Gurita Bisnis Facebook yang Dipaksa Pisah dari Instagram dan WhatsApp

Desy Setyowati
14 Desember 2020, 17:15
Gurita Bisnis Facebook yang Dipaksa Pisah dari Instagram dan WhatsApp
123RF.com/macrovector
Ilustrasi

Facebook mengembangkan fitur belanja sejak 2016. Perusahaan meluncurkan toko online, Facebook Shop yang memungkinkan pelanggan menelusuri produk dan menandai yang favorit pada Mei lalu.

Layanan tersebut tersedia di Indonesia pada awal September. Akses untuk berbelanja online pun diperluas bukan hanya di feed dan laman profil, tetapi juga galeri, IGTV, dan platform baru pesaing TikTok yakni Reels.

instagram e-commerce
instagram e-commerce (facebook)

Facebook juga berencana meluncurkan fitur pembayaran di Instagram bagi konsumen di AS terlebih dulu. Namun, ini akan tersedia bagi pedagang yang menggunakan layanan manajer niaga dari Facebook, Shopify dan BigCommerce.

“Model bisnis kami di sini adalah iklan,” kata CEO Facebook Mark Zuckerberg dikutip dari The Guardian, Mei lalu (19/5). Oleh karena itu, perusahaan belum memungut komisi. “Mereka pada umumnya akan menawar lebih tinggi untuk iklan dan pada akhirnya kami akan menghasilkan uang dengan cara itu.”

Facebook juga menyediakan layanan katalog produk melalui WhatsApp. Yang terbaru,  mereka meluncurkan fitur cart, yang memungkinkan pengguna memilih beberapa produk dan memasukkannya ke keranjang belanja digital.

Selain Facebook, raksasa teknologi AS, Google dan TiongkokTikTok mulai mengembangkan fitur belanja online. Berdasarkan laporan McKinsey, social commerce adalah platform yang memfasilitasi jual-beli produk melalui media sosial. Sedangkan e-commerce memfasilitasi transaksi, termasuk pembayaran dan pengiriman.

Dalam laporan McKinsey berjudul ‘The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development’ pada 2018, penjualan di social commerce diprediksi US$ 25 miliar.

Sedangkan e-commerce diramal tumbuh delapan kali lipat menjadi US$ 40 miliar pada 2022. Proyeksi ini belum menghitung dampak pandemi virus corona.

Facebook juga merambah mata uang digital lewat, Libra pada tahun lalu. Perusahaan pun membentuk asosiasi yang akan memantau perkembangan Libra, yang beranggotakan modal ventura, organisasi nirlaba, perusahaan cryptocurrency, keuangan, serta penyedia layanan teknologi dan telekomunikasi.

Raksasa teknologi itu juga membentuk unit bisnis baru yang menyediakan layanan dompet digital, Novi, yang sebelumnya bernama Calibra. Layanan ini berbeda dengan Facebook Pay.

Aplikasi dompet digital Calibra
Aplikasi dompet digital Calibra (Facebook.com)

Akan tetapi, pengembangan Libra terhambat persoalan regulasi. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk membuat alternatif berupa stablecoin yakni cryptocurrency yang nilainya tidak berfluktuasi, karena merujuk pada mata uang tertentu.

Facebook dikabarkan bakal meluncurkan Libra pada awal 2021. “Kemungkinan diluncurkan bersamaan dengan Novi,” demikian dikutip dari TechCrunch, bulan lalu (27/11).

Perusahaan teknologi itu pun merambah gim online dengan meluncurkan aplikasi khusus gim, yang sebelumnya hanya berupa tab games di platform. Hal ini seiring dengan melonjaknya penggunaan (usecase) dan pengguna (user) di tengah pandemi corona.

Setiap bulan ada lebih dari 700 juta pengguna yang berinteraksi dengan konten gim di Facebook. Ada sekitar 160 juta pengguna aktif di 450 ribu grup terkait game online di platform selama Maret.

Jumlah penonton konten gim di Facebook Gaming di Indonesia tumbuh 210% secara tahunan (year on year/yoy) pada 2019. Padahal, Facebook Gaming baru berupa tab di platform, belum menjadi aplikasi khusus.

Facebook Gaming di Indonesia juga tumbuh secara signifikan. Tahun lalu, jumlah penonton konten gim Facebook di Nusantara tumbuh 210%.

Platform Facebook Gaming
Platform Facebook Gaming (Google Play Store)

Pengembangan lini bisnis tersebut memungkinkan Facebook meningkatkan keuntungan dari dan di luar iklan. CNN Internasional melaporkan, perusahaan asal AS meraupUS$ 67,7 miliar atau sekitar Rp 973,2 triliun dari iklan pada tahun lalu.

Iklan berkontribusi 98% dari total pendapatan. Namun, Facebook memperkirakan bahwa persaingan tahun depan lebih ketat, karena perusahaan lain akan mengalihkan bisnis iklan ke platform online.

“Perdagangan online merupakan vertikal iklan terbesar kami. Perubahan tren ini dapat menjadi hambatan bagi pertumbuhan pendapatan iklan kami pada 2021,” kata perusahaan dikutip dari Reuters, Oktober lalu (30/10).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...