Pengusaha Spa Waswas Pajak Hiburan 40% Bisa Bikin Bisnis Bangkrut
Ahmadi menekankan, bahwa pengusaha spa merasa dirugikan karena usaha spa yang bergerak dalam bidang kesehatan dikategorikan sebagai jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar.
“Akibatnya, pengusaha spa harus menanggung tarif PBJT sebesar 40%-75% yang dikenakan pemerintah daerah. Sementara, usaha sejenis panti pijat dan pijat refleksi hanya dikenakan tarif PBJT sebesar 10%,” ujarnya.
Dalam UU HKPD, pajak usaha spa disamakan dengan bisnis hiburan lain seperti kelab malam, bar dan diskotek. Sehingga menurut Ahmadi, menimbulkan citra negatif terhadap usaha spa.
"Padahal, selama ini membangun usaha spa sebagai bagian usaha di bidang kesehatan tradisional, warisan budaya bangsa yang kebanyakan adalah UMKM," kata dia.
Memasukan Spa Dalam Usaha Kesehatan
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno akan merekomendasikan pengecualian spa dari pajak hiburan berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dengan begitu, mengklasifikasikan spa sebagai bagian dari industri kesehatan dan pariwisata kesehatan. Kementerian juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2019 tentang Standar Usaha Spa, yang menyatakan spa bukan bagian dari industri hiburan.
Sandiaga mengingatkan kepada daerah untuk memberikan insentif pajak maksimal sebesar 40% kepada industri hiburan tertentu untuk menjaga tarif pajak rata-rata nasional. Kebijakan ini juga sudah diterapkan oleh beberapa pemerintah daerah seperti di Bali.