Mirae Asset Turunkan Target IHSG Jadi 7.585 pada 2024, Ini Alasannya
Mirae Asset Sekuritas Indonesia menurunkan target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi 7.585 untuk tahun 2024. Padahal sebelumnya, Mirae Asset memproyeksikan laju IHSG dapat menyentuh level psikologis 8.100 pada semester II 2024.
Proyeksi awal berdasarkan beberapa faktor pendorong seperti potensi kebijakan ekonomi yang mendukung pertumbuhan, kejelasan hasil Pemilu, hingga perbandingan valuasi IHSG dengan pasar saham negara lain.
Akan tetapi, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto justru menyoroti asumsi pertumbuhan IHSG tidak setinggi seperti yang diperkirakan.
Selain itu, Mirae juga melihat ruang Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga pada tahun ini cenderung terbatas. Apalagi, nilai tukar rupiah juga masih tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
“Sebetulnya kita memang expect IHSG di Rp 8.100, tapi memang kondisinya yang kita semua ketahui tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya,” kata Rully dalam Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Maintaining Growth: Indonesia's Economic Outlook Amidst Challenging Global Environment di Jakarta, Rabu (3/7).
Pergerakan IHSG pada tahun ini juga dibayangi oleh sentimen global dan domestik. Hal itu terlihat dari kinerja pasar ekuitas global atau bursa Wall Street yang tahun ini cukup positif.
Misalnya indeks saham Dow Jones naik 3,9%, S&P 500 terapresiasi 14,8%, Nikkei meroket 19,8%, Hang Seng Hong Kong menguat 4,2%, dan Strait Times naik 3,9% sepanjang tahun 2024.
“Namun kinerja IHSG tahun ini kurang menggembirakan dibanding dengan negara maju, dengan penurunan IHSG sebesar 2%,” ucap Rully.
Menurut Rully, hal ini dipengaruhi oleh aksi jual asing pada akhir-akhir ini, terutama pada saham-saham sektor perbankan yang memiliki kapitalisasi pasar atau market cap besar.
Suku Bunga The Fed Tidak Sesuai Harapan Pasar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh angka Rp 16.431 per dolar AS pada Mei lalu karena dipengaruhi oleh kekecewaan pasar terhadap kondisi perekonomian global. Karena suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed tidak turun seperti yang diharapkan pasar.
Padahal sebelumnya, pasar memprediksi penurunan suku bunga sebanyak empat hingga lima kali pada tahun ini. Namun hingga saat ini, Fed Fund Rate (FFR) masih stabil pada posisi 5,5% dan tidak menunjukkan tanda akan terjadi penurunan. Bahkan menurut Sri Mulyani, penurunan suku bunga diperkirakan hanya terjadi satu kali.
"Ini yang menyebabkan ekspektasi pasar yang kecewa, sehingga menimbulkan reaksi yang menyebabkan penguatan indeks dolar AS dan menyebabkan depresiasi mata uang, termasuk mata uang kita,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Kamis (27/6).
Rupiah terdepresiasi 6,58% bersamaan dengan nilai tukar sejumlah negara berkembang lainnya. Namun pelemahan rupiah ini dinilai masih lebih baik dibandingkan Brasil dan Jepang yang menunjukkan pelemahan jauh lebih dalam. “Bahkan Jepang berada pada level yang sebanding dengan 1986,” ujar dia.