Menurut Solichin, penghimpunan dana dari green bond berpotensi terus tumbuh dengan melihat data dari kuartal sebelumnya. Selain itu, ia menghitung tingkat pertumbuhan rata-rata investasi hijau BRI selama tiga tahun terakhir berada di level 9,37% dan optimistis akan bertumbuh.

Ia berpendapat, meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat global akan isu keberlanjutan memicu kebutuhan produk dan layanan dan ramah lingkungan. "Tak terkecuali di industri perbankan,” ujar Solichin.

Bank Mandiri juga memiliki portofolio pendanaan hijau senilai Rp 115 triliun hingga semester I 2023, yang setara dengan 11% total keseluruhan pendanaan bank. Dari jumlah ini, Rp 8,9 triliun bakal disalurkan untuk energi terbarukan dan Rp 3,2 triliun untuk transportasi ramah lingkungan.

Pendanaan ini dicantumkan dalam paparan kinerja Bank Mandiri pada kuartal II 2023. Namun, perseroan tak menjelaskan secara lebih rinci rencana penyaluran lain dari pendanaan hijau tersebut.

Sedangkan dalam paparan kinerja kuartal III 2023, Bank Mandiri mengklaim telah menyalurkan Rp 122 triliun pendanaan hijau atau setara 12% dari total pendanaan bank. Pendanaan untuk energi terbarukan meningkat jadi Rp 9,5 triliun dan pendanaan transportasi ramah lingkungan juga naik ke Rp 3,7 triliun.

Ada dua KUBL baru yang disebutkan oleh Bank Mandiri, yakni pertanian berkelanjutan (Rp 97,9 triliun) dan kegiatan berwawasan lingkungan lainnya (Rp 5,5 triliun). Meski memiliki angka relatif besar, pendanaan terhadap KUBL kalah besar dibandingkan dengan sektor UMKM dan kegiatan sosial.

Selain kedua bank di atas, ada Bank BNI yang juga memiliki portofolio pendanaan hijau. Apabila ketiga bank ini dibandingkan, portofolio Bank BNI menunjukkan pendanaan hijau memiliki porsi terbesar, mengalahkan BRI maupun Mandiri.

Per Kuartal II 2023, total portofolio hijau BNI senilai Rp 175,9 triliun atau setara 27,2% total pendanaan bank. KBLU yang memperoleh pendanaan terbesar dari BNI masuk dalam kategori ‘lainnya’, meliputi penggunaan air berkelanjutan dan manajemen limbah, dan sebagainya, senilai Rp 25,5 triliun.

Lalu, sektor pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan didanai sebesar Rp 18,9 triliun. Sedangkan pendanaan khusus untuk energi terbarukan mencapai Rp 9,7 triliun, sementara pencegahan dan pengendalian polusi mendapatkan pendanaan sebesar Rp 2,9 triliun.

Berikut perbandingan pendanaan tiap bank Himbara berdasarkan KBLU EBT:

 

Meskipun ada peningkatan pembiayaan dari perbankan untuk energi terbarukan per kuartalnya, jumlah ini dianggap tak signifikan. Koordinator AEER Pius Ginting mengatakan perusahaan pengembang energi bersih dari energi baru terbarukan (EBT) masih kesulitan untuk mengakses pembiayaan dari perbankan nasional sampai hari ini.

Padahal, data Kementerian ESDM 2019 lalu menunjukkan masih ada 18 proyek pembangkit listrik EBT yang belum memperoleh pembiayaan, meskipun sudah mengantongi kontrak jual beli listrik dengan PLN.

Selain itu, dilihat dari proporsi pembiayaan hijau ketiga bank Himbara di atas, terdapat ketidaksesuaian dengan memasukkan pendanaan UMKM dan kegiatan sosial dalam kaetegori pendanaan hijau. Jumlahnya bahkan jauh lebih besar daripada pendanaan hijau sesuai KBLU yang ditetapkan OJK.

Dari portofolio BNI, misalnya, pendanaan UMKM mencakup 67% dari total pendanaan hijau. Begitu juga dengan portofolio Bank Mandiri dimana pendanaan UMKM mencakup 51,7% dari total pendanaan hijau. Padahal, UMKM bukan merupakan KBLU yang ditetapkan OJK.

Transisi Energi Banyak Hambatan, Perbankan Masih Mendanai Bisnis Tinggi Emisi

Direktur Utama IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, masalah utama untuk transisi energi adalah kesediaan alias willingness dari berbagai pemangku kepentingan. "Melaksanakannya kan butuh biaya dan investasi yang besar. Kira-kira, investasi itu bakal menghasilkan uang atau tidak?” kata Fabby kepada Katadata, Jumat (13/10).

Ia menyebutkan langkah yang sudah ditempuh paling jauh selama ini adalah penangkapan emisi dengan teknologi. Namun, strategi tersebut hanya berupaya menghindari pelepasan emisi ke atmosfer tanpa benar-benar berhenti menggunakan energi fosil. Sebab itu ia mengatakan, ada beberapa pihak yang belum sudi meninggalkan bahan bakar fosil.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan atau TuK Indonesia, Linda Rosalina, mengatakan sudah banyak pendanaan yang dialirkan untuk transisi energi. Sayangnya, kata dia, pendanaan ini tidak ditelusuri dari hulu ke hilir. Jika ditelusuri dengan cermat, menurut Linda, terlihat bahwa pendanaan untuk sektor ekstraktif seperti tambang nikel dan batu bara masih didominasi oleh perbankan nasional.

“Kalau hilirnya mobil listrik, hulunya kan nikel atau batu bara, enggak bisa dipisah. Jadi justru pendanaan untuk transisi energi itu tidak sedikit, tapi banyak,” kata Linda saat ditemui Katadata, pada Jumat (13/10).

Padahal, kedua sektor pertambangan tersebut merupakan aktivitas yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah tinggi. Mengutip data Global Energy Monitor, Indonesia menghasilkan 58 juta ton CO2e20 metana tiap tahun dari tambang batu bara. Sementara itu,  setiap memproduksi 1 kilogram nikel akan menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 13 kg karbon dioksida (CO2).

Selaras dengan pernyataan Linda, laporan Global Coal Exit List yang dirilis 2021 lalu menemukan Bank Himbara masih mendanai proyek-proyek batubara. Bank Mandiri, misalnya, punya pinjaman total US$ 1,6 miliar dan penjaminan US$ 2,3 miliar untuk 10 perusahaan tambang di Indonesia dan Singapura. Beberapa nama yang muncul dalam daftar ini adalah PT Sinar Mas, Adaro, dan Indika Energy.

Bank Negara Indonesia juga meminjamkan US$ 641,6 juta dan memiliki penjaminan US$ 321,5 juta. Sementara BRI memiliki nilai pinjaman US$ 698 juta untuk usaha batu bara tiga perusahaan: Adaro, Darma Henwa, dan PLN. 

“Itu yang kita lihat, ironi. Faktanya mereka memberi banyak pembiayaan, memfasilitasi bisnis-bisnis yang nyatanya terlibat dalam kerusakan lingkungan,” ujar Linda. 

Tulisan ini merupakan kolaborasi dengan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) dalam fellowship 'Pentingnya Phase-Out dalam Upaya Penanggulangan Krisis Iklim di Indonesia'. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Dini Pramita
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement