Empat E-Commerce Berebut Pasar saat Pandemi, Siapa yang Unggul?

sentavio/123RF
Ilustrasi. E-commerce bersaing mendapatkan ‘kue’ dari tingginya permintaan layanan selama pandemi.
Penulis: Desy Setyowati
18/9/2020, 15.15 WIB

Berdasarkan data iPrice, Shopee menempati urutan pertama dengan jumlah kunjungan per bulan terbanyak di Indonesia. Sedangkan Tokopedia menempati peringkat kedua.

Tokopedia berfokus pada lima hal untuk mendorong perkembangan bisnis. Kelimanya yakni memperkuat fondasi, fokus pada kebutuhan konsumen, memperluas pemanfaatan data, penggunaan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), dan menjalankan kerangka kerja yang optimal secara finansial.

Saat ini, perusahaan menggaet sembilan juta penjual yang seluruhnya merupakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “Berkat mereka, lebih dari 1% perekonomian Indonesia terjadi di platform Tokopedia,” kata External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya kepada Katadata.co.id.

CEO Tokopedia William Tanuwijaya memang sempat menyampaikan, perusahaan memperkirakan GMV tembus Rp 222 triliun pada tahun lalu.

Perusahaan itu juga merambah layanan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) melalui Dhanapala, yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Agustus 2019. Unit bisnis ini dinilai dapat memperkuat bisnis Tokopedia.

Sedangkan Lazada berfokus pada LazMall Brand Official dan LazGlobal. Perusahaan asal Singapura ini pun menggandeng tiga mal di bawah naungan Pakuwon Group untuk menyediakan pusat perbelanjaan digital di platform.

Pengguna bisa berbelanja di toko resmi merchant atau merek (brand) di ketiga mal itu, melalui platform Lazada.

Berdasarkan studi Facebook dan Bain & Company berjudul ‘Digital Consumers of Tomorrow, Here Today’ yang dirilis bulan lalu, konsumen digital Asia Tenggara selalu terbuka untuk mencoba merek baru. “Kami mencermati jenis merek yang dibeli konsumen. Hasilnya, mereka menunjukkan preferensi yang kuat terhadap merek tepercaya dan mapan,” demikian dikutip.

Selain itu, sekitar 35-43% konsumen digital di Asia Tenggara membeli bahan makanan kemasan, bahan makanan segar, dan minuman non-alkohol saat pandemi Covid-19. Transaksinya bahkan meningkat hingga 8,4 kali selama April-Juni.

Hal itu juga sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), sebagaimana Databoks di bawah ini:

 

Lazada menggaet perdagangan berbasis komunitas (social commerce), Chilibeli untuk memasarkan bahan pokok. Namun Shopee juga meluncurkan Shopee Food untuk menjajakan bahan pangan hingga makanan siap saji pada April lalu.

Bisnis Tutup saat E-Commerce Kian Diminati 

Keempat e-commerce itu menerapkan strategi tersendiri untuk memaksimalkan potensi pasar yang meningkat di masa pagebluk ini. Facebook dan Bain & Company memproyeksikan, ada 137 juta konsumen digital di Indonesia tahun ini. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.

Sejalan dengan hal itu, tingkat penggunaan layanan e-commerce pun melonjak sebagaimana Databoks di bawah ini:

Nilai transaksi belanja online di Indonesia diperkirakan hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini juga melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.

Berdasarkan laporan AppsFlyer bertajuk ‘The State of Shopping App Marketing 2020 Edition’, waktu yang dihabiskan konsumen Indonesia di platform e-commerce meningkat 70% selama Februari-Juni. Ini bertepatan dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Managing Director dan President AppsFlyer APAC Ronen Mense menyampaikan, pengguna di Tanah Air rerata berbelanja enam kali di aplikasi belanja selama April lalu. “Kami memperkirakan angkanya terus meningkat dengan adanya kampanye 11.11 pada November dan musim liburan akhir tahun,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, kemarin (17/9).

Kendati begitu, Blanja.com milik  Telkom Grup, Sorabel, dan Stoqo justru tutup. Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri Sirait menilai, startup yang menutup layanan padahal tengah diminati, lebih disebabkan oleh kompetisi. “Saat bertarung, ujungnya pasti soal harga,” kata dia kepada Katadata.co.id, bulan lalu (5/8).

Selain karena kompetisi, startup-startup yang tak bisa bertahan karena gagal mengelola keuangan. "Kenyataannya, tidak semua startup akan bertahan meski di sektor yang diuntungkan oleh adanya pandemi," kata CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan