Marak Gagal Bayar Utang Korporasi, Pamor Reksadana Terproteksi Redup?

Intan Nirmala Sari
19 Mei 2021, 21:00
Risiko Gagal Bayar Utang Meningkat, Begini Nasib Reksadana Terproteksi
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.
Sejumlah kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 0,74 persen pada kuartal I 2021.

Berlanjutnya pandemi Covid-19 membuat beberapa perusahaan kesulitan membayar utang sehingga berpotensi gagal bayar alias default. Kondisi ini mengharuskan investor lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih produk investasi, termasuk reksadana terproteksi.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai risiko gagal bayar korporasi atau emiten tahun ini meningkat dibandingkan tahun lalu. Meskipun pertumbuhan ekonomi diyakini bisa lebih baik, risiko berlanjutnya pandemi masih terbuka lantaran banyaknya negara yang kembali menerapkan lockdown.

“Risiko default tahun ini relatif meningkat jelas dibandingkan tahun lalu. Ini tahun kedua dan banyak perusahaan yang punya masalah cashflow, begitu juga TDPM,” kata Wawan saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (19/5).

Sebelumnya, PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) mengumumkan gagal melunasi pokok utang jangka menengah atau medium term note (MTN) II Tahun 2018 yang jatuh tempo pada 27 April lalu. Kondisi gagal bayar itu turut mempengaruhi reksadana yang diterbitkan oleh Mandiri Manajemen Investasi (MMI).

Berdasarkan sumber Katadata.co.id, manajemen investasi itu setidaknya memiliki tiga produk reksadana dengan aset dasar atau underlying assets MTN Tridomain. Reksadana yang memiliki underlying asset seluruhnya MTN II TDPM adalah Reksa Dana Terproteksi Seri 147. Sementara itu, Reksa Dana Terproteksi Seri 151 dan Seri 152, sebagian underlying asset-nya adalah MTN yang gagal bayar tersebut.

Rinciannya, Reksa Dana Terproteksi Seri 147 memiliki imbal hasil 7,75 % yang diluncurkan pada 7 Juni 2018. Lalu, Seri 151 imbal hasilnya mencapai 7,6 % yang diluncurkan pada 27 September 2018. Terakhir, Seri 152 dengan imbal hasilnya 8 % yang diluncurkan pada 4 September 2018.

Wawan menilai, pada tahun pertama pandemi, perusahaan di Tanah Air cenderung menjaga aliran dana masuk atau cashflow-nya dengan melakukan beberapa penghematan. Meskipun harapannya ekonomi akan pulih tahun ini, korporasi cenderung masih berfokus untuk bertahan ketimbang ekspansi atau melakukan full produksi.

Berkaca dari kondisi tersebut, Wawan memperingatkan investor untuk lebih berhati-hati dalam memilih produk investasi berbasis surat utang. Itu karena, cashflow perusahaan mulai tergerus di tahun ini.

Menurutnya, produk reksadana berbasis surat utang pemerintah akan lebih aman karena hampir tidak ada risiko gagal bayar. Sedangkan untuk reksadana berbasis surat utang korporasi perlu melihat perusahaan penerbitnya.

“Sekarang tidak bisa hanya melihat rating, tapi fundamental dan keberlangsungan bisnis korporasi penerbit surat utang juga perlu diperhatikan betul-betul. Terutama terkait dampak pandemi,” ujar Wawan.

Prediksinya, untuk prospek reksadana terproteksi tahun ini bakal lebih redup dibandingkan tahun lalu. Mengacu pada data Infovesta, total dana kelolaan (AUM/asset under management) untuk reksadana terproteksi di April 2021 turun ke Rp 131,13 triliun. Padahal periode yang sama tahun lalu reksadana terproteksi masih mencatatkan AUM Rp 140 triliun.

Wawan menjelaskan, turunnya dana kelolaan reksadana terproteksi dikarenakan minimnya penerbitan produk baru akibat pandemi. Selain itu, pemerintah juga menurunkan pajak atas kupon obligasi menjadi 10 % ini.

Alhasil, dengan pajak atas kupon reksadana yang saat ini masih di 10 %, menjadikan produk tersebut semakin kurang menarik. “Kalau kupon sama-sama 10%, reksadana terproteksi sudah tidak menarik lagi, karena harus mengeluarkan tax dan management fee,” ujarnya

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...