Pendapatan Facebook hingga Google Diramal Pulih, tapi Diduga Monopoli

Arief Kamaludin (Katadata)
Ilustrasi Google
Penulis: Desy Setyowati
28/10/2020, 12.56 WIB

Pendapatan iklan raksasa teknologi global seperti Facebook, Twitter, Amazon, dan induk Google, Alphabet diramal pulih pada kuartal III, meski masih ada pandemi corona. Namun, mereka juga dihantui peraturan terkait monopoli.

Analis Morgan Stanley mencatat, ada akselerasi belanja iklan digital pada kuartal III. “Perhitungan kasar, pertumbuhan pendapatan iklan secara tahunan mendekati ke tingkat yang sama saat Januari-Februari,” demikian kata analis dalam laporannya, dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (28/10).

Mereka memperkirakan, pertumbuhan pendapatan iklan kuartal III lebih tinggi 2% hingga 12% dari prediksi awal.

Namun, Morgan Stanley menduga bahwa biaya akuisisi pelanggan e-commerce juga meningkat. Ini berarti pertumbuhan iklan berpotensi melambat pada akhir tahun dan awal 2021, jika biaya beriklan menjadi lebih mahal.

Pada pekan lalu, analis Loop Capital juga mencatat bahwa aktivitas iklan meningkat 10% sampai 20% secara kuartalan (quarter to quarter/qtoq) pada kuartal III. Peningkatan ini diprediksi berlanjut pada kuartal IV, sekitar 15%-20%.

Untuk Facebook, analis Stifel memperkirakan pendapatannya tumbuh 2%-3% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, pertumbuhannya terbatas karena ada kampanye boikot iklan di platform besutan Mark Zuckerberg ini beberapa waktu lalu.

Sedangkan pendapatan Alphabet turun untuk pertama kalinya dalam sejarah pada kuartal II, karena pandemi Covid-19. Kini, analis Jefferies menilai bahwa induk Google ini berada dalam posisi yang bagus untuk memanfaatkan peningkatan aktivitas iklan.

Analis juga melihat kekuatan dari sisi harga iklan YouTube dan pulihnya belanja produk bermerek secara online melalui platform.

Pendapatan Amazon dari iklan juga diproyeksikan meningkat. "Dengan investasi besar baru-baru ini terkait logistik dan musim liburan yang diperpanjang di AS, kami pikir biaya pengiriman dapat lebih mudah untuk dikelola dan memungkinkan pendapatan dari iklan mengalir,” demikian kata analis BMO dalam laporannya.

Untuk Twitter, analis Jefferies menaikkan 2% dari estimasi awal pendapatan kuartal III sebesar 2%. Sedangkan analis RBC memperkirakan bahwa penghasilan iklan perusahaan media sosial ini turun 5% yoy, tetapi lebih baik dibandingkan konsensus yang memprediksi negatif 10%.

Para raksasa teknologi tersebut akan mengumumkan laporan keuangan kuartal III besok. Namun, di tengah proyeksi positif terkait pendapatan iklan, mereka dihadapkan pada dugaan monopoli.

Subkomite Kehakiman Kongres Amerika Serikat (AS) merilis laporan terkait praktik monopoli yang dilakukan oleh raksasa teknologi seperti Google, AppleFacebook, dan Amazon. Mereka pun menyerukan reformasi Undang-Undang atau UU Antimonopoli.

Manajer portofolio di Synovus Trust Dan Morgan menilai, regulator tampaknya bukan hanya akan memberikan sanksi denda atas praktik monopoli jika terbukti nantinya, tetapi juga berpotensi mengubah cara perusahaan menjalankan bisnis. “Dulu, ada banyak basa-basi, tapi sekarang cukup aktif,” kata dia dikutip dari Reuters, Selasa (27/10).

Sebelumnya, anggota subkomite dari Partai Demokrat Pramila Jayapal optimistis, reformasi UU Antimonopoli akan diperkenalkan dalam tiga sampai enam bulan ke depan. Walaupun ada tantangan dari sisi pemilihan presiden dan kongres.

Pramila menilai reformasi UU itu penting, karena selama ini pemerintah sulit memenangkan perkara dugaan pelanggaran antimonopoli. Padahal, konsumen dan startup kecil akan sulit berkembang akibat praktik monopoli.

"Inovasi dan kreativitas benar-benar terhambat dan bagaimana bisnis kecil dan konsumen merugi," kata Jayapal dikutip dari CNBC Internasional, awal Oktober lalu (7/10).

Rencana mereformasi UU itu muncul, setelah subkomite antimonopoli merilis laporan terkait dugaan praktik monopoli oleh raksasa teknologi. Laporan ini merupakan hasil penyelidikan selama 16 bulan.

Laporan itu memerinci praktik monopoli dan perilaku antikompetitif yang diduga dilakukan oleh Google, Apple, Facebook, dan Amazon. Keempat perusahaan dinilai menggunakan kekuatannya untuk mengekstraksi konsesi dan mendikte persyaratan kepada pesaing.