Pakar Hukum UI Soal Utang Minyak Goreng: Peritel Bisa Gugat ke PTUN

Tia Dwitiani Komalasari
8 Mei 2023, 10:27
Karyawan menyusun minyak goreng kemasan yang dijual di salah satu minimarket di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (19/1/2022). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng kemasan premium ataupun sederhana yakni Rp14.00
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
Karyawan menyusun minyak goreng kemasan yang dijual di salah satu minimarket di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (19/1/2022). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng kemasan premium ataupun sederhana yakni Rp14.000 per liter yang dijual di seluruh minimarket mulai Rabu (19/1/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.

Latar Belakang Utang Minyak Goreng

Utang minyak goreng tersebut merupakan selisih pembayaran yang dijanjikan Kemendag atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap atau HET.  

Kebijakan minyak goreng satu harga diatur dalam Permendag 3/2022 tentang minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter. Namun, Permendag Nomor 3 Tahun 2022 itu telah dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. 

Penggantian aturan tersebut kemudian dijadikan alasan bagi pemerintah menunggak utang minyak goreng. Pemerintah mengatakan, mereka tidak memiliki payung hukum untuk membayar utang tersebut.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan Kemendag masih menunggu hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung atau Kejagung mengenai permasalahan pembayaran rafaksi minyak goreng. Kemendag perlu melakukan konsultasi hukum mengenai pembayaran selisih harga tersebut.

Dia mengatakan, Kementerian Perdagangan pasti akan memproses pembayaran utang migor Rp 344,3 miliar itu. Namun pihaknya menerapkan prinsip kehati-hatian. Sehingga, sampai saat ini Kemendag belum mau membayar utang tersebut.

"Jadi memang prinsipnya kehati-hatian. Kami pasti akan proses, tapi masih menunggu hasil hukum dari Kejagung, karena belum ada hasilnya," ujar Zulhas.

Ketua Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, pemerintah sebelumnya berjanji untuk mengganti selisih harga antara minyak goreng yang dibeli peritel dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter.  Selisih yang akan diberikan kepada pelaku usaha ritel tersebut akan dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS.

Namun, realitanya hingga saat ini pemerintah belum membayarkan hutangnya. Padahal pelaku ritel sudah menanggung selisih harga tersebut sebesar Rp 344,3 miliar.

"Sudah satu tahun lebih pembayaran rafaksi minyak goreng ini belum diselesaikan," ujarnya. 

Dalam kurun waktu lebih dari satu tahun terakhir itu, Aprindo sudah melakukan audiensi secara formal maupun informal kepada Kementerian Perdagangan, BPDPKS, Kantor Sekretariat Presiden, hingga Wakil Rakyat pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI. 

Aprindo merasa geram karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti atas janji pemerintah untuk membayar utang tersebut. Hingga akhirnya Aprindo melakukan pertemuan dengan Kemendag pada Kamis (4/ 5). Namun, pada pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil karena Kemendag belum memutuskan tenggat waktu untuk melunasi utang Rp 344 miliar itu.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...