Ekspor Industri CPO Berpotensi Naik Meski Ada Larangan Uni Eropa

Dimas Jarot Bayu
21 Agustus 2018, 14:00
Kelapa sawit
Arief Kamaludin|KATADATA
Petani kelapa sawit di Riau.

Ina menambahkan, potensi peningkatan nilai tambah untuk produk turunan CPO paling besar seperti kosmetik, bedak, shampoo, lilin, sabun. Nilai tambah bagi kosmetik, bedak, dan shampoo berpotensi mencapai 600%, sementara lilin dan sabun mencapai 300%.

(Baca juga: Permintaan Global Belum Membaik, Gapki Estimasi Ekspor CPO Turun 5%)

Ada pun, nilai produk tersebut diprediksi mencapai US$ 3000-4000 per ton. Padahal, nilai produk CPO hanyalah sebesar US$ 800-1000 per ton. "Ini peluang yang bisa diciptakan industri turunan CPO," kata Ina.

Alternatif lain yang dapat dilakukan Indonesia ketika terjadi pelarangan CPO oleh UE adalah mencari negara tujuan ekspor lain. Ina mengatakan, ada beberapa negara berkembang yang masih menunjukkan tren permintaan impor yang besar terhadap CPO dan produk turunannya.

Beberapa negara tersebut, yakni Tiongkok, India, Pakistan, Banglades, Sri Lanka. Kemudian, Filipina, Saudi Arabia, serta Kolombia.

"Sejumlah negara-negara Afrika seperti Tanzania, Afrika Selatan, Nigeria, Madagaskar, Senegal, Kongo, Kenya, Somalia, Mesir," tambah Ina.

Indonesia juga dapat mengolah CPO menjadi biodiesel sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak. Apalagi permintaan energi semakin besar di dalam negeri.

Dampaknya, beban belanja pemerintah untuk subsidi bahan bakar minyak dapat berkurang dan melindungi cadangan devisa. "Meningkatkan peluang pengembangan produk-produk lain, dan menciptakan lapangan pekerjaan," lanjut Ina.

(Baca : Jokowi: Penerapan Biodiesel 20% Bisa Kerek Harga Sawit US$ 100 Per Ton)

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...