Advertisement
Advertisement
Analisis | Nasib Buruh Tergerus Harga BBM dan Dampak Pandemi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Nasib Buruh Tergerus Harga BBM dan Dampak Pandemi

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian belum sepenuhnya pulih. Namun, beban buruh makin berat seiring kenaikan harga BBM. Inflasi yang kian tinggi akan semakin menggerus daya beli para pekerja.
Dzulfiqar Fathur Rahman
12 September 2022, 13.21
Button AI Summarize

Upah atau gaji buruh belum sepenuhnya pulih dari kemerosotan akibat pandemi Covid-19. Masih banyak pekerja yang menerima upah kurang dari batas minimum. Namun, harga bahan bakar minyak (BBM) melonjak baru-baru ini.

Setelah memperhitungkan inflasi, rata-rata upah diperkirakan sebesar Rp2,67 juta pada Februari 2022, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan analisis Katadata. Ini masih lebih rendah 4,17% dari Februari 2020, satu bulan sebelum pandemi (lihat grafik).

Di sebagian besar sektor, rata-rata upah riil masih lebih rendah dari level prapandemi. Sektor akomodasi dan penyedia makanan dan minuman, misalnya. Sektor yang terpukul keras oleh pembatasan mobilitas ini rata-rata upah diperkirakan masih lebih rendah 10,37% pada Februari 2022 dibandingkan sebelum pandemi, setelah menyesuaikan inflasi.

Sebaliknya, setidaknya baru ada empat sektor yang telah menunjukkan rata-rata upah riil yang lebih tinggi dari Februari 2020. Salah satunya adalah informasi dan komunikasi, yang memperoleh momentum seiring dengan percepatan digitalisasi selama pembatasan kegiatan masyarakat.

(Baca: Beban Orang Miskin Akibat Kenaikan Harga BBM dan Inflasi)


Kenaikan harga BBM di tengah kondisi pendapatan pekerja yang masih suram ini telah mendorong para pekerja untuk protes. Serikat buruh melakukan demonstrasi pada 6 September 2022 di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak kenaikan harga ini.

(Baca: Foto: Aksi Demonstrasi Penolakan Kenaikan Harga BBM di Depan DPR)

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira