kilang cilacap
Kilang Cilacap. (Katadata)

Kendala Bangun Kilang Minyak

Tak hanya masalah internal Pertamina, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah juga memiliki andil dalam lambatnya pembangunan kilang minyak. 

Pemerintah kurang memberikan insentif kepada para investor. “Persentase keuntungan dari bisnis sektor hilir (migas) lebih rendah daripada hulu sehingga membutuhkan insentif fiskal dan nonfiskal,” ucap Komaidi. 

Kementerian Keuangan sampai sekarang tidak dapat mengabulkan permintaan insentif tersebut. “Karena akan mengganggu target yang sudah dicanangkan,” katanya. 

Mamit pun berpendapat serupa. Nilai keekonomian yang pemerintah tawarkan kepada investor cenderung tidak menguntungkan. Kendala inilah yang membuat perusahaan Arab Saudi, Aramco, membatalkan kerja sama dengan Pertamina pada proyek RDMP Kilang Cilacap. 

Pembatalan pada pertengahan 2020 itu menjadi langkah mundur bagi perusahaan pelat merah tersebut. Tanpa kehadiran Aramco, Pertamina diprediksi sulit menyelesaikan proyek tersebut. Pasalnya, penjajakan mitra baru bukan perkara mudah. Pertamina harus memulai semuanya dari awal.

Aramco jauh memiliki pengalaman bidang pengolahan minyak mentah. Kapasitas kilangnya mencapai 2 juta barel per hari (BOPD) sehingga mudah saja memenuhi kekurangan produksi BBM Indonesia.

Kilang Cilacap saat ini memasok lebih separuh kebutuhan BBM di Pulau Jawa, wilayah dengan tingkat konsumsi tertinggi. Posisinya strategis dalam menjaga ketahanan bahan bakar minyak dalam negeri. 

Kilang Balongan
Kilang Balongan. (Katadata)

Progres Pembangunan Kilang Pertamina

Kilang TPPI rencananya akan menghasilkan produk aromatik. Termasuk di dalamnya para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, dan heavy aromatic. Produksi lainnya adalah BBM, seperti Premium, Pertamax, elpiji, solar, dan minyak tanah. 

Dalam hitungan Jokowi, pengelolaan kilang tersebut akan menciptakan penghematan devisa negara hingga US$ 4,9 miliar atau sekitar Rp 56 triliun.

Pertamina mengklaim telah bergerak cepat dalam membangun kilang TPPI. Ada dua proyek yang dikembangkan. Pertama, Revamping Aromatic yang akan meningkatkan produksi petrokimia, berupa paraxylene, dari 600 ribu ton menjadi 780 ribu ton per tahun. Target penyelesaiannya pada 2022.

Kedua, Proyek New Olefin, mencakup pembangunan naphtha cracker, termasuk unit-unit downstream dengan produk polyethylene (PE) sebesar 1 juta ton per tahun dan polypropylene (PP) 600 ribu ton per tahun. Proyek ini akan selesai pada 2024.

“Seluruh proses tender pengembangan kilang TPPI telah dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur pengadaan yang berlaku dan tidak ada intervensi dari pihak luar," ujar Ifki Sukarya, Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical beberapa waktu lalu.

Pertamina menguasai 51% kilang TPPI. Nicke pada tahun lalu mengatakan, langkah menjadi pengendali itu perusahaan lakukan melalui aksi korporasi pembelian saham seri B TubanPetro senilai Rp 3,2 triliun.

Dengan menjadi pengendali TPPI, Pertamina dapat menggenjot bisnis petrokimia yang nilainya mencapai Rp 40 triliun sampai Rp 50 triliun per tahun. “Selain itu, bisnis petrokimia memiliki margin lebih tinggi dibanding BBM,” kata Nicke. 

Pertamina berencana melakukan integrasi TPPI dengan GRR Kilang Tuban. Untuk Kilang Tuban, Jokowi juga menilai progresnya lambat. Proyek kerja sama Pertamina dengan perusahaan asal Rusia, Rosneft, ini akan memakan biaya Rp 168 triliun.

Namun, realisasinya baru Rp 5,8 triliun. “Mereka ingin cepat, kitanya yang tidak ingin cepat. Alasannya ada saja. Minta kereta api, jalan tol,” ucap Jokowi.

PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) mengklaim terus melakukan progres. Perusahaan telah memulai penggarapan desain rinci bersama Spanish Tecnicas Reunidas SA (Tecnicas Reunidas). Proyek kilang ini diharapkan rampung pada 2027.

Kilang Cilacap, seperti dijelaskan di atas, saat ini masih mencari pengganti Aramco. Lalu, Kilang Dumai pada tahun lalu mendapatkan mitra. Pertamina menggandeng PT Nindya Karya (Persero) dan konsorsium perusahaan Korea Selatan. Proyeknya senilai US$ 1,5 miliar memiliki target penyelesaian pada 2026.

Kemudian, Kilang Balikpapan sampai Oktober 2021 mencatat progres pembangunan 43%. Pengembangannya bertujuan meningkatkan kapasitas produksi BBM dan non-BBM.

PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menargetkan RDMP Balikpapan dapat memproduksi Pertamax mulai Maret 2024. “Sedangkan unit penghasil BBM dengan oktan 98 ke atas, seperti Pertamax Turbo, diproduksi akhir 2024," kata Direktur Proyek Infrastruktur PT KPI Suwahyanto, awal bulan ini.

Terakhir, RDMP Kilang Balongan mencatat realisasi rekayasa, pengadaan, dan konstruksi alias EPC fase pertama sebesar 30,43%. Ifki pada keterangan resminya September lalu menyebut, proyek ini akan rampung pada Mei 2022. 

Hasil pengolahannya berupa BBM ramah lingkungan berstandar Euro IV/V.  Target peningkatan produksi kilang yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat,  itu adalah dari 125 juta barrel stream per day (MBSD) menjadi 150 MBSD.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement