Kurang Modal, Perusahaan Migas RI Dinilai Tak Mampu Garap Blok Masela

Muhamad Fajar Riyandanu
2 Agustus 2022, 12:50
blok masela, proyek abadi lng masela,
KATADATA/
Ilustrasi blok migas.

Daripada memaksakan diri untuk mengambil hak partisipasi Blok Masela, Moshe menyarankan agar pemerintah berunding dengan Shell agar tidak jadi hengkang dari Masela. Pemerintah dirasa harus mengakomodir keinginan perusahaan migas asal Belanda itu untuk melakukan pengeboran di wilayah lepas pantai (offshore).

"Salah satu sebab proyek ini tertunda adalah keinginan pemerintah untuk menjalankan blok ini secara onshore. Padahal Shell punya teknologi untuk offshore. Coba pemerintah lakukan pendekatan lagi ke Shell, coba lebih fleksibel lagi," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan kepada Menteri Investasi Bahlil Lahadalia agar segera menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan migas nasional untuk menjalankan pengembangan proyek Lapangan Abadi LNG, Blok Masela.

Hal tersebut disampaikan Presiden usai melakukan pertemuan dengan perdana menteri Jepang di The Japan CEO Meeting dengan KBRI Tokyo, Jepang pada Rabu (27/7).

"Kita tahu semua bahwa ada konsorsium dari Inpex ini keluar (Shell) dan Presiden sudah memerintahkan yang keluar ini (Shell) digantikan oleh pengusaha nasional baik itu melalui Indonesia Investment Authority (INA) atau BUMN," ujar Bahlil dikutip dari Kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (28/7).

Bahlil menambahkan, dengan masuknya BUMN di Blok Masela, Presiden Jokowi berharap produksi dan lifting migas nasional bisa meningkat. "Jika itu bisa dilakukan, ini akan mampu menciptakan produski migas dan pertumbuhan ekonomi," ujar Bahlil.

Progres proyek Abadi LNG Blok Masela masih mandek usai mundurnya perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Belanda, Shell Upstream Overseas pada Juli 2020. Padahal proyek ini ditargetkan onstream atau mulai berproduksi pada 2027.

Sebelum menarik diri dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI) yang nilainya diperkirakan US$ 800 juta hingga US$ 1 miliar. Sisanya dikuasai Inpex asal Jepang sebesar 65%.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...