Pemerintah Perlu Mitigasi Risiko Jatuhnya Korban di Pemilu 2024

Rezza Aji Pratama
30 September 2021, 18:53
Pekerja membongkar surat suara di gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (23/12/2019). Sebanyak 4,8 juta surat suara yang digunakan pada Pemilu 2019 dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan nantin
ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Pekerja membongkar surat suara di gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (23/12/2019). Sebanyak 4,8 juta surat suara yang digunakan pada Pemilu 2019 dilelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan nantinya hasilnya masuk kas negara.

Anggota Komisi II DPR meminta Presiden menerbitkan regulasi untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa dalam gelaran Pemilu 2024.

Politisi dari Fraksi PKB Luqman Hakim berkaca dari Pemilu 2019 di mana ada 722 petugas meninggal dan 798 orang lainnya jatuh sakit. Ia menilai salah satu faktor penyebabnya adalah jam kerja yang panjang. Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang Pemilu mewajibkan penghitungan suara di TPS disesaikan pada hari yang sama dengan pencoblosan. Jika tidak selesai, penyelenggara diberikan tambahan 12 jam tanpa jeda.

“Penyelenggara dipaksa bekerja melebihi kepantasan manusia bekerja. Ini seperti kerja rodi,” ujarnya dalam diskusi  "Manajemen Risiko dalam Pemilu dan Tantangan Pemilu 2024", Kamis (30/9).

Guna mengantisipasi hal tersebut, Lukman menyarankan Presiden mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk menjamin keselamatan para petugas. Ini misalnya dilakukan dengan mencabut aturan yang mengharuskan penghitungan suara dilakukan tanpa jeda. Ia berharap dorongan banyak pihak bisa meyakinkan Presiden merevisi regulasi yang menimbulkan risiko bagi penyelenggara.

Dalam kesempatan itu, Luqman juga menyinggung soal penetapan jadwal Pemilu 2024 yang saat ini masih menjadi polemik. Komisi Pemilihan Umum mengusulkan hari pencoblosan digelar pada 21 Februari 2021, sementara pemerintah meminta dilaksanakan pada 15 Mei 2024.

Luqman berpendapat jika pemilu digelar Mei 2024 maka akan terlalu berdekatan dengan Pilkada pada November di tahun yang sama. Ia menjelaskan DPR, Pemerintah, dan KPU perlu memikirkan risiko-risiko yang muncul jika Pemilu 2024 digelar sesuai usul pemerintah. Risiko ini misalnya jika terjadi konflik dalam penetapan hasil pemilu, maka akan mengancam penggelaran Pilkada 2024.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...