Pembeli yang Telanjur Kena PPN 12% Bisa Minta Kelebihan Pembayaran ke Penjual
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) akan melaksanakan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak akibat kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kebijakan ini diambil untuk mengatasi masalah kelebihan pungutan PPN, terutama karena pelaku usaha sudah menerapkan sistem tarif baru sebelum adanya pengumuman resmi pemerintah pada 31 Desember 2024.
Sebelumnya, sejumlah masyarakat membayar dengan tarif PPN 12% meski barang atau jasa yang dibeli bukan termasuk kategori mewah. Hal ini terjadi karena pelaku usaha menerapkan tarif PPN baru untuk semua barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan PPN 11%.
Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo, menyampaikan bahwa restitusi akan dilakukan oleh penjual yang memungut PPN berlebih kepada konsumen.
“Kami sepakat dan beberapa hari lalu, pelaku usaha juga sudah menyampaikan restitusi dilakukan oleh penjual yang memungut PPN lebih kepada konsumen,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Januari 2025, Senin (6/11).
Mekanisme pengembalian ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025, yang merupakan petunjuk teknis pelaksanaan PMK Nomor 131 Tahun 2024.
Mekanisme Pengembalian Kelebihan PPN:
- Konsumen meminta pengembalian kelebihan PPN sebesar 1% kepada penjual.
- Penjual sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan penggantian faktur pajak.
Masa Transisi 3 Bulan untuk Pelaku Usaha
DJP Kemenkeu memberikan masa transisi selama tiga bulan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem administrasi dalam menerapkan PPN 12%. Hal ini telah dibahas dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
“Kemarin Apindo dan Kadin juga menyampaikan kepada publik untuk restitusi disepakati akan diberikan waktu tiga bulan untuk penyesuaian sistem administrasi mereka,” kata Suryo.
Dalam masa transisi ini, faktur pajak yang diterbitkan dengan mencantumkan PPN sebesar:
- 11% dikalikan harga jual (seharusnya 12% x 11/12 x harga jual), atau
- 12% dikalikan harga jual (seharusnya 12% x 11/12 x harga jual), dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi administratif.
Suryo menegaskan bahwa DJP Kemenkeu memberikan kemudahan dengan tidak menerapkan sanksi atas keterlambatan atau kesalahan penerbitan faktur pajak selama masa transisi.
"Kelebihan pungutan akan dikembalikan melalui penjual karena pajaknya belum disetorkan ke pemerintah. Pajak yang dipungut baru disetorkan pada akhir bulan berikutnya," ujar Suryo.