Kontroversi Iuran BPJS Naik, Ini Elemen Masyarakat yang Menolak
“Padahal warga masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan,” kata Saleh, Rabu (13/5).
Kritik juga datang dari partai pendukung Jokowi di Pilpres 2019, yakni PKB. Ketua DPP PKB Nihayatul Wafiroh menyatakan kecewa dengan kebijakan pemerintah. Menurutnya pemerintah telah mempermainkan masyarakat karena kebijakan berubah-ubah.
“Ini rakyat seperti diombang-ambingkan dan tidak ada kepastian. Peraturan harusnya memberi kepastian,” kata Nihayatul, Kamis (14/5).
(Baca: Faisal Basri Usul Iuran BPJS Diambil dari Dana Kementerian Pertahanan)
Ekonom
Tak ketinggalan ekonom Faisal Basri mengkritisi kebijakan ini. Ia menilai anggaran untuk BPJS Kesehatan bisa diambil pemerintah dengan memangkas belanja kementerian secara maksimal, khususnya Kementerian Pertahanan. Dengan begitu pemerintah tak perlu menaikkan iuran.
Faisal menerangkan, saat ini pemangkasan belanja sejumlah kementerian masih minim. Kementerian Pertahanan misalnya, hanya dipangkas Rp 8,73 triliun atau 6,65% dari total anggaran Rp 131,1 triliun sehingga menjadi Rp 122,4 triliun. Padahal anggaran pertahanan saat ini belum terlalu penting. Sebab melawan corona tak bisa memakai bedil.
Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pun menurut Faisal belum terlalu dipangkas. Penurunan anggaran hanya sebesar 20,4%. Padahal sewaktu krisis 1998 proyek-proyek besar dipangkas anggarannya.
Begitu juga Kementerian Agama yang anggarannya hanya turun 4% dari Rp 65,1 triliun menjadi Rp 62,4 triliun. “Memangnya virus covid-19 dapat selesai dengan dakwah?” kata Faisal dalam webinar Iluni UI, Rabu (13/5).
(Baca: Airlangga Sebut Nasib BPJS Kesehatan di Balik Kenaikan Iuran)
Dalih Pemerintah
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, alasan pemerintah menaikkan iuran adalah untuk menyelamatkan keberlangsungan BPJS Kesehatan di tengah pandemi corona. Lagi pula, iuran untuk peserta kelas I dan II bukan termasuk yang disubsidi pemerintah, tapi ditujukan untuk menjaga keuangan BPJS Kesehatan.
“Ada iuran yang disubsidi pemerintah, nah ini yang tetap diberikan subsidi,” kata Airlangga, Rabu (13/5).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris meyatakan saat ini lembaga yang dipimpinnya memiliki utang klaim sebesar Rp 4,4 triliun ke rumah sakit dan telah jatuh tempo.
“Per hari ini memang utang jatuh tempo ke rumah sakit hanya setengah bulan pembayaran yaitu Rp 4,4 triliun," kata Fachmi dalam konferensi video, Kamis (14/5).
Secara rinci, outstanding klaim hingga saat ini sebesar Rp 6,21 triliun. Ini merupakan klaim yang masih dalam proses verifikasi. Sementara, utang yang belum jatuh tempo Rp 1,03 triliun. Secara keseluruhan, utang BPJS Kesehatan yang telah dibayarkan kepada fasilitas kesehatan sejak 2018 mencapai Rp 192,53 triliun.
Dengan demikian, Fachmi merasa adanya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 akan mengembalikan nilai-nilai fundamental Jaminan Kesehatan Nasional yang hakikatnya merupakan program gotong-royong. "Perlahan-lahan kita bisa lunasi dari gagal bayar yang cukup besar di 2019. Jadi cashflow rumah sakit bisa lebih baik," ujarnya.