Perbankan di Indonesia Masih Memiliki Kebijakan Batu Bara yang Lemah
Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH, Agung Budiono, mengatakan otoritas jasa keuangan (OJK) di Indonesia saat ini sedang dalam tahap finalisasi penyusunan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan atau dikenal sebagai taksonomi hijau. Namun sayangnya dalam draf terakhir, PLTU captive masih masuk menjadi sektor dalam kategori transisi.
“OJK perlu memiliki pandangan yang lebih maju atas pembiayaan berkelanjutan, untuk itu seharusnya PLTU Captive tidak perlu masuk dalam kategorisasi meskipun tidak lagi hijau melainkan transisi,” katanya.
Agung mengatakan, semakin ketatnya pembiayaan PLTU batu bara dari luar ternyata masih dipersepsikan sebagai peluang bagi perbankan nasional dalam membiayai sektor batu bara. Padahal seharusnya perbankan nasional harus bisa melihat pembiayaan energi fosil ini khususnya PLTU sebagai sesuatu resiko di masa mendatang, yang biasa dikenal sebagai stranded asset.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah meluncurkan kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP), tidak memasukan data emisi dari PLTU batu bara captive di dalam Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) 2023.
Jika disertakan, data tersebut akan secara signifikan meningkatkan proyeksi emisi Indonesia, yang akan membuat pencapaian target awal dekarbonisasi JETP menjadi sulit.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempertimbangkan untuk memberikan label transisi pada PLTU batu bara captive dalam Taksonomi Berkelanjutan Indonesia jika digunakan untuk menghasilkan bahan yang dianggap penting untuk transisi energi.