Asosiasi Usul Iuran Pensiun Tambahan Diterapkan Bertahap Sesuai Kondisi Ekonomi
Pemerintah masih menggondok regulasi terkait iuran dana pensiun tambahan yang bersifat wajib bagi pekerja. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan replacement ratio alias rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterima saat bekerja.
Pasalnya, replacement ratio di Indonesia saat ini masih di bawah standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Padahal ILO mengatur standar minimum pendapatan bulanan saat usia pensiun sebesar 40% dari gaji akhir.
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syarif Yunus mengatakan penambahan iuran pensiun memang sudah menjadi kewajiban bagi pemberi kerja.
Meskipun begitu, Syarif mengusulkan agar iuran tersebut bisa dilakukan secara bertahap. "Intinya, tambahan iuran itu sifatnya harus bertahap dan tidak memberatkan semua pihak, terutama bagi pemberi kerja dan pekerja sendiri," kata Syarif kepada Katadata.co.id, Selasa (8/10).
Dia menegaskan, penerapan secara bertahap sangat penting. Sebab, kebijakan itu perlu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang berdinamika.
Syarif mengakui, iuran tambahan pensiun ini bisa menaikkan tingkat penghasilan pensiun orang Indonesia yang saat ini berada pada kisaran 10%-15% dari gaji terakhir.
Dengan adanya iuran pensiun tambahan, diharapkan bisa mengerek pendapatan penduduk Indonesia pada masa pensiun menjadi 40% dari gaji terakhir, yang sesuai dengan rekomendasi ILO.
"Jadi program pensiun tambahan bersifat wajib, spiritnya untuk menyiapkan masa pensiun orang Indonesia yang lebih layak dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya," ujar Syarif.
Sistem Dana Pensiun Nasional
Syarif juga mengungkapkan rencana pemerintah untuk membuat sistem dana pensiun nasional. Sistem tersebut akan menjadi sentra data kepesertaan dana pensiun secara nasional.
Dengan adanya sistem tersebut, seseorang dapat mengetahui dana pensiun jaminan hari tua atau JHT yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Begitu juga dengan dana pensiun Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Pemerintah juga bisa mengetahui persentase rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterima saat bekerja. Namun Syarif mengaku belum mengetahui siapa yang akan mengelola sistem tersebut.
"Ini sistem pensiun yang terintegrasi semua program yang diikuti. Terkait yang mengelola, mungkin OJK sebagai regulator, namun pembahasannya belum ke sana," kata Syarif.
Perlindungan Hari Tua Memiliki Standar Ideal
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK mengamanatkan pemerintah dapat membuat program pensiun tambahan yang bersifat wajib untuk pekerja dengan penghasilan tertentu.
Dengan begitu, gaji pekerja akan kembali dipotong untuk memenuhi program pensiun tambahan dan iuran ini berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan dasar program pensiun tambahan ini sebagai amanat UU P2SK yang sudah diundangkan pada Januari 2023. Amanat tersebut ada di bagian keempat Pasal 189 UU P2SK.
“Jadi, manfaat pensiun bagi warga negara baik itu dari ASN, TNI Polri, pekerja formal itu saat ini relatif kecil. Sebagaimana diatur UU P2SK, pemerintah akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya perlindungan hari tua,” kata Ogi dalam konferensi pers RDKB, Jumat (6/9).
Dari data yang ada, manfaat pensiun yang diterima pensiunan sangat kecil yakni hanya 10%-15% dari penghasilan terakhir saat aktif. Sementara perlindungan hari tua dan kesejahteraan umum itu memiliki standar ideal 40%.
UU P2SK mengatur program pensiun yang bersifat wajib yang mencakup program jaminan hari tua atau JHT dan jaminan pensiun. Hal itu merupakan sistem jaminan sosial nasional yang sudah dilakukan BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Asabri.
Namun, pasal 189 ayat 4 dalam UU P2SK mengamanatkan pemerintah untuk memiliki program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Dana pensiun ini memiliki kriteria tertentu dan akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
“Diamanatkan dalam UU P2SK, ketentuannya harus mendapatkan persetujuan dari DPR,” ujar Ogi.