Harga Minyak Tinggi, Berikut Harga Pertalite, Solar, LPG Tanpa Subsidi

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Petugas melakukan pengisian bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Penulis: Happy Fajrian
6/7/2022, 17.20 WIB

Tingginya harga minyak berdampak pada harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) dan LPG di Indonesia. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan penguatan harga minyak mentah salah satunya disebabkan oleh menurunnya suplai global.

“Terutama dari Libya dan Ekuador, serta terbatasnya kemampuan produksi OPEC+. Kalau kita melihat harga keekonomian dengan peningkatan harga minyak dan gas ini juga meningkat tajam,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (6/7).

Dengan harga minyak dan gas yang tinggi di pasar internasional, lalu berapa seharusnya harga BBM di Indonesia, mulai dari Pertalite, Pertamax, Solar, hingga LPG?

Berdasarkan formulasi perhitungan yang dilakukan oleh Pertamina pada Juli 2022, harga keekonomian Solar adalah Rp 18.150 per liter, sedangkan harga jual masih Rp 5.150 per liter. Kondisi ini membuat pemerintah harus membayar subsidi Solar Rp 13.000 per liter.

Sementara itu, harga keekonomian BBM bersubsidi Pertalite berada pada angka Rp 18.150 per liter. Pertamina menjual Pertalite Rp 7.650 per liter, sehingga setiap liter Pertalite yang dibeli oleh masyarakat mendapatkan subsidi Rp 9.550 per liter dari pemerintah.

Kemudian untuk LPG bersubsidi, Pertamina mengatakan pihaknya belum menaikkan harga elpiji nonsubsidi sejak tahun 2007, sehingga harganya masih Rp 4.250 per kilogram. Saat ini harga pasar LPG adalah Rp 15.698 per kilogram, maka subsidi dari pemerintah adalah Rp 11.448 per kilogram.

Harga keekonomian produk BBM nosubsidi jenis Pertamax adalah senilai Rp 17.950 per liter. Pertamina masih mematok harga Pertamax Rp 12.500 per liter, sedangkan perusahaan kompetitor sudah menetapkan harga produk sekitar Rp 17.000 per liter.

“Kami masih menahan harga Pertamax Rp 12.500 per liter karena kami juga pahami kalau Pertamax naik setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi. Kondisi ini tentu akan menambah beban negara,” kata Nicke.

Lebih lanjut ia menyampaikan pihaknya akan terus memantau kondisi harga pasar dan melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang sesuai.

Nicke menerangkan perhitungan harga keekonomian BBM dan elpiji tersebut sudah sesuai dengan formulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM. Menurutnya, formula perhitungan ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan kompetitor lain dalam menetapkan harga BBM maupun LPG mereka.

Seperti diketahui tingginya harga minyak membuat pemerintah mengajukan tambahan anggaran subsidi energi dan kompensasi tahun ini menjadi Rp 520 triliun, naik lebih dari dua kali lipat anggaran sebelumnya yang "hanya" Rp 134,03 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengajuan tambahan ini adalah konsekuensi langkah pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik meski harga minyak dunia meningkat.

Adapun rendahnya anggaran subsidi energi awal tahun ini karena APBN yang berasumsi rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) hanya sebesar US$ 63 per barel sepanjang tahun. Nyatanya, harga minyak melonjak hingga nyaris menyentuh US$ 130 per barel, lebih dari dua kali lipat dalam asumsi awal APBN.

Lonjakan harga minyak disebabkan oleh ketatnya pasokan yang diperparah dengan gangguan pasokan lebih lanjut imbas perang Rusia-Ukraina terutama oleh sanksi yang dijatuhkan negara Barat atas pasokan minyak dan gas Rusia.

Reporter: Antara