Sanksi Keluarkan Bank dari SWIFT Bisa Hancurkan Ekonomi Rusia?

ANTARA FOTO/REUTERS/Sputnik/Alexey Nikolsky/Kremlin /RWA/dj
Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin rapat dengan anggota Dewan Keamanan melalui tautan video di Moskow, Rusia, Jumat (25/2/2022).
Penulis: Desy Setyowati
27/2/2022, 12.04 WIB

Bank-bank di Rusia dikeluarkan dari SWIFT, karena Moskow menginvasi Ukraina. Sanksi dari Amerika Serikat (AS), Komisi Eropa, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, dan Kanada ini dinilai dapat menghancurkan ekonomi Rusia, dengan beberapa pertimbangan.

Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT merupakan jaringan keamanan tinggi yang menghubungkan ribuan lembaga keuangan di seluruh dunia. Ini adalah sistem pesan yang memungkinkan bank memindahkan uang dengan cepat dan aman, mendukung triliunan dolar dalam arus perdagangan dan investasi.

Keluarnya beberapa bank dari SWIFT dipandang sebagai hukuman finansial yang sangat berat, karena berada di jantung sistem perbankan. Sanksi ini membatasi akses bank-bank Rusia ke aliran uang global sehingga mempersulit bisnis untuk mengekspor atau mengimpor, atau untuk membiayai diri mereka sendiri dari luar negeri.

"Sanksi ini akan memastikan bahwa bank-bank ini terputus dari sistem keuangan internasional dan membahayakan kemampuan mereka untuk beroperasi secara global," demikian isi pernyataan bersama AS dan sejumlah negara di Eropa yang dirilis oleh Gedung Putih, dikutip dari CNN Internasional, Minggu (27/2).

Mereka mengatakan, hanya sejumlah bank terpilih yang bakal dikeluarkan dari SWIFT. Namun tidak disebutkan nama-namanya.

"Mari kita lihat bank mana yang mereka pilih,” kata pakar sanksi ekonomi di lembaga pemikir Eurasia Center of the Atlantic Council Edward Fishman dikutip dari Reuters, Minggu (27/2).

Jika daftar tersebut mencakup bank-bank Rusia terbesar, seperti Sberbank (SBER.MM), VTB (VTBR.MM), dan Gazprombank, ini akan menjadi kesepakatan yang sangat besar.

Sberbank dan VTB sebelumnya mengatakan bahwa mereka siap untuk setiap perkembangan. Sedangkan sanksi dari AS dan Eropa itu bakal mendorong banyak nasabah beralih ke bank yang tidak terkena dampak di Rusia.

Mantan wakil ketua bank sentral Rusia yang sekarang tinggal di Amerika, Sergey Aleksashenko mengatakan bahwa sanksi itu dapat memukul rubel dengan keras pada pembukaan perdagangan Senin (28/2). Hal ini akan mengganggu impor.

"Ini adalah akhir dari bagian penting ekonomi," kata Aleksashenko. "Setengah pasar konsumen akan hilang. Barang-barang ini bakal hilang jika pembayaran tidak dapat dilakukan."

Akan tetapi, dampaknya bisa kecil, jika sanksi AS dan Eropa menyasar bank yang sudah terkena sanksi. Selain itu, apabila bank sentral Rusia diberi waktu untuk mengirim aset di tempat lain.

“Masalah yang sama sekali berbeda,” kata mantan bankir senior Rusia yang enggan disebutkan namanya.

Sebagian besar transaksi valuta asing harian sekitar US$ 46 miliar oleh lembaga keuangan Rusia. Sanksi dari AS dan Eropa menargetkan hampir 80% dari semua aset perbankan di negara itu.

Sebagai alternatif untuk SWIFT, Rusia telah mendirikan jaringan sendiri yakni System for Transfer of Financial Messages (SPFS). “Ini mengirim sekitar dua juta pesan pada 2020, atau sekitar seperlima dari lalu lintas internal Rusia,” kata bank sentral.

Bank sentral berencana meningkatkan porsi SPFS terhadap keseluruhan transaksi menjadi 30% pada 2023.

Namun SPFS, yang membatasi ukuran pesan dan hanya beroperasi pada hari kerja, mengalami kesulitan untuk menambahkan anggota asing.