Krisis Energi, Dunia Hidupkan Kembali Proyek Pembangkit Listrik Nuklir

Happy Fajrian
5 Agustus 2022, 14:41
pembangkit listrik tenaga nuklir, pltn, krisis energi, harga minyak,
ANTARA FOTO/REUTERS/Pascal Rossignol/WSJ/sad.
Pascal Rossignol Pemandangan yang menunjukkan empat menara pendingin dan reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir Electricite de France (EDF) di Cattenom, Prancis, Senin (14/2/2022).

Krisis energi yang tengah melanda dunia saat ini mengembalikan minat sejumlah negara terhadap proyek pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Negara-negara Eropa hingga Asia menyalakan kembali reaktor pembangkit nuklir mereka, dan menghidupkan lagi proyek yang tertunda pasca bencana nuklir Fukushima di Jepang pada 2011.

Pemerintah Amerika Serikat dan Badan Energi Internasional mengatakan bahwa tenaga nuklir sangat penting untuk mencapai target nol emisi karbon atau net zero emission 2050. Nuklir juga dapat memastikan keamanan energi di tengah lonjakan harga bahan bakar fosil yang salah satunya disebabkan gangguan pasokan akibat perang Rusia-Ukraina.

Alhasil, tenaga nuklir mungkin berada pada jalur kebangkitannya menuju zaman keemasannya pasca krisis minyak 1970-an yang melahirkan banyak proyek baru meski di tengah tentangan politisi dan aktivis lingkungan. Meskipun untuk membangkitkan kembali nuklir, masalah pendanaan dan keamanan harus diatasi terlebih dahulu.

“Jika harga bahan bakar fosil tetap tinggi 3-4 tahun ke depan, saya pikir itu dapat memicu zaman keemasan nuklir, terutama di Asia karena di situlah mereka paling sensitif terhadap harga dan yang paling membutuhkan,” kata kepala riset energi dan energi terbarukan Asia di Wood Mackenzie, Alex Whitworth, dikutip Reuters, Jumat (5/8).

“Sekitar 80% dari pertumbuhan permintaan listrik dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi di Asia mengingat kemerosotan ekonomi di Eropa dan AS,” kata Whitworth menambahkan.

Contohnya di Filipina. Pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. mempertimbangkan untuk menyalakan PLTN Bataan yang operasinya ditangguhkan sejak proyek tersebut selesai pada 1984, meskipun pembangunannya menghabiskan dana hingga US$ 2,3 miliar.

Pemerintah Filipina tengah mendiskusikan proposal untuk merehabilitasi pembangkit listrik nuklir Bataan di tengah krisis energi saat ini yang telah mendorong harga bahan bakar pembangkit listrik tradisional, yakni batu bara dan gas alam, ke rekor tertingginya.

Selain Filipina, Jepang dan Korea Selatan juga mempertimbangkan untuk menyalakan kembali reaktor nuklirnya, bahkan membangun pembangkit baru untuk mengatasi krisis energi di tengah tingginya harga bahan bakar dan tuntutan untuk mengurangi emisi karbon.

Vietnam juga tengah meninjau kembali dua proyek pembangkit nuklir yang ditangguhkan pada 2016 karena masalah keamanan dan keterbatasan anggaran.

Negara-negara Asia mendorong pembangunan pembangkit nuklir baru karena kawasan ini merupakan pusat manufaktur dunia saat ini dan membutuhkan listrik beban dasar untuk melengkapi energi terbarukan dan menggantikan bahan bakar fosil.

Sementara di Eropa, Inggris telah memberikan persetujuan pada Juli lalu untuk proyek nuklir baru keduanya dalam dua dekade terakhir. Diskusi pendanaan untuk proyek pembangkit nuklir Sizewell C tengah berlangsung dan keputusan akhir investasi ditargetkan pada 2023.

IEA mengatakan bahwa kapasitas nuklir global harus meningkat dua kali lipat pada 2050 untuk mencapai target dekarbonisasi 2050. Termasuk untuk mengisi daya kendaraan listrik, memproduksi bahan bakar non fosil seperti hidrogen dan amonia untuk memangkas emisi karbon industri.

Chairman Rolls Royce SMR Paul Stein mengatakan bahwa Singapura, Filipina, dan Jepang tengah membahas teknologi baru seperti reaktor modular kecil yang lebih murah dan dapat dibangun lebih cepat dibandingkan reaktor konvensional.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...