Rupiah Diramal Melemah Imbas Sentimen Kunjungan Ketua DPR AS ke Taiwan

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021).
Penulis: Abdul Azis Said
4/8/2022, 09.45 WIB

Selain sentimen kenaikan bunga The Fed, pasar juga mengantisipasi kembali meningkatnya ketegangan hubungan Amerika dan Cina. "Volatilitas pasar juga meningkat karena adanya konflik geopolitik antara Cina dan Taiwan," kata Reny.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan pada Rabu (3/8). Lawatan pejabat AS kemudian direspons protes keras dari Cina yang mengklaim Taiwan adalah bagian dari negaranya.

Cina menunjukkan kemarahan dengan meningkatkan aktivitas militer di perairan sekitar Taiwan, serta memanggil duta besar AS di Beijing, dan menghentikan beberapa impor pertanian dari Taiwan.

Dari domestik, pelaku pasar akan menantikan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2022 dan cadangan devisa. Reny memperkirakan pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh sebesar 5,15% yoy.

Selain data ekonomi dari dalam negeri, pelaku pasar juga akan mengantisipasi rilis data sektor ketenagakerjaan AS sebagai salah satu faktor pertimbangan kebijakan The Fed ke depan. Tingkat pengangguran AS diprediksi masih stabil sebesar 3,6% pada Juli 2022.

Analis DCFX Lukman Leong juga melihat rupiah masih akan tertekan dan bergerak di rentang Rp 14.850-Rp 14.960 per dolar AS. Tekanan rupiah terutama berasal dari sejumlah komentar pejabat The Fed terkait kemungkinan kenaikan bunga agresif.

"Namun dengan sentimen risk on di bursa mendukung riskier currency seperti rupiah," kata Lukman dalam risetnya.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said