Keran Ekspor Mineral Dibuka, Komitmen Smelter Jadi Tanda Tanya

Image title
22 Maret 2021, 17:10
smelter, freeport, minerba, kementerian esdm, pertambangan
123RF.com/Chutima Chaochaiya
Ilustrasi.Pemerintah memberikan relaksasi baru untuk ekspor mineral logam.

Pemerintah harus membuat koreksi mendasar. Bukan hanya relaksasi yang terkesan menjamu tambang-tambang asing semata. Perusahaan nasional juga perlu penguatan. 

Perbaikannya terutama dalam hal perizinan lintas departemen, lalu masalah modal dan teknis. Jangan sampai pengusaha domestik yang tidak berpengalaman dipaksa mengikuti standar internasional. 

Total realisasi fasilitas pemurnian mineral hingga 2020 sebanyak 19 smelter. Pada 2021 ditargetkan mencapai 23 smelter, 2022 sebanyak 28 smelter, hingga 2024 pemerintah menargetkan 53 smelter.

Kebijakan relaksasi ekspor, menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, merupakan upaya untuk menjaga industri mineral tetap bertahan. Kondisi ekonomi global masih belum pulih sejak pandemi Covid-19 muncul setahun lalu.

"Memang, buat saya, ini seperti pemerintah menjilat ludah sendiri karena kembali memberikan relaksasi bagi pengusaha terkait dengan hilirisasi mineral," kata dia.

Padahal, pemerintah selalu menegaskan hilirisasi adalah utama. Kewajiban nilai tambah bagi sumber daya alam harus pelaku usaha laksanakan. Ekspor produk mineral mentah, seperti bijih nikel, pun dilarang sejak 1 Januari 2020. 

Mamit mengatakan, relaksasi ini seharusnya tidak berlangsung lama. Pembangunan smelter akan semakin tertunda apabila pemerintah terus mengizinkan ekspor mineral logam. "Pihak yang untung saya rasa perusahaan yang memang selama ini lambat dalam membangun smelter," ujarnya.

Relaksasi hanya menjadi buying time (mengulur waktu) bagi kalangan pengusaha. Dengan membaiknya ekonomi dan penanganan Covid-19, harapannya, pemerintah dapat lebih tegas kepada para perusahaan tersebut. “Karena ini amanat UU Minerba,” kata Mamit.

Smelter tembaga di Gresik milik PT Smelting
Ilustrasi smelter. (Wahyu Dwi Jayanti | KATADATA)

DPR Sebut Proyek Smelter Hanya Akal-Akalan

Tidak adanya progres dari smelter Freeport menjadi sorotan Komisi VII DPR. Anggota DPR RI dari Partai Golkar Ridwan Hisjam berpendapat proyek tersebut hanya akal-akalan saja. 

Freeport tidak mungkin akan merealisasikannya. Berulang kali pemerintah sudah memberikan revisi tengat waktu pengerjaan tapi realisasinya minim.

Ia mengusulkan pemerintah membangun badan usaha milik negara (BUMN) khusus bisnis hilirisasi tambang. “Kalau ini dibebankan ke mereka (Freeport), kita cuma dibohongi terus,” katanya dalam rapat Kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif siang tadi.  

Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menyebut aturan baru relaksasi ekspor tersebut merupakan kemunduran yang menghambat pembangunan smelter.

Beleid tersebut juga mengacaukan dan menimbulkan ketidakpastian bagi investor smelter yang sudah dan akan masuk di Indonesia. Menurut dia, Freeport dan seluruh pengusaha tambang sangat diuntungkan dengan adanya kebijakan itu. "Namun, bangsa ini dirugikan karena nilai tambah usaha pertambangan tetap saja rendah," ujarnya

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...