Menteri ESDM Beri Sinyal Harga Pertalite Naik jika Tidak Tambah Kuota
Menteri ESDM Arifin Tasrif memastikan harga jual BBM bersubsidi Pertalite akan naik jika usulan penambahan kuota sebesar 5 juta kilo liter (KL) yang diajukan pemerintah tidak disetujui.
"Kalau ga ada lagi alokasinya, kita harus menyesuaikannya di lapangan. Harga minyak mentah saja gak turun-turun," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Senin (15/8).
Arifin menambahkan pihaknya akan mengevaluasi secara bersama kenaikan harga komoditas energi bersubsidi, termasuk di antaranya solar dan LPG 3 kg secara lintas kementerian. "Ini yang kami harus evaluasi secara menyeluruh," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Banggar DPR Said Abdullah menyebut bahwa tidak akan ada penambahan subsidi BBM. Oleh karena itu, pilihan yang bisa ditempuh pemerintah adalah menaikkan harga dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap inflasi dan daya beli rumah tangga miskin.
Selain itu, ujar Said, reformasi kebijakan subsidi non energi dan program perlindungan sosial harus lebih tepat sasaran. Dia juga mendorong adanya penaikkan harga jual pada BBM bersubsidi. Dia juga meminta pemerintah agar segera menaikkan harga Pertalite, LPG 3 Kg, dan listrik bersubsidi.
"Kalau tidak disegerakan akan makin menggerus kuota pasokan energi subsidi. Apalagi terjadi selisih harga yang jauh antara Pertalite dengan Pertamax," kata Said kepada Katadata.co.id melalui pesan singkat, hari ini.
Lebih lanjut, Banggar DPR meminta pemerintah segera menjalankan kebijakan reformasi subsidi energi. Pada Mei 2022 lalu, Banggar DPR telah menyetujui alokasi subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun dari rencana awal sebesar Rp 134 triliun yang terdiri dari Rp 77,5 triliun untuk elpiji dan BBM serta listrik senilai Rp 56,5 triliun.
Dia juga menjelaskan bahwa Banggar DPR juga menyetujui tambahan alokasi pembayaran kompensasi BBM dan listrik sebesar Rp 275 triliun dari semula hanya Rp 18,5 triliun. Adapun tambahan kompensasi itu diperuntukkan kompensasi BBM sebesar Rp 234 triliun serta kompensasi listrik sebesar Rp 41 triliun.
"Selain itu pemerintah harus melunasi biaya kompensasi energi tertanggung tahun 2021 lalu sebesar Rp 108,4 triliun dengan rincian sebesar Rp 83,8 triliun untuk BBM dan Rp 24,6 triliun untuk listrik," jelas Said.
Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mendukung adanya wacana pemerintah untuk menaikkan harga Pertalite. Akan tetapi, Fahmy mengatakan penaikkan harga BBM bersubsidi harus diimbangin dengan kebijakan penurunan harga BBM Pertamax.
"Beban APBN subsidi energi sudah sangat besar, mungkin bisa Rp 600 triliun. Saya setuju harga Pertalite dinaikkan dengan catatan harga Pertamax diturunkan sehingga disparitas harga bisa Rp 1.500. Dengan ini, konsumen Pertalite akan migrasi ke Pertamax," kata Fahmy kepada Katadata.co.id.
Berbeda, Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan alih-alih menaikkan harga BBM bersubsisi, sebaiknya pemerintah memperketat pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan menambal kebocoran kepada yang tidak berhak.
"Karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi. Penghematan dari pengawasan distribusi cukup membantu penghematan anggaran," kata Bhima.
Bhima juga menyarankan agar pemerintah menunda proyek infrastruktur Ibu Kota Nusantara (IKN), Bendungan Bener dan pengembangan sejumlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dana infrastruktur bisa dialokasikan untuk menambah besaran subsidi energi.
"Pemerintah juga dibekali dengan UU darurat keuangan dimana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," tukas Bhima.
Adapun harga minyak mentah dunia mulai mengalami kenaikan sejak Senin pagi. Harga minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 97,34 per barel, naik 0,83% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. Sementara minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) bertengger pada harga US$ US$ 91,31 per barel, naik 0,85%.