Memasuki periode gajian, banner promosi dari GoPay, OVO hingga DANA menghiasi mal hingga pasar tradisional. Perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran berdalih, ‘bakar uang’ merupakan bagian dari edukasi pasar. Mereka pun bersaing memberikan penawaran paling menarik untuk menggaet konsumen.
Semakin besar diskon yang ditawarkan, perusahaan berharap makin banyak konsumen dan mitra penjual yang menggunakan layanan dompet digitalnya. “Strategi seperti ini digunakan perusahaan untuk mengakuisisi mitra dan supaya mereka (mitra) mau pakai (layanan dompet digital),” kata Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung kepada Katadata.co.id, Sabtu (21/9).
Penyedia layanan dompet digital memang bukan hanya fintech. Bank hingga perusahaan telekomunikasi pun merambah pasar yang sama. “Karena fintech ada uang investor, promosinya lebih banyak. Sedangkan bank, pengeluarannya diawasi (otoritas terkait), jadi tidak ‘bakar uang’ besar-besaran,” kata dia.
(Baca: Gelombang Besar Transaksi Nontunai di Indonesia)
Dua fintech pembayaran yang sering menawarkan diskon adalah GoPay dan OVO. Bahkan, keduanya sama-sama mengusung jargon ‘payday’ saat menawarkan promosi selama periode gajian.
Akhir bulan ini misalnya, OVO menawarkan uang kembali (cashback) hingga 60% di beberapa merchant, GrabBike, GrabCar, dan GrabFood selama sepekan. Pengguna hanya perlu memasukkan kode promo OVOPAYDAY.
Pesaingnya, GoPay juga rutin menggelar promosi serupa. Dompet digital besutan Gojek ini menawarkan cashback hingga 50%. Jika promosi OVO dalam rangka ulang tahun kedua, GoPay terkait hari jadi yang pertama.
Upaya ‘bakar uang’ memang terbukti menggaet konsumen. Intan Nirmala (25 tahun) misalnya, hanya akan membeli kebutuhan sehari-hari setelah gajian. Selain karena dananya sudah tersedia, ada banyak penawaran menarik selama periode ini.
Ia juga mengunduh banyak aplikasi dompet digital. “Untuk perbandingan. Kalau aplikasi A diskonnya lebih besar di merchant A, saya pakai itu,” kata Intan. Ia juga jeli memaksimalkan diskon. Jika ada batasan uang kembali (cashback), maka ia akan menggunakan lebih dari satu dompet digital untuk bertransaksi di satu mitra penjual.
(Baca: Perbankan dan Fintech Pembayaran, Bukan Lawan tapi Kawan)
Para petinggi fintech pembayaran pun mengamini strategi ‘bakar uang’ ini untuk menggaet lebih banyak konsumen dan transaksi. “Kami butuh orang beralih (dari tunai ke non-tunai) jadi kami bakar uang. Tetapi, kami memberikan promosi kepada orang yang tepat dan waktu yang tepat,” kata CEO GoPay Aldi Haryopratomo.
Persaingan Empat Besar Dompet Digital di Indonesia
Laporan iPrice pun menunjukkan, transaksi melalui layanan ini mencapai US$ 1,5 miliar di Indonesia pada 2018. Sebanyak 30% dari total transaksi uang elektronik di Indonesia berasal dari GoPay, menurut data Medium.
Selain gencar memberikan diskon, GoPay memaksimalkan ekosistem Gojek untuk meningkatkan transaksi. Gojek memiliki sekitar dua juta mitra pengemudi taksi dan ojek online. Selain itu, decacorn Tanah Air ini menggaet sekitar 400 ribu mitra GoFood dan 60 ribu penyedia layanan.
Alhasil, penggunaan (usecase) GoPay menjadi lebih luas, mulai dari pesan-antar makanan, transportasi publik, pembelian tiket bioskop, pembayaran e-commerce, logistik, pengisian pulsa, tagihan bulanan, penarikan tunai hingga Google Play Store. Hal ini membuat transaksinya menjadi lebih besar.
Sekitar 50% transaksi di aplikasi Gojek menggunakan layanan pembayarannya. Selain itu, GoPay meningkatkan transaksi di luar ekosistem Gojek dengan menggaet Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
GoPay mencatat, jumlah pengguna aktif rerata naik 90% dan mitra mikro tumbuh 69 kali. Sedangkan transaksi di luar ekosistem Gojek tumbuh 25 kali sejak diperkenalkan.
(Baca: Kerikil Penghambat Mewujudkan Masyarakat Nontunai)
Konsumen pun bisa melihat kode Quick Response (QR Code) GoPay ada di mal hingga pedagang kaki lima. Sebanyak 30 pasar tradisional di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan 10 di wilayah lainnya pun menggunakan layanan GoPay.
Selain memperluas pasar dan penggunaan (usecase), GoPay berkolaborasi dengan perbankan untuk mendapat untung. Dompet digital itu bisa memasarkan produk perbankan dan membantu bank mengakuisisi konsumen. “Kami memposisikan diri sebagai jembatan bagi bank,” kata Aldi dikutip dari CNBC Internasional, Maret lalu.
