Turunan UU Ciptaker, Limbah Batu Bara Dikeluarkan dari Kategori Bahaya

Pingit Aria
12 Maret 2021, 09:17
Warga memunguti batu bara yang tercecer di sekitar pantai Sekembu, Mulyoharjo, Jepara, Jawa Tengah, Kamis (21/1/2021). Menurut warga, sejak sepekan terakhir warga setempat memunguti batu bara yang mencemari pantai setempat yang berasal dari muatan kapal t
ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.
Warga memunguti batu bara yang tercecer di sekitar pantai Sekembu, Mulyoharjo, Jepara, Jawa Tengah, Kamis (21/1/2021). Menurut warga, sejak sepekan terakhir warga setempat memunguti batu bara yang mencemari pantai setempat yang berasal dari muatan kapal tongkang yang tumpah akibat dihantam ombak tinggi.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Apindo Haryadi B Sukamdani menyebut bahwa sebanyak 16 asosiasi di Apindo sepakat mengusulkan penghapusan FABA dari kategori limbah berbahaya. Mereka berargumen bahwa beberapa hasil uji menyatakan FABA bukan limbah B3.

Menurut Haryadi, FABA yang dihasilkan berkisar antara 10-15 juta ton/tahun. FABA tercantum pada Tabel 4 Lampiran I PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

"Padahal, dari hasil uji karakteristik dari industri menunjukkan bahwa FABA memenuhi baku mutu/ambang batas persyaratan yang tercantum dalam PP No 101 Tahun 2014, sehingga seharusnya dikategorikan sebagai limbah non-B3, seperti halnya di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat, China, India, Jepang, dan Vietnam," kata Hariyadi beberapa waktu lalu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Liana Bratasida mengatakan tingkat pemanfaatan FABA di Indonesia masih tergolong sangat kecil, yaitu hanya 0%-0,96% untuk fly ash dan 0,05%-1,98% untuk pemanfaatan bottom ash.

Selain itu, ia menyatakan di beberapa negara, FABA juga telah dimanfaatkan sebagai material konstruksi seperti untuk campuran semen dalam pembangunan jalan, jembatan, dan timbunan, reklamasi bekas tambang, serta untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. "Tingkat pemanfaatan FABA di negara-negara itu sudah cukup tinggi, berkisar antara 44,8%- 86%," ujar Liana.

Namun, terbitnya PP 22/2021 yang mengeluarkan limbah batu bara dari limbah B3 itu dikritisi aktivis lingkungan. Salah satunya, lembaga yang fokus pada kampanye energi terbarukan, Trend Asia. Lewat kicauan di akun Twitter resminya, Trend Asia menyatakan keputusan pemerintah menghapus limbah batubara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) merupakan kabar buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

"Limbah batubara sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat karena mengandung senyawa kimia seperti arsenik, timbal, merkuri, kromium, dsb. Karena itu, mayoritas negara di dunia masih mengkategorikan limbah batubara sebagai limbah berbahaya dan beracun," demikian kutipan utas di akun Twitter Trend Asia pada 10 Maret 2021.

Reporter: Antara

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...