Dana Bansos Era Jokowi Hampir Rp 500 T, Tertinggi dalam Sejarah

Ferrika Lukmana Sari
31 Januari 2024, 08:30
Jokowi
ANTARA FOTO/ Andreas Fitri Atmoko/agr/aww.
Presiden Joko Widodo berdialog dengan warga saat mengunjungi gudang Bulog DIY di Kalasan, Sleman, D. I Yogyakarta, Senin (29/1/2024). Dalam kunjungannya, Presiden Jokowi menyalurkam bantuan sembako kepada masyarakat.

Mempertimbangkan Kebijakan Pemerintah

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, program bansos dari pemerintah itu banyak. Sehingga, ada yang mekanisme disalurkan secara bulanan dengan mempertimbangan anggaran serta kebijakan pemerintah.

Menurut Tauhid, biasanya mekanisme penganggaran terjadi pada bulan Maret atau secara triwulanan. Sementara pada awal tahun, pemerintah mengalokasikan anggaran gaji pegawai kementerian dan lainnya.

"Rasanya, belum ada program yang gelontorkan bansos pada awal tahun. Di luar siklus anggaran, agak aneh. Indikasinya, pemerintah ingin mengambil hati masyarakat," ujar Tauhid.

Tauhid juga turut berkomentar terkait rencana pemerintah memperpanjang Bansos Beras El Nino dan BLT hingga Juni 2024. Menurutnya, program bansos bisa dari cadangan anggaran APBN jika program ini diperpanjang. Sebab, bantuan beras itu bersifat ad hoc atau ditunjukan untuk tujuan tertentu.

"Bantuan beras itu sifanya ad hoc, beda dengan reguler. Asumsinya harga beras naik, [pemerintah] beri bantuan [agar harga turun]," kata Tauhid.

Bansos Bisa Salah Sasaran

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menyoroti nilai anggaran bansos yang besar. Dengan dana yang begitu besar, penyaluran bansos yang tepat sasaran seharusnya menjadi perhatian pemerintah.

"Karena beberapa tahun belakangan masalah salah sasaran kerap ditemukan. Tentu ini mengurangi optimalitas bantuan ini dalam mencapai target. Dalam hal ini untuk menurunkan tingkat kemiskinan," kata dia.

Senada, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celious) Nailul Huda juga menyebut, penyaluran bansos saat ini memang sangat bermasalah terutama dalam dua aspek. Pertama, adalah aspek exclusion error.

"Orang yang seharusnya dapat, malah nggak dapat bansos. Kedua adalah inclusion error. Orang yang seharusnya tidak dapat malah dapat. Keduanya berawal dari data yang tidak valid dan tidak menggunakan data tunggal," ujarnya.

Maka dari itu, yang paling utama adalah data harus diperbaiki. Dia menyarankan, agar data Registrasi Sosial Ekonomi BPS bisa digunakan untuk melihat data orang miskin berdasarkan nama dan alamat.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...