700 Driver Ojol Akan Off Bid dan Demo soal THR di Depan Kemenaker Hari Ini

Ringkasan
- Pengemudi taksi dan ojek online akan melakukan demo dan mogok operasi untuk menuntut tunjangan hari raya (THR) dari aplikator seperti Gojek, Grab, dan lainnya.
- Para pengemudi menuntut THR sebesar satu bulan upah dan perubahan status dari mitra menjadi pekerja tetap untuk mendapatkan hak-hak pekerja, termasuk THR dan upah minimum.
- Aksi ini dilakukan karena hubungan kemitraan yang diterapkan aplikator dinilai merugikan pengemudi dan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat dengan tarif yang rendah.

Sebanyak 500 hingga 700 pengemudi taksi dan ojek online alias ojol berencana menggelar demo di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker pada hari ini (17/1), mulai pukul 10.00 WIB.
Sejalan dengan aksi tersebut, para pengemudi taksi dan ojek online alias ojol akan melakukan off bid. Off bid adalah istilah para driver untuk tidak menerima pesanan konsumen atau mematikan aplikasi.
“Pengemudi taksi dan ojek online alias ojol yang berdemo dari Cilegon, Serang, Sukabumi, Tangerang, Bekasi, Karawang, Bandung,” kata Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia atau SPAI Lily Pujiati kepada Katadata.co.id, Minggu sore (16/2).
Demo ojol tersebut menuntut adanya pemberian Tunjangan Hari Raya atau THR oleh aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim, inDrive kepada pengemudi taksi dan ojek online. Rincian tuntutan sebagai berikut:
- Mengatur pengemudi taksi dan ojek online alias ojol sebagai pekerja tetap, karena telah memenuhi unsur pekerjaan, upah dan perintah dalam hubungan kerja.
- Menuntut ada pemberian THR satu bulan upah pada H-30 sebelum Hari Raya. Hal ini menyusul langkah Kemenaker yang tengah membahas aturan THR untuk pekerja digital.
- Menolak hubungan kemitraan yang menjanjikan fleksibilitas, karena dinilai sebagai dalih platform untuk menghindari kewajiban membayar THR dan hak-hak pekerja kepada pengemudi ojol, taksi online, dan kurir.
“Bisnis platform sangat diuntungkan dengan super profit yang tinggi dengan mengorbankan kesejahteraan pengemudi ojol, dengan tidak membayar upah minimum dan hak pekerja lainnya seperti upah lembur, cuti haid dan melahirkan, serta jam kerja delapan jam,” kata Lily dalam keterangan pers, Senin (17/2).
“Fleksibilitas hubungan kemitraan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat, karena setiap platform berlomba untuk menerapkan upah atau tarif murah, sehingga yang menjadi korban dan miskin adalah pengemudi ojol, taksi online, dan kurir,” Lily menambahkan.
Lily sebelumnya menyarankan beberapa platform aplikator untuk memberikan THR kepada pekerja, seperti PT Go To Gojek Tokopedia Tbk, PT Grab Indonesia, PT Shopee International Indonesia, PT Lalamove Logistik Indonesia, PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim), InDrive, dan PT Dostavista (Borzo).
"Kami menuntut THR diberikan selambatnya 30 hari sebelum Idul Fitri 2025. Besaran THR sejumlah satu kali upah minimum provinsi masing-masing daerah," kata Lily dalam keterangan pers pekan lalu.
Saat Lebaran 2024, Kemenaker mengeluarkan imbauan agar aplikator seperti Gojek dan Grab memberikan THR untuk pengemudi taksi dan ojek online alias ojol. Bersifat imbauan karena hubungan antara perusahaan aplikator dengan pada pengemudi yakni kemitraan.
Oleh karena itu, bentuk atau mekanisme tunjangan keagamaan didiskusikan di internal perusahaan aplikator masing masing.
Berdasarkan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, THR hanya wajib diberikan pada pekerja dengan hubungan kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pengemudi ojol tidak berhak mendapatkan THR berdasarkan aturan ini, lantaran hubungan kerja sebagai mitra.
Oleh karena itu, Lily menuntut pemerintah menepati janji terkait penerbitan Permenaker yang menetapkan hubungan ojol dan aplikator menjadi pekerja tetap. Lili sebelumnya mengatakan perubahan hubungan kerja ini memungkinkan ojol mendapatkan waktu kerja, waktu istirahat, dan cuti yang manusiawi.