Aktivis Lingkungan Tolak RUU EBT yang Fasilitasi Batu Bara dan Nuklir

Muhamad Fajar Riyandanu
19 Mei 2022, 16:48
ruu ebt, ruu ebet, energi baru, energi terbarukan, energi baru terbarukan, batu bara, nuklir, bahan bakar fosil
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Hewan ternak milik warga mencari makan di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020).

Sejumlah pemerhati lingkungan mencermati draft RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang kini berganti menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) karena masih mengakomodir bahan bakar fosil, terutama batu bara melalui proses gasifikasi menjadi DME dan energi nuklir.

Beleid yang kini telah memasuki tahap harmonisasi di DPR RI dinilai menyimpang dari tujuannya untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang berkelanjutan. Koordinator Bersihkan Indonesia (BI), Ahmad Ashov Birry, mengatakan DPR RI selayaknya menyiapkan kebijakan yang secara jelas mendukung energi terbarukan.

Advertisement

"RUU EBET yang diklaim mendukung energi terbarukan malah memberi jalan bagi energi fosil yang diasosiasikan sebagai energi terbarukan dengan proses gasifikasi dan proses DME (Dimethyl Ether) yang merupakan hasil olahan atau pemrosesan dari batu bara berkalori rendah," ujarnya di Cikini, Jakarta, Kamis (19/5).

Dia menambahkan bahwa langkah yang tak konsisten ini dapat menjadi sinyal yang tak jelas bagi komunitas internasional yang ingin bersolidaritas mendukung transisi energi di Indonesia. ”Masih ada kesempatan untuk perubahan, dan langkah perubahan itu harus berani diambil pemerintah,” ujarnya.

Senada dengan Ashov, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyoroti kerancuan RUU EBET yang mencampuradukkan energi fosil, nuklir dan energi terbarukan dalam satu undang-undang.

Menurutnya, sumber energi baru hasil hilirisasi batubara dan PLTN ini akan memperbesar potensi emisi gas rumah kaca (GRK). Lebih lanjut, Febby menilai RUU EBET dipengaruhi oleh kepentingan status quo, yaitu industri batu bara dan nuklir, yang menyelinap masuk menggunakan definisi energi baru.

Implikasinya, RUU ini menjadi tidak fokus mengembangkan energi terbarukan yang sebenarnya membutuh dorongan politik dan kerangka regulasi yang lebih kuat. "Dorongan politik dan regulasi yang jelas dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan dan mendukung cita-cita transisi energi,” kata Fabby.

Seharusnya, lanjut Fabby, Indonesia menyiapkan kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, bukan energi baru dan terbarukan untuk mendekarbonisasi sektor energi fosil sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement