Banding Nikel, Kadin Sebut RI Tak Boleh Tunduk Seperti Masa Penjajahan

ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara Aneka Tambang Tbk di distrik Pomala, Indonesia, 30 Maret 2021.
22/12/2022, 16.29 WIB

Dia menjelaskan, kekalahan tersebut tidak menimbulkan masalah dan tidak berdampak apapun terhadap para investor. Para investor hanya bertujuan untuk berinvestasi dan bekerjasama dengan Indonesia, ” Karena mereka memang benar-benar mau investasi untuk perkembangan hilirisasi di Indonesia. Jadi gak ada dampaknya buat mereka,” kata Shinta.

Nilai Ekspor Nikel Melonjak Berkat Hilirisasi

Pemerintah resmi melarang ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020. Tujuan pemerintah yaitu meningkatkan nilai tambah nikel melalui hilirisasi. Apalagi tren penggunaan kendaraan listrik semakin meningkat di dunia, di mana nikel adalah bahan baku penting untuk memproduksi baterai .

Kebijakan pemerintah melarang ekspor nikel dan mendorong hilirisasi berbuah manis. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor nikel pada kuartal III 2022 mencapai US$4,13 miliar. Angka itu meroket 405,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 820 juta.

Nilai ekspor nikel mengalami lonjakan signifikan tak lama setelah larangan ekspor bijih nikel berlaku. Hasilnya mulai terlihat pada 2021 dengan nilai ekspor yang melonjak hingga 58,89% menjadi US$ 1,28 miliar dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar US$ 808,4 juta.

Sedangkan tahun ini, pemerintah menargetkan nilai ekspor nikel dapat mencapai US$ 27-30 miliar. "Menurut data perdagangan, kami akan menutup perdagangan nikel pada 2022 dengan nilai US$ 27 miliar sampai US$ 30 miliar," kata Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil dalam Indonesia Net Zero Summit 2022, Bali, Jumat (11/11).

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu