Menanti Nasib RUU Permusikan yang Kontroversial di Hari Musik Nasional

Muchamad Nafi
8 Maret 2019, 11:50
Anang Hermansyah
ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana
Musisi sekaligus anggota DPR Anang Hemansyah (kedua kanan), didampingi penyanyi Glenn Fredly (tengah) menghadiri diskusi terkait RUU Permusikan di Jakarta, Senin (4/2/2019). Sebelumnya, RUU Permusikan mendapat penolakan dari ratusan pelaku musik yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan karena RUU tersebut dinilai tidak memiliki urgensi dan justru berpotensi merepresi para musisi.

Dia tidak menampik bila RUU Permusikan telah menimbulkan polemik khususnya di ekosistem musik di Indonesia. Aspirasi yang masuk, ada yang setuju dengan revisi draf materi RUU Permusikan, ada pula yang menolak seluruh materinya.

Sebagai wakil rakyat yang berasal dari ekosistem musik, Ananag merasa wajib menindaklanjuti aspirasi dari pihak terkait. Sama halnya saat mengusulkan RUU Permusikan juga berpijak pada aspirasi dan masukan dari pihak-pihak di bidangnya.

Bagi Anang, langkah ini sebagai proses konstitusional yang lazim dan biasa. Karena itu, dia berharap situasi di ekosistem musik kembali kondusif dan dapat berembuk dengan kepala dingin atas persoalan yang muncul di ekosistem musik di Indonesia.

Ke depan, persoalan yang terjadi di sektor musik di Indonesia dirembuk dengan baik melalui musyawarah besar ekosistem musik di Indonesia. Musisi asal Jember ini berharap penyelenggaraan musyawarah besar (mubes) dapat dilakukan tak lama setelah pelaksanaan Pemilu 2019.

Menunggu Hadirnya Peran Negara dalam Peta Jalan Industri Musik

Di tengah polemik RUU Permusikan, tantangan industri musik di Indonesia dari waktu ke waktu semakin kompleks. Pikiran dan pandangan dari ekosistem musik penting untuk merumuskan peta jalan atas tantangan-tantangan yang muncul.

Seperti konstruksi hukum di sektor musik masih 2.0, padahal saat ini eranya sudah 4.0. Di Amerika, pada 11 Oktober 2018 baru disahkan Music Modernization Act (MMA), regulasi terkait dengan hak cipta untuk rekaman audiao melalui teknologi berupa streaming digital.

(Baca: DPR: Pembahasan RUU Permusikan Tidak Tuntas Tahun Ini)

Persoalannya adalah bagaimana dengan dunia musik di Indonesia menghadapi tantangan itu?
Terkait dengan hal tersebut, Anang menyebutkan persoalan pajak di sektor musik yang saat ini banyak memanfaatkan medium digital seperti Youtube dan Facebook belum diatur dengan jelas.

Di sisi lain terkait urgensi keberadaan data besar (big data) untuk memuat seluruh direktori musik di Indonesia. Keberadaan UU Serah Simpan Karya Rekam Karya Cetak (SSKRKC) yang mengamanatkan seluruh karya rekam diserahkan ke perpustakaan nasional masih menimbulkan pertanyaan. Apakah seluruh lagu di Indonesia didata oleh perpustakaan nasional sehingga menjawab kebutuhan sektor musik?

Vokalis Kidnap ini juga menyinggung soal pendidikan musik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta. Perlu ada upaya menyelaraskan kurikulum pendidikan musik dengan kurikulum vokasi.

Sat ini, pendidikan musik tak populer di masyarakat. Pada 2016, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyebut terdapat 33.482 badan usaha musik di Indonesia yang mengungkapkan standar pendapatan minimum pelaku musik sebesar Rp 3 juta lebih. Hal ini lalu menjadi pertanyaan apakah angka tersebut terkait dengan eksistensi profesi musisi.

Jika dilihat data Bekraf pada 2016, kontribusi sektor musik ke Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 0,48 persen. Namun di subsektor lainnya, yakni kuliner dan televisi, yang merupakan penyumbang terbesar PDB, banyak memanfaatkan sektor musik.

(Baca: Kontribusi Industri Musik Minim Dinilai karena Infrastruktur Terbatas)

Angka itu tidak terefleksikan dari kontribusi PDB dari sektor musik. Ada disparitas tajam antara subsektor televisi dan radio (8,27 persen), kuliner (41,40 persen), dan subsektor musik. Padahal, televisi-radio dan kuliner memanfaatkan instrumen musik.

Yang juga patut disoroti adalah saat pelaksanaan ibadah Ramadhan pada awal Mei mendatang. Momentum Ramadhan biasanya mengurangi jam pertunjukan musik dalam rangka menghormati ibadah puasa. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan para pelaku musik di beberapa daerah karena kafe tidak boleh beroperasi. Sebagian persoalan tersebut harus dijawab bersama-sama oleh ekosistem musik dengan musyawarah dan membuka semua persoalan meja besar.

Persoalan tersebut, pada akhirnya tak bisa dilepaskan dari peran negara untuk turut menyelesaikan bersama-sama ekosistem musik di Tanah Air. Berbagai persoalan tersebut erat kaitannya dengan politik hukum pemerintah dalam memosisikan musik dalam bentuk kebijakan hukum.

Anang tampaknya tidak ingin RUU Permusikan menambah runcing polemik menjelang Hari Musik Nasional 9 Maret 2019. Mungkin dia juga menyadari bahwa polemik RU ini telah menambah gaduh suasana Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019. Sebelum benar-benar masuk Program Legislasi Nasional 2019, nasib RUU Permusikan pun bisa kandas.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...