Pesaing kuat GoPay adalah OVO. Dompet digital ini juga memaksimalkan ekosistem Grab untuk meningkatkan transaksi dan hadir di pusat perbelanjaan milik Lippo Grup.
OVO pun menggaet sekitar 500 ribu mitra offline, 9 juta mitra Grab, 3 juta pedagang online di Tokopedia. Berdasarkan data CB Insights, valuasi OVO disebut menyentuh US$ 2,9 miliar atau sudah menjadi unicorn. Namun, OVO belum memberikan tanggapan terkait hal itu.
Sejauh ini, GoPay dan OVO cenderung menggarap pasar yang sama. Namun, OVO menawarkan benefit lain yakni gratis isi ulang (top-up). Sedangkan pengguna GoPay harus membayar Rp 1.000 per transaksi isi ulang.
(Baca: Berguru Transaksi Nontunai ke Tiongkok dan Australia)
Belum lagi, OVO baru saja menunjuk Presiden Direktur baru yakni Karaniya Dharmasaputra. Namun, ia juga masih menjabat sebagai CEO Bareksa. Melalui rangkap jabatan ini, ia berharap dapat memperkuat integrasi bisnis antara OVO dan Bareksa.
Melalui integrasi tersebut, produk investasi Bareksa bakal tersedia pula di OVO. Namun, saldo tetap terpisah sesuai arahan BI. "Peluang uang elektronik sangat besar. Kami berharap, masyarakat tidak hanya konsumsi (belanja) tetapi juga berinvestasi untuk kesejahteraan mereka juga," kata Karaniya, beberapa waktu lalu (19/9).
Selain itu, Grab dikabarkan tengah melakukan pembicaraan dengan Emtek untuk mengakuisisi DANA. Jika itu jadi dilakukan, maka daya saing OVO dan DANA akan semakin kuat.
Persaingan GoPay, OVO, LinkAja, dan DANA
LinkAja | GoPay | OVO | DANA | |
Pengguna | 30 juta | 155 juta (unduhan aplikasi Gojek) | Lebih dari 115 juta (155 juta unduhan aplikasi Grab) | 15 juta pengguna aktif per April 2019 |
Jumlah mitra | Lebih dari 183 ribu titik lokasi | Sekitar 400 ribu mitra GoFood, 60 ribu penyedia layanan, 2 juta mitra pengemudi Gojek | Lebih dari 500 ribu mitra offline, 9 juta mitra Grab, (termasuk agen), dan 3 juta merchant di Tokopedia | Kerja sama dengan 40 mitra per Maret 2018 (TIX.ID, Sepulsa, Ramayana, Fore, Moka, dll). Dan, menyediakan 600 mesin pemindai per akhir 2018. |
Payment Point Online Bank (PPOB) | IndiHome, listrik, PDAM, pulsa hingga voucher gim online | Pulsa, listrik, PDAM, streaming, TV kabel hingga voucher gim online, Google Play Store | Pulsa, listrik, asuransi, streaming, TV kabel hingga BPJS kesehatan | Pulsa, listrik, voucher gim, BPJS, air, asuransi Jiwasraya & Toko Marine hingga TV kabel, |
E-commerce | Bekerja sama dengan 20 e-commerce | Blibli.com, JD.ID, Sociolla, | Tokopedia, Sociolla, | Bukalapak, Lazada |
Transportasi | Blue Bird, KAI, Trans Semarang, Damri, Railink, Garuda Indonesia, Citilink, MRT, LRT di Palembang | Gojek (motor dan mobil), Trans Semarang, taksi | Grab (motor, mobil, bajay), taksi, eScooter | n/a |
Donasi | BUMN, Bazis, Baznas, Ycab, Lazismu, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, masjid | Baznas, Rumah Zakat, KitaBisa, Institut Musik Jalanan (IMJ), masjid | Baznas, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa | Dompet Dhuafa |
Layanan publik | ü Uji coba salurkan bansos lewat TCash 2015 dan 2016ü Menyalurkan kredit UMiü PBBü Samsatü SIM dan SKCK di Cilacap | ü 50 SMKü SIM dan SKCK di Gresik, Surabaya, dan Bekasiü PBB di Semarangü Menyalurkan kredit UMi | ü Universitas Katolik (UNIKA) Widya Mandala di Surabayaü SIM dan SKCK di Mojokerto dan Surabaya | n/a |
Cicilan atau Pinjaman | Bekerja sama dengan Kredit Pintar | Gandeng PT Mapan Global Reksa (Findaya) untuk fitur cicilan (paylater) | Gandeng Taralite untuk fitur cicilan (paylater) di Tokopedia | n/a |
Penarikan Tunai | Di ATM Himbara dengan biaya administrasi Rp 5 ribu per transaksi, Indomart, Alfamart, FamiliyMart, Circle K, Graparai dan Pos Indonesia | Tarik dana ke rekening bank minimal Rp 10 ribu dengan biaya Rp 2.500. | Transfer dana ke rekening bank minimal Rp 10 ribu, dengan biaya Rp 3 ribu. Gratis lewat agen LKD. | Transfer ke rekening bank minimal Rp 50 ribu dengan biaya switching Rp 6.500 dan gratis biaya administrasi |
Sumber: Katadata, diolah
Ketatnya kompetisi GoPay dan OVO makin terasa tatkala beberapa lembaga survei merilis laporan terkait pasar dompet digital. Ada empat kajian yang menyatakan bahwa GoPay menguasai pasar yakni riset iPrice Group dan App Annie, kajian Financial Times Confidential Research Mobile Payment, laporan Fintech 2018 dari DailySocial bersama OJK, serta Alvara.
