Soal Pelemahan Rupiah, BI: Imbas Perang Dagang AS-Tiongkok
Nilai tukar rupiah sempat menyentuh posisi 14.300 per dolar Amerika Serikat (AS) pada siang ini. Hal tersebut seiring dengan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2019 yang di bawah ekspektasi pasar.
Namun, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan pelemahan rupiah bukan dipicu oleh kondisi domestik, melainkan faktor global. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kemarin mengancam akan menaikkan tarif terhadap produk dari Tiongkok.
Pernyataan Trump tersebut berdampak pada pelemahan mata uang yuan Tiongkok. "Ancaman itu agak surprise bagi market. Dengan statement itu semua jadi berbalik," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (6/5).
(Baca: Perang Dagang AS-Tiongkok Panas Lagi, Rupiah Melemah ke 14.300 per US$)
Seiring dengan hal tersebut, indeks dolar AS, DXY index, masih di posisi 97,5. Adapun, DXY index sempat naik ke level tertingginya sejak Mei 2017, yaitu 98 pada dua pekan lalu. Indeks saham di Negeri Tirai Bambu menurun tajam sebesar 5%. Selain itu, saham di seluruh dunia juga ikut rontok.
Namun, menurut Nanang, dampak pernyataan Trump tersebut diperkirakan hanya sementara. "Ini dinamika jangka pendek, fluktuasi biasa. Tidak perlu dicemaskan," ujarnya.
Dari faktor domestik, BI memandang ada faktor musiman yang memengaruhi peningkatan permintaan dolar. Hal ini disebabkan adanya musim pembagian dividen dan peningkatan impor. Namun, hal ini hanya bersifat sementara.
(Baca: Perang Dagang Kembali Memanas, IHSG Rontok 1%)