Menurut Reynaldi, hal itu bisa dipengaruhi oleh isu kenaikan BBM. "Telur di pasar tradisional adalah komoditas yang masih konvensional, masih terkerek naik karena isu kenaikan BBM," ujarnya.

Selain telur, harga yang merangkak naik adalah cabai merah dan bawang merah. Bawang merah  saat ini mencapai Rp 38 - 39 ribu, dari normalnya Rp 32 - 33 ribu. Sementara harga cabai merah mencapai di atas Rp 30 ribu.

Potensi Kegagalan BLT Menjaga Laju Inflasi

Mengantisipasi kenaikan harga sekaligus menjaga daya beli di tengah pertumbuhan ekonomi menjadi alasan utama pemerintah akhirnya mencairkan BLT. Program ini dilakukan dengan tiga skema.

Pertama bantuan pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 12,4 juta triliun untuk 20,65 juta keluarga. Masing-masing penerima akan memperoleh Rp 150.000 per bulan selama empat kali. Menteri Sosial Tri Rismaharani menyebutkan bantuan akan disalurkan melalui kantor pos mulai 1 September. 

Selain itu, pemerintah akan mencairkan bantuan upah untuk pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta per bulan. Total ada Rp 9,6 triliun dana yang disiapkan untuk 16 juta pekerja, di mana masing-masing akan memperoleh Rp 600 ribu. 

Mekanisme bantuan juga akan melibatkan pemerintah daerah. Sebesar 2 % dari dana transfer umum senilai Rp 2,17 triliun akan disalurkan bagi masyarakat yang bergantung pada BBM untuk pekerjaannya. Ini misalnya pengemudi transportasi umum, ojek, dan nelayan yang masuk kategori miskin. 

Lantas, apakah bantuan ini akan cukup untuk menjaga daya beli masyarakat? Sejumlah ekonom yang dihubungi Katadata.co.id berbeda pendapat dalam perkara ini. Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan mengatakan rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia mencapai Rp 1,26 juta per bulan, menurut data Badan Pusat Statistik. 

“Bila dikalikan 8 % [asumsi inflasi] dengan Rp 1,26 juta kan hanya sekitar Rp 100.000 saja. Jadi seharusnya cukup memadai kalau BLT-nya Rp 150.000 per bulan,” kata Deni kepada Senin (29/8).

Sebaliknya, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyebutkan alokasi tersebut tidak sebanding dengan kenaikan inflasi. Dengan asumsi bahwa satu keluarga terdiri atas empat orang, maka bantuan tersebut mengalir Rp 37,5 ribu per orang. Nominal tersebut setara dengan 7,4% dari garis kemiskinan yang dirilis BPS untuk bulan Maret sebesar Rp 505.000. 

Infografik_Menebar Bansos Jelang Kenaikan Harga BBM
Infografik_Menebar Bansos Jelang Kenaikan Harga BBM (Katadata/ Nurfathi) 

Yusuf membandingkan rasio bantuan yang diterima tersebut dengan inflasi harga pangan bergejolak yang berpotensi naik lebih tinggi. Dalam hitungannya, kenaikan harga BBM akan memberikan efek rambatan ke harga pangan dengan kenaikan inflasi ke level 15 %. 

Kenaikan harga pangan bergejolak ini sudah melampaui 11 % pada bulan lalu yang merupakan rekor tertingginya sejak awal 2014. "Dilihat dari sisi jumlahnya, kemungkinan besar tidak cukup, karena tambahan BLT-nya per orang 7-8 %, sementara inflasi, khususnya volatile food, bisa 15 %," kata Faisal kepada, Selasa (30/8).

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad juga menilai nominal BLT kali ini kurang mencukupi. Kenaikan BBM akan mencapai 30 % dari harga dasar. Selain akan mengerek biaya transportasi, biaya hidup lain juga akan meningkat. Menurutnya, angka ideal BLT seharusnya mencapai Rp 1 juta per bulan.

Tauhid membandingkan bantuan pandemi Covid-19 yang nilainya sama-sama Rp 600 ribu. Menurutnya, dengan inflasi saat ini yang sudah cukup tinggi, nominal bantuan seharusnya juga lebih tinggi. “Inflasi sekarang tinggi banget di angka 7 -8 %, otomatis dampak ke daya belinya turun drastis,” kata Tauhid Senin (29/8).

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement