukan downgrading," kata Christine.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...