(Baca: Transaksi Tembus Rp 89,5 Triliun, Pengguna Aktif GoPay Terbanyak di RI)
Riset iPrice Group dan App Annie menunjukkan, pengguna aktif bulanan GoPay merupakan yang terbanyak di Indonesia. Transaksi melalui dompet digital besutan Gojek itu tembus US$ 6,3 miliar atau sekitar Rp 89,5 triliun per Februari 2019.
Perusahaan riset itu mencatat, 70% transaksi di aplikasi Gojek menggunakan GoPay sebagai sarana pembayaran. “GoPay juga merupakan metode pembayaran utama dari GoFood, yang juga merupakan layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara,” demikian dikutip dari laporan iPrice, beberapa waktu lalu (12/8).
Namun, ada tiga kajian lain yang menyebutkan bahwa OVO mendominasi pasar layanan pembayaran yakni Kantar, Morgan Stanley dan Snapcart. Dalam laporan Morgan Stanley berjudul ‘Indonesia Banks: Fintech continues to lead digital payment market, 73% dari total 727 responden menggunakan OVO. Sedangkan GoPay digunakan 71% responden. Survei itu dilakukan di beberapa kota di Indonesia pada Oktober 2018.
Riset Snapcart menunjukkan bahwa 58% dari total 1.800 responden menggunakan OVO. Hanya 23% yang memakai layanan GoPay. Survei itu dilakukan di enam kota pada Mei lalu.
(Baca: OVO Jadi Dompet Digital Terbesar di Indonesia Berkat Ekosistem Grab)
Yang teranyar, berdasarkan laporan Tech In Asia, data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa pangsa pasar OVO mencapai 37% dari total transaksi dompet digital Rp 56,1 triliun di Indonesia selama Semester I 2019. Artinya, transaksi OVO mencapai Rp 20,8 triliun.
Sedangkan pasar Gopay hanya 17% atau Rp 9,5 triliun. Penyedia dompet digital lain, yakni DANA dan LinkAja masing-masing berkontribusi 10% dan 3%. Data ini ditunjukkan pada para pelaku industri pembayaran dalam diskusi tertutup di acara Fintech Summit 2019.
Meski begitu, dominasi keduanya tak menyurutkan minat DANA untuk menggali pasar bisnis dompet digital. Didukung oleh Emtek dan Ant Financial (Alipay), DANA juga gencar memberikan promosi.
CEO DANA Vincent Iswara menyampaikan, promosi diperlukan untuk mengenalkan produk baru. Strategi seperti ini, menurutnya sejak lama diterapkan oleh banyak industri, termasuk yang sudah lama berdiri (established industry).
“Promosi ini saya rasa ini memang harus dilakukan untuk membuat konsumen aware dan mau mencoba. Tetapi, kami lihat ini bukan longterm strategy. Ini pengenalan,” kata Vincent.
(Baca: Salip Gopay, Grab Akan Akuisisi DANA dari Emtek)
Ia menyatakan bahwa perusahaannya sudah menyiapkan tiga strategi jangka panjang. Pertama, memberikan nilai tambah dari sisi keamanan. Kedua, kemudahaan transaksi. Ketiga, adopsi yang cepat.
Karena itu, DANA fokus menggaet platform lain untuk memperluas layanan. Selain itu, DANA mengusung skema self on boarding bagi UMKM yang ingin bergabung. Mitra hanya perlu mendaftar secara online dan mencetak sendiri kode QR DANA.
Dengan strategi ini, DANA bisa menggaet mitra penjual di perdesaan. DANA pun berkolaborasi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di beberapa daerah di Pulau Jawa. “Pasar mana pun yang kami target, potensinya masih besar,” kata dia.
Layanan USSD itu memang baru tersedia bagi pelanggan Telkomsel. Tetapi LinkAja berencana memperluasnya ke konsumen perusahaan telekomunikasi lainnya.
(Baca: Potensi LinkAja Menggoyang Dominasi Dompet Digital Go-Pay dan OVO)
Selain itu, LinkAja memanfaatkan Laku Pandai. Layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif ini digerakkan oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk menyasar pengguna di daerah.
Data 1,5 juta titik kontak finansial lewat layanan konvensional di Indonesia per 2017
Layanan | Jumlah |
Cabang bank | 38.000 |
ATM milik bank | 103.953 |
EDC | 500.000 |
Laku Pandai | 700.000 |
Layanan Keuangan Digital (LKD) | 200.000